Imam Sanusi menyebut ada enam sumber
kekufuran dan bid’ah, yaitu
1.
Al-Ijaab al-zatiy :
Al-Ijaab al-zatiy adalah
هو
إسناد الكائنات إليه تعالى على سبيل التعليل والطبع من غير اختيار.
Yaitu menyandarkan semua kejadian yang ada di alam ini kepada Allah Ta’ala
dengan cara ta’lil (hubungan kausalitas) dan thabi’i (tabiat alamiyah) tanpa
pilihan dari Allah.
Dari sumber pemahaman ini, muncullah keyakinan kaum filsuf yang
berpendapat zat Allah Ta’ala hanya merupakan sebab (hubungan kausaliatas)
munculnya alam fana ini, bukan karena
iradah Allah Ta’ala. Karena peran Allah hanya ‘illah munculnya alam,
bukan pencipta. Sesuai dengan pemahaman ini, mereka mengatakan Allah tidak
mempunyai sifat qudrah, iradah dan sifat-sifat lainnya. Konsekwensi keyakinan
ini, muncul pula keyakinan mereka bahwa alam ini qadim. Karena ‘illah (sebab)
dan ma’lul (musabbab) maujud secara bersamaan. Karena itu, kalau Allah Ta’ala
qadim, maka alam juga qadim.
2.
Al-Tahsiin al-‘aqliy
Pengertian al-tahsiin al-‘aqliy adalah
هو كون أفعاله تعالى موقوفة على الأغراض وهي جلب المصالح ودرء
المفاسد
Yaitu perbuatan Allah Ta’ala dikaidkan
dengan suatu tujuan, yaitu meraih kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.
Sebagian ahli filsafat menjadikan
al-tahsiin al-‘aqli sebagai dasar mereka menafika kenabian (nubuwah). Nabi tidak diperlukan lagi muncul di dunia ini,
karena kemaslahatan dan kebaikan serta kejahatan dapat dikenali dengan akal.
Semua tindakan Allah Ta’ala bergantung kepada apa yang dipahami oleh akal
sebagai kebaikan dan kejahatan. Artinya Allah Ta’ala tidak ada pilihan menurut
iradah-Nya yang mutlaq. Al-tahsiin al-‘aqli ini juga telah dijadikan dasar oleh
golongan Mu’tazilah, sehingga mereka berkeyakinan bahwa Allah Ta’ala wajib
melakukan sesuatu yang baik (al-shalah) dan yang lebih baik (al-ashlah). Namun
golongan Mu’tazilah tidak sampai menafikan kenabian.
3.
Al-Taqlid al-radi’
Yang dimaksud dengan al-taqlid al-radi’ (taqlid
yang buruk) adalah
هومتابعة الغير لأجل الحمية والتعصب من غير طلب
للحق.
Yaitu mengikuti pendapat orang lain
karena fanatisme tanpa mau berusaha mencari yang haq
Taqlid dalam bidang akidah ini
menyebabkan kekufuran para penyembah berhala dan golongan kafir lainnya. Mereka
tidak mau menggunakan akal pikiran mereka dalam menentukan tuhan yang berhak
disembah. Dalam beragama, mereka hanya mengikuti keyakinan nenek moyang mereka
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَاِذَا
قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا
وَجَدْنَا عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَاۗ اَوَلَوْ كَانَ
الشَّيْطٰنُ يَدْعُوْهُمْ اِلٰى
عَذَابِ السَّعِيْرِ
Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang diturunkan
Allah”, mereka menjawab, “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami
dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun setan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang
menyala-nyala ?. (Q.S. Luqman: 21)
Dengan pertimbangan ini, sebagian ulama
mentahqiqkan tidak sah iman dengan cara taqlid.
4.
Kausalitas ‘adiy
Sedangkan kausalitas ‘adiy adalah
ثبوت التلازم بين أمر وأمر وجودا ًوعدما ًبواسطة التكرار
Menetapkan talazum antara dua perkara,
baik wujudnya maupun ketiadaannya, karena
faktor terjadi berulang-ulang.
Artinya hubungan dua perkara yang tidak
pernah terpisah satu sama lainnya, karena pada kasat mata keduanya sering
muncul secara berulang-ulang, seperti wujud api dan membakar. Kapan saja ada
api, maka dipastikan ada membakar. Keyakinan ini menjadi sumber kekufuran kaum
al-Thubaai’iin (yang berkeyakinan semua yang terjadi di alam ini berjalan
sesuai dengan tabi’atnya/hukum alam) dan sebagian kaum muslim yang menjadi
pengikut mereka. Mereka berkeyakinan makanlah yang menyebabkan kenyang, minum
yang menyebabkan lepas dari dahaga dan lain-lain, baik dengan sebab tabi’atnya
atau dengan sebab suatu kekuatan yang diberikan Allah pada benda tersebut.
5.
Jahl murakkab (kebodohan
berlipat ganda)
yaitu
بأن يجهل الحق ويجهل جهله به.
Kebodohan suatu kebenaran dan kebodohan bahwa
dia dihinggapi kebodohan
Disebut bodoh berlipat ganda, karena ada
dua kebodohan di sini, pertama: kebodohan (tidak mempunyai ilmu) terhadap
sesuatu, kedua: kebodohan (tidak tahu) bahwa dia bodoh. Dari jahl murakkab ini
banyak muncul keyakinan kufur dan bid’ah tercela dalam akidah. Mereka susah
mendapatkan kebenaran, karena mereka dihinggapi kebodohan dan tragisnya mereka
tidak tahu bahwa mereka ada penyakit kebodohan tersebut. Contohnya, keyakinan ada
ta’tsir (dapat memberi bekas) benda-benda falakiyah seperti akal sepuluh dan bintang-bintang
dalam kajian filsafat klasik.
6.
Hanya berpegang pada
dhahir al-Kitab dan al-Sunnah pada pokok-pokok ‘aqaid tanpa memperhatikan
dalil-dalil yang qath’i, baik dalil ‘aqli maupun syar’i serta tanpa mempertimbangkan
uslub-uslub dan norma-norma Bahasa Arab. Dari keyakinan seperti ini, muncullah
golongan hasyawiyah (golongan mujassimah) yang berkeyakinan bahwa Allah berada
pada suatu arah atau Allah ada dilangit. Karena beramal dengan dhahir al-Kitab
dan al-Sunnah tanpa menggunakan akal pikiran dan dalil-dalil syar’i lainnya
yang bersifat qath’i.
Imam al-Sanusi telah menyebut enam sumber kekufuran dan bid’ah
diatas serta penjelasannya dalam kitab beliau, Umm al-Baraahin (Hasyiah al-Dusuqi
‘ala Umm al-Barahin: 217-219). Imam al-Syarqawi juga telah mengutip enam sumber
kekufuran dan bid’ah ini dari kitab Imam al-Sanusi yang lain, yaitu
al-Muqaddimaat. (Hasyiah al-Syarqaawi ‘ala al-Hudhudiy: 87)