Kamis, 23 Oktober 2025

Gila pujian penyakit membutakan hati

 

Di antara penyakit akhir zaman yang sering tidak disadari manusia adalah ingin terpandang, gila pujian dan haus popularitas. Sudah bukan rahasia lagi ramai orang-orang mengejar keterkenalan, ingin masyhur dan populer di mata manusia. Apalagi kemajuan zaman menghadirkan media sosial, hampir semua memuat cerita berbangga-bangga dengan popularitas dan kemasyhuran demimendapat pujian dari manusia. Penyakit ini hampir merata di setiap golongan manusia. Mungkin kita bisa memaklumi kalau ini muncul di kalangan artis dan selebriti, tapi ini sudah merambah ke pejabat negara, politisi, orang kaya dan profesi-profesi lainnya. Bahkan yang sangat disayangkan pengakit gila pujian ini turut merambah kalangan intelektual, pendakwah dan profesi-profesi mulia lainnya. Tidak dapat dimungkiri, manusia pasti memiliki keinginan untuk dipuji oleh orang lain atas kebaikan yang dilakukan atau keberhasilan yang telah diraih. Selain itu, manusia juga kerap memuji kebaikan atau keberhasilan orang lain. Memang pujian kadang-kadang dapat memberikan dampak yang positif bagi si penerima. Namun, sering sekali pujian itu justru menjerumus seseorang dalam keangkuhan dan tidak mengenal lagi jati dirinya. Pujian dapat diibaratkan seperti madu dan racun, karena terasa manis di mulut ketika diucapkan tetapi mengandung racun yang dapat membuat orang yang dipuji menjadi ria dan melupakan jati dirinya. Karena itu tidak heran jika Ibnu Hajar al-Haitamy memasukkan sikap suka dipuji ini sebagai dosa besar apabila pujian itu dengan suatu yang tidak dilakukannya. (al-Zawaajir ‘an Iqtiraf al-Kabair: I/129).

Seorang ulama salaf, Imam al-Auza’i mengajarkan kita agar bersikap waspada  terhadap pujian orang, beliau pernah berkata: “Apabila seseorang memuji orang lain di depannya, maka hendaknya  berdoa:

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka (H.R. al-Baihaqi dalam Syu’b al-Iman).

 

Dalam sebuah hadits al-Miqdad berkata:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب

Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.(H.R. Muslim)

 

Ibnu Abbas pernah berkata:

حب ثناء من الناس يعمي و يصم

Suka sanjungan dari manusia dapat menjadi buta dan tuli (H.R. al-Dailamiy)

 

Sebab-sebab suka dipuji

Terdapat berbagai hal yang mampu membangkitkan jiwa seseorang menjadi gila pujian. Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam al-Ghazali menyebutkan setidaknya empat hal yang dapat menyebabkan seseorang gila pujian. Keempat penyebab itu adalah:

Pertama; Merasa sempurna

Melalui narasi ini, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa merasa sempurna merupakan sebab utama yang membuat seseorang suka dipuji. Sebagaimana dimengerti, bahwasanya kesempurnaan ialah hal yang disukai oleh setiap orang, dan setiap perkara yang disenangi tentunya akan menjadi suatu yang dinikmati. Sehingga tatkala seseorang merasakan bahwa dirinya dilingkupi dengan kesempurnaan, maka ia akan merasa nyaman dan merasa pantas untuk mendapatkan pujian. Karena itu, menghadapi pujian seperti ini apabila yang memuji itu benar, maka hendaknya dicamkan dalam hati bahwa kegembiraan tersebut lantaran kesempurnaan merupakan anugerah dari Allah Ta’ala. Adapun apabila yang memuji tersebut berdusta, maka ini tentu bukan sesuatu yang harus ditanggapi dengan gembira dan seharusnya pujian tersebut merupakan sesuatu yang menyusah orang yang dipuji.

