Minggu, 01 Mei 2011

Hukum memanfaatkan agunan gadai

Gadai (rahn) adalah menjadikan benda (harta) yang boleh djual sebagai jaminan utang yang dapat dibayar dengannya ketika hutang tidak dapat ditunai.1 Berdasarkan devinisi di atas, dipahami bahwa agunan merupakan harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya. Gadai disyariatkan dalam Islam, sesuai dengan firman Allah :
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ
Artinya : Jika kalian dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sementara kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).(Q.S. al-Baqarah : 283).

dan hadits Nabi SAW :
اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا بِنَسِيئَةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
Artinya : Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau mengagunkan baju besinya.”(HR Bukhari).2

Akad ar-rahn merupakan tawtsîq bi ad-dayn, yaitu agar al-murtahin percaya untuk memberikan utang (pinjaman) atau bermuamalah secara tidak tunai dengan ar-râhin. Tentu saja itu dilakukan pada saat akad utang (pinjaman) atau muamalah kredit. Pemberi pinjaman (murtahin) tidak boleh mengambil manfaat atas barang agunan tersebut. Lebih jelasnya berikut adalah pendapat ulama mengenai hukum pemanfaatan agunan gadai oleh pemberi pinjaman (murtahin)
1.Berkata Imam Nawawi :
“Jika syarat tersebut memberi manfaat kepada pemberi pinjaman dan memudharatkan peminjam, seperti syarat manfaat agunan atau kelebihannya untuk pemberi pinjaman, maka batal syarat dan demikian juga akad gadai menurut pendapat yang lebih dhahir”.3
2.Berkata al-Bakri ad-Damyathi :
“Sesungguhnya manfaat agunan seperti mendiami rumah dan menggunakan kenderaan adalah hak sipemimjam.”4

Pendapat di atas berdasarkan dalil antara lain :
1. Hadits Nabi SAW :
لَا يَغْلَقُ اَلرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ اَلَّذِي رَهَنَهُ, لَهُ غُنْمُهُ, وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ
Artinya : Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang telah mengagunkannya. Ia berhak atas kelebihan (manfaat)-nya dan wajib menanggung kerugian (penyusutan)-nya.”(H.R. Daraquthni dan Hakim)5

Mengomentari hadits di atas, Darulquthni mengatakan :
“Isnad ini hasan dan muttashil (bersambung)”6

3.Hadits Nabi SAW :
كل قرض جر منفعة فهو ربا
Artinya : Setiap utang yang memberlakukan manfaat adalah riba.

Menurut penjelasan Zainuddin al-Malibary, hadits ini dha’if, namun dikuatkan dengan datang maknanya dari satu jama’ah dari sahabat.7 Menurut keterangan pengarang kitab Nihayah hadits ini marfu’ tetapi dengan sanad dha’if. Tetapi al-Imam dan al-Ghazali telah mentashihkan marfu’nya. Baihaqi meriwayat maknanya dari satu jama’ah para sahabat.8

DAFTAR PUSTAKA
1.Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal.54
2.Bukhari, Shahih Bukhari, Dar Thauq an-Najh, Juz. III, Hal. 62, No. Hadits : 2096
3.An-Nawawi, Minhaj at-Thalibin, dicetak pada hamisy Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal.261
4.Al-Bakri ad-Damyathi, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal.57
5.Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulugh al-Maram, Hal.183
6.Imam al-Nawawi, Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. XIII, Hal. 228
7.Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz.III, Hal.53
8.Al-Bakri ad-Damyathi, I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz.III, Hal.53

25 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. memanfaatkan barang gadai menjadi Halal apabila tidak terdapat syarat pada waktu akat.{tolong penjelasannya} contohnya saya menggadaikan sepetak kebun kelapa saya kepada seseorang seharga 10 mayam emas.otomatis didaerah kami buah kelapa dan hasil kebun lainnya menjadi milik dia.selama saya tidak melunasi 10 mayam emas dalam waktu yang tidak ditentukan.tapi kami sama2 ikhlas.mohon penjelasannya.semoga ustad dalam keadaan sehat selalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. dalam mazhab syafi'i, yang menjadi ukuran dalam sebuah akad adalah lafazh yang diucapkan dalam akad. karena itu kalau ada kesepakatan2 di luar akad, maka tidak ada pengaruhnya terhadap hukum akad itu sendiri. dan apa yg diucapkan atau kesepakatan2 diluar akad tidak mesti dipenuhi.

      2. karena itu, kasus yg terjadi di daerah saudara tersebut tidak membatalkan gadai selama persyaratan tersebut tidak disebut dalam akad. namun kebiasaan mengambil mamfaat hasil kebun oleh pemilik uang boleh saja tidak dipenuhi oleh pemilik kebun dan tetapi juga boleh mengizinkan nya. namun yang pasti pemberian izin itu tidak cukup dengan adanya akad gadai.

      wassalam

      Hapus
  3. maaf Tgk.... poin ke 2 penjelasan Tgk dalam kalimat:: namun yg pasti pemberian izin itu tidak cukup dengan adanya akad gadai..jadi menurut hukum sistem Gadai di daerah kami halal apa haram..karna apabila saya tidak memberi izin mengambil hasil kebun tidak ada orang yang mau menggadaikan. karena saya butuh sekali uang makanya sama2 ikhlas...wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya halal kalau diizin atau diikhlaskan oleh pemilik kebun tersebut, tetapi izinnya tidak diucapkan dalam akad (transaksi gadai).

      Hapus
  4. assamu'alaikum Tgk
    Menurut pemahaman saya dari komentar2 di atas Halal dan Haram terletak pada lafaz yg kita ucapkan.. Yg menggadai ikhlas hasil kebunnya di ambil oleh yg gadai begitu juga pihak yg gadai dia mau membantu memberi utang emas karna secara kebiasaan hasil kebun untuk dia.Tapi jangan di ucapkan atau di tulis dalam surat gadai.
    Di daerah saya ada Tgk2 yang bilang tetap HARAM karna kata2 ikhlas atau rela karna sebab,begitu juga pihak yg gadai dia mau bantu karna ada keuntungan dgn mengambil hasil kebun,meskipun tdk lafaz dlm akad.
    Tapi ada juga Tgk2 yang bilang HALAL.
    Saya yg bodoh ini jadi bingung..
    Wassalam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. bagi orang awam yang tidak mengerti dalil2 suatu hukum, maka mngikuti saja (taqlid) kepada orang alim yang dia percaya. nah dari ulama 2 yang berfatwa tenttang ini, mana yang lebih anda percaya keilmuwannya, maka ikut saja beliau itu.

      2, standar lebih dipercaya itu adalah mana yg lebih alim dan yang lebih shaleh

      Allah berfirman : "Tanyalah kepada yang tahu, jika engkau tidak tahu."

      wassalam

      Hapus
    2. assalamu'alaikum Tgk
      Apakah hukum melafazhkan akad dan kapan kita melafazhkannya??
      seseorang menggadaikan sepetak kebun kelapanya kepada kita seharga 20juta,lalu kita buat surat yang mana menyatakan memafaatkan kebun tersebut beserta dengan isinya untuk kita lalu di tandatangani oleh kita dia dan 2 orang saksi.pertanyaan saya apakah dengan menandatangani surat tersebut beserta dengan syarat2nya sudah bisa dikatakan berakad tampa lafazh ijab kabul??
      penjelasan Tgk sangat di harapkan

      Hapus
    3. menjadi ijab dan qabul apabila waktu ditandatangani diniatkan sebagai akad jual beli. kