Di antara penyakit akhir zaman yang sering tidak disadari manusia
adalah ingin terpandang, gila pujian dan haus popularitas. Sudah bukan rahasia
lagi ramai orang-orang mengejar keterkenalan, ingin masyhur dan populer di mata
manusia. Apalagi kemajuan zaman menghadirkan media sosial, hampir semua memuat cerita
berbangga-bangga dengan popularitas dan kemasyhuran demimendapat pujian dari
manusia. Penyakit ini hampir merata di setiap golongan manusia. Mungkin kita
bisa memaklumi kalau ini muncul di kalangan artis dan selebriti, tapi ini sudah
merambah ke pejabat negara, politisi, orang kaya dan profesi-profesi lainnya.
Bahkan yang sangat disayangkan pengakit gila pujian ini turut merambah kalangan
intelektual, pendakwah dan profesi-profesi mulia lainnya. Tidak dapat
dimungkiri, manusia pasti memiliki keinginan untuk dipuji oleh orang lain atas
kebaikan yang dilakukan atau keberhasilan yang telah diraih. Selain itu,
manusia juga kerap memuji kebaikan atau keberhasilan orang lain. Memang pujian kadang-kadang
dapat memberikan dampak yang positif bagi si penerima. Namun, sering sekali
pujian itu justru menjerumus seseorang dalam keangkuhan dan tidak mengenal lagi
jati dirinya. Pujian dapat diibaratkan seperti madu dan racun, karena terasa
manis di mulut ketika diucapkan tetapi mengandung racun yang dapat membuat
orang yang dipuji menjadi ria dan melupakan jati dirinya. Karena itu tidak
heran jika Ibnu Hajar al-Haitamy memasukkan sikap suka dipuji ini sebagai dosa
besar apabila pujian itu dengan suatu yang tidak dilakukannya. (al-Zawaajir ‘an
Iqtiraf al-Kabair: I/129).
Seorang ulama salaf, Imam al-Auza’i mengajarkan kita agar bersikap
waspada terhadap pujian orang, beliau pernah
berkata: “Apabila seseorang memuji orang lain di depannya, maka hendaknya berdoa:
اللَّهُمَّ
أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ
اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ
تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku
sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku.
Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah
aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku
dengan perkataan mereka (H.R. al-Baihaqi dalam Syu’b al-Iman).
Dalam sebuah hadits al-Miqdad berkata:
أمرنا رسول
الله صلى الله عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب
Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah
orang-orang yang memuji.(H.R. Muslim)
Ibnu Abbas pernah berkata:
حب ثناء من الناس يعمي و يصم
Suka sanjungan dari manusia dapat menjadi
buta dan tuli (H.R. al-Dailamiy)
Sebab-sebab suka dipuji
Terdapat berbagai hal yang mampu membangkitkan jiwa seseorang
menjadi gila pujian. Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam al-Ghazali menyebutkan
setidaknya empat hal yang dapat menyebabkan seseorang gila pujian. Keempat
penyebab itu adalah:
Pertama; Merasa sempurna
Melalui narasi ini, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa merasa
sempurna merupakan sebab utama yang membuat seseorang suka dipuji. Sebagaimana
dimengerti, bahwasanya kesempurnaan ialah hal yang disukai oleh setiap orang,
dan setiap perkara yang disenangi tentunya akan menjadi suatu yang dinikmati.
Sehingga tatkala seseorang merasakan bahwa dirinya dilingkupi dengan
kesempurnaan, maka ia akan merasa nyaman dan merasa pantas untuk mendapatkan
pujian. Karena itu, menghadapi pujian seperti ini apabila yang memuji itu benar,
maka hendaknya dicamkan dalam hati bahwa kegembiraan tersebut lantaran
kesempurnaan merupakan anugerah dari Allah Ta’ala. Adapun apabila yang memuji
tersebut berdusta, maka ini tentu bukan sesuatu yang harus ditanggapi dengan
gembira dan seharusnya pujian tersebut merupakan sesuatu yang menyusah orang
yang dipuji.