Kedua; Menguasai hati orang lain

Memang tidak bisa dinafikan bahwa pujian itu dapat menjadi cerminan atas kecondongan hati seseorang. Karena seseorang yang suka dengan orang lain, maka ia akan banyak memuji orang itu. Begitu pun sebaliknya, lazimnya manusia juga merasa bahagia tatkala ia telah menguasai hati seseorang. Sehingga, ketika seseorang dapat merebut perhatian orang lain, maka hatinya akan merasakan sebuah kepuasan. Rasa senang atas pujian ini pun akan semakin membesar tatkala pujian itu meluncur dari orang yang memiliki pengaruh atau kekuasaan. Begitu juga akan melemah apabila pujian yang terlontar itu berasal dari orang yang menurutnya biasa saja. Mengobatinya dengan cara memutus harapan dari manusia dan hendaknya istiqamah dalam selalu berharap mendapat posisi mulia di sisi Allah Ta’ala. Hendaknya selalu ada keyakinan bahwa senang memperoleh posisi mulia di sisi manusia, kelak akan menjauhkan posisi mulia di sisi Allah Ta’ala.

Ketiga; Terperangkap dengan pujian

Pujian akan semakin melenakan apabila pujian itu berasal dari orang yang memperhatikannya dan biasa memujinya. Terlebih ketika pujian disampaikan di depan publik. Dalam keadaan tersebut, pujian baginya akan terasa nikmat. Sedangkan apabila sedikit saja ia dicaci, maka cacian itu akan terasa sangat menyakitkan, meski sebenarnya sesuai dengan kenyataan.

Keempat; Merasa terhormat dengan pujian

Lancarnya lidah untuk memuji itu adakalanya karena kemauan sendiri, juga adakalanya karena terpaksa. Tetapi meski pujian itu terlepas dari orang yang terpaksa, pujian itu tetap enak didengar di telinga dan di hati orang yang dipuji. Adapun respons yang ditampakkan oleh orang yang dipuji biasanya ialah dengan muncul perasaan merasa terhormat. Tatkala rasa ini terasa nikmat baginya, maka ia akan terus berharap rasa ini datang lagi sebagaimana sebelumnya.

Keempat sebab di atas sangat mungkin untuk berkumpul menjadi satu, juga dapat menjadi penyebab secara terpisah. Apabila keempat sebab itu berkumpul menjadi satu, maka pujian akan semakin terasa nikmat di hati seseorang. (Ihya ‘Ulumuddin: III/287)

Akibat negatif pujian

Menurut Imam Ghazali, pujian itu bisa mendatangkan enam dampak negatif: empat kepada pemujinya, dan dua kepada yang dipuji.

Bahaya bagi yang memberi pujian

1.  Orang yang memberi pujian cenderung berlebihan dalam memuji, hingga kadang dengan berbohong, apalagi jika ada maunya.

2.  Orang yang memuji belum tentu menyenangi orang yang dipujinya. Dia hanya menunjukkan senang sesaat dan ada maksud atau harapan tertentu. Akibatnya bisa jatuh pada kemunafikan

3.  Sering terjadi, orang yang memuji tidak tahu betul tentang orang orang yang dipujinya sehingga timbul pujian pujian semu.

4.  Bisa jadi yang dipuji itu sebenarnya adalah orang zalim atau orang fasik dan ini dilarang. Sebab jika orang zhalim atau orang fasik dipuji maka yang memuji telah ikut mendorongnya untuk meneruskan kezhaliman dan kefasikannya.

Bahaya bagi yang menerima pujian

1.  Bisa mendatangkan ujub dan sombong bagi yang dipuji. Ujub dan sombong adalah dua penyakit hati yang berbahaya. Pemicu penyakit ujub dan sombong ini salah satunya pujian yang tidak disikapi secara baik. Seseorang yang memiliki dua jenis penyakit ini maka pada gilirannya akan sulit menerima kebenaran dan akhirnya meremehkan orang lain.

2.  Bisa menimbulkan sikap lemah. Seseorang yang dipuji umumnya akan berbesar hati dan merasa sudah lebih dari orang lain. Akibatnya bisa melemahkan semangatnya untuk memperbaiki diri. Padahal yang dipujikan kepadanya belum tentu benar semua.

(Ihya ‘Ulumuddin: III/160)

   Wallahua’lam bisshawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar