Sabtu, 05 Mei 2012

Takhrij Hadits dalam Syarah al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin, Juz. I, Hal. 43-44


1.             Dalam Shahihaini, terdapat hadits larangan istisja’ dengan tulang. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 43)

Hadits dimaksud di atas adalah hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, beliau berkata :
اتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَخَرَجَ لِحَاجَتِهِ فَكَانَ لاَ يَلْتَفِتُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقَالَ ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا ، أَوْ نَحْوَهُ ، وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ ، وَلاَ رَوْثٍ فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ بِطَرَفِ ثِيَابِي فَوَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ وَأَعْرَضْتُ عَنْهُ فَلَمَّا قَضَى أَتْبَعَهُ بِهِنَّ
Artinya : Aku mengikuti Nabi SAW saat beliau keluar untuk buang hajat, dan beliau tidak menoleh (ke kanan atau ke kiri) hingga aku pun mendekatinya. Lalu Beliau bersabda: "Carikan untukku batu atau seumpamanya untuk aku gunakan beristinja' dan jangan bawakan tulang atau kotoran hewan." Lalu aku datang kepada beliau dengan membawa kerikil di ujung kainku, batu tersebut aku letakkan di sisinya, lalu aku berpaling darinya. Setelah selesai beliau gunakan batu-batu tersebut. (H.R. Bukhari).[1]


dan riwayat Muslim berbunyi :
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami menghadap kiblat waktu buang air besar dan kecil atau istinja’ dengan tangan kanan atau istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji ataupun istinja’ dengan kotoran atau dengan tulang.(H.R. Muslim).[2]

Dalam riwayat lain bagi Muslim dengan lafazh berbunyi :
وَسَأَلُوهُ الزَّادَ فَقَالَ  لَكُمْ كُلُّ عَظْمٍ ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ يَقَعُ فِى أَيْدِيكُمْ أَوْفَرَ مَا يَكُونُ لَحْمًا وَكُلُّ بَعَرَةٍ عَلَفٌ لِدَوَابِّكُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم  فَلاَ تَسْتَنْجُوا بِهِمَا فَإِنَّهُمَا طَعَامُ إِخْوَانِكُمْ
Artinya : Dan mereka (jin) meminta kepada Rasulullah bekal, maka beliau bersabda, 'Kamu mendapatkan setiap tulang yang disebutkan nama Allah atasnya (ketika disembelih), yang mana di tangan kalian lebih banyak menjadi daging dan setiap kotoran hewan adalah makanan untuk hewan tunggangan kalian.' Lalu Rasulullah SAW bersabda, 'Maka janganlah kalian beristinjak dengan keduanya (maksudnya kotoran hewan dan tulang), karena keduanya adalah makanan saudara kalian'. (H.R. Muslim)[3]

2.        Hadits riwayat Muslim dari Salman, beliau berkata :
نَهَانَاْ رسول الله صلعم أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 44)

Hadits ini lengkapnya adalah :
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami menghadap kiblat waktu buang air besar dan kecil atau istinja’ dengan tangan kanan atau istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji ataupun istinja’ dengan kotoran atau dengan tulang.(H.R. Muslim).[4]

3.        Hadits muttafaqun ‘alaihi, Rasulullah SAW bersabda :
إِذا استجمر أحدكُم فليستجمر وترا
Artinya : Apabila kamu beristinja’ dengan batu, maka beristinja’lah dengan batu secara ganjil. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 44)

Hadits dari Abu Hurairah ini telah disebut oleh Ibnu Mulaqqan dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj ilaa Adallah al-Minhaj, beliau mengatakan hadits ini merupakan hadits muttafaqun ‘alaihi.[5]

4.        Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya menerangkan bahwa Rasulullah SAW melakuka istinja’ dengan munggunakan tangan kiri. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 44)

Hadits dimaksud di atas adalah riwayat Aisyah, beliau berkata :
 كَانَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْيُمْنَى لِطُهُورِهِ وَطَعَامِهِ وَكَانَتْ يَدُهُ الْيُسْرَى لِخَلاَئِهِ وَمَا كَانَ مِنْ أَذًى
Artinya : Tangan Rasulullah SAW yang kanan adalah untuk bersuci dan makanannya, sedangkan tangan kirinya untuk jamban dan sesuatu yang sifatnya kotor (H.R. Abu Daud)[6]

            Menurut keterangan Imam Nawawi, hadits ini shahih telah diriwayat oleh Ahmad dan Abu Daud dengan isnad shahih.[7] Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan, hadits ini diriwayat oleh Ahmad, Abu Daud dan Thabrany dari hadist Ibrahim dari ‘Aisyah secara mungqathi’. Namun Abu Daud juga ada meriwayat hadits ini dari jalur lain, yaitu dari Ibrahim dari Aswad dari ‘Aisyah. Hadits ini juga didukung oleh hadist Hafsah yang diriwayat Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim.[8] Matan hadist Hafsah dimaksud adalah :
كَانَ رَسُول الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم - يَجْعَل يَمِينه لطعامه وَشَرَابه وثيابه ، وَيجْعَل شِمَاله لما سُوَى ذَلِك
Artinya : Rasulullah SAW menjadikan tangan kanannya untuk makanan, minuman dan pakaiannya, sedangkan tangan kirinya untuk selain itu. (H.R. Ahmad, Abu Daud dan telah menshahihkannya oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim)[9]


5.        Hadist riwayat Muslim dari Salman berbunyi :
نَهَانَا رَسُول الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami  istinja’ dengan tangan kanan (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 44)


                 Lengkap hadits ini berbunyi :
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami menghadap kiblat waktu buang air besar dan kecil atau istinja’ dengan tangan kanan atau istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji ataupun istinja’ dengan kotoran atau dengan tulang.(H.R. Muslim).[10]



[1] Bukhari, Shahih al-Bukhari, maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 51, No. Hadits : 155
[2] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 154, No. Hadits : 629
[3] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 36, No. Hadits : 1035
[4] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 154, No. Hadits : 629
[5] Ibnu Mulaqqan, Tuhfah al-Muhtaj ila Adallah al-Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 171
[6] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Maktabah Syamilah, Juz. I, hal. 13, No. Hadits : 33
[7] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 108
[8] Ibnu Hajar al-Asqalany, Talkhis al-Habir, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 322
[9] Ibnu Mulaqqan, Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. II, hal. 371
[10] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 154, No. Hadits : 629

5 komentar:

  1. Assalamualaikum tgk... saya sangat mendukung dan senang dengan posting2 tgk... saya harap tgk dapat terus berkarya.
    wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih atas dukungan dan kunjungannya

      wassalam

      Hapus
  2. salam - apakah boleh kaza hajat di tempat umum?

    lalu bagai mana solusi kalo mendadak di padang pasir harus kaza hajat . yg tampa tempat dan tampa pembatas dan berlindung cuman ada padang pasir luas ....
    mohon jawaban
    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau memang tidak ada tempat khusus untuk qadha hajad, maka boleh saja qadha hajad pada tempat terbuka seperti padang pasir. ini tentunya syaratnya 1). tidak boleh menghadap atau membelakangkan kiblat sebagaimana hadits no 2 di atas. 2. boleh membuka aurat sekedar hajadnya saja. kalau qadha hajad pada tempat khusus seperti WC, maka tidak disyaratkan tidak menghadap atau membelakangkan kiblat

      wassalam

      Hapus
    2. syarat lain : tidak boleh qadha hajad pada tempat yg sering dilalui oleh manusia atau tempat berteduh/istirahat manusia.

      Hapus