Kedua; Menguasai hati orang lain
Memang tidak bisa dinafikan bahwa pujian itu dapat menjadi cerminan
atas kecondongan hati seseorang. Karena seseorang yang suka dengan orang lain,
maka ia akan banyak memuji orang itu. Begitu pun sebaliknya, lazimnya manusia
juga merasa bahagia tatkala ia telah menguasai hati seseorang. Sehingga, ketika
seseorang dapat merebut perhatian orang lain, maka hatinya akan merasakan
sebuah kepuasan. Rasa senang atas pujian ini pun akan semakin membesar tatkala
pujian itu meluncur dari orang yang memiliki pengaruh atau kekuasaan. Begitu
juga akan melemah apabila pujian yang terlontar itu berasal dari orang yang
menurutnya biasa saja. Mengobatinya dengan cara memutus harapan dari manusia
dan hendaknya istiqamah dalam selalu berharap mendapat posisi mulia di sisi
Allah Ta’ala. Hendaknya selalu ada keyakinan bahwa senang memperoleh posisi
mulia di sisi manusia, kelak akan menjauhkan posisi mulia di sisi Allah Ta’ala.
Ketiga; Terperangkap dengan pujian
Pujian akan semakin melenakan apabila pujian itu berasal dari orang
yang memperhatikannya dan biasa memujinya. Terlebih ketika pujian disampaikan
di depan publik. Dalam keadaan tersebut, pujian baginya akan terasa nikmat.
Sedangkan apabila sedikit saja ia dicaci, maka cacian itu akan terasa sangat
menyakitkan, meski sebenarnya sesuai dengan kenyataan.
Keempat; Merasa terhormat dengan pujian
Lancarnya lidah untuk memuji itu adakalanya karena kemauan sendiri,
juga adakalanya karena terpaksa. Tetapi meski pujian itu terlepas dari orang
yang terpaksa, pujian itu tetap enak didengar di telinga dan di hati orang yang
dipuji. Adapun respons yang ditampakkan oleh orang yang dipuji biasanya ialah
dengan muncul perasaan merasa terhormat. Tatkala rasa ini terasa nikmat
baginya, maka ia akan terus berharap rasa ini datang lagi sebagaimana
sebelumnya.
Keempat sebab di atas sangat mungkin untuk berkumpul menjadi satu,
juga dapat menjadi penyebab secara terpisah. Apabila keempat sebab itu
berkumpul menjadi satu, maka pujian akan semakin terasa nikmat di hati
seseorang. (Ihya ‘Ulumuddin: III/287)
Akibat negatif pujian
Menurut Imam Ghazali, pujian itu bisa mendatangkan enam dampak
negatif: empat kepada pemujinya, dan dua kepada yang dipuji.
Bahaya bagi yang memberi pujian
1. Orang yang memberi pujian cenderung berlebihan dalam memuji, hingga
kadang dengan berbohong, apalagi jika ada maunya.
2. Orang yang memuji belum tentu menyenangi orang yang dipujinya. Dia
hanya menunjukkan senang sesaat dan ada maksud atau harapan tertentu. Akibatnya
bisa jatuh pada kemunafikan
3. Sering terjadi, orang yang memuji tidak tahu betul tentang orang
orang yang dipujinya sehingga timbul pujian pujian semu.
4. Bisa jadi yang dipuji itu sebenarnya adalah orang zalim atau orang
fasik dan ini dilarang. Sebab jika orang zhalim atau orang fasik dipuji maka
yang memuji telah ikut mendorongnya untuk meneruskan kezhaliman dan
kefasikannya.
Bahaya bagi yang menerima pujian
1. Bisa mendatangkan ujub dan sombong bagi yang dipuji. Ujub dan
sombong adalah dua penyakit hati yang berbahaya. Pemicu penyakit ujub dan
sombong ini salah satunya pujian yang tidak disikapi secara baik. Seseorang
yang memiliki dua jenis penyakit ini maka pada gilirannya akan sulit menerima
kebenaran dan akhirnya meremehkan orang lain.
2. Bisa menimbulkan sikap lemah. Seseorang yang dipuji umumnya akan
berbesar hati dan merasa sudah lebih dari orang lain. Akibatnya bisa melemahkan
semangatnya untuk memperbaiki diri. Padahal yang dipujikan kepadanya belum
tentu benar semua.
(Ihya
‘Ulumuddin: III/160)
Wallahua’lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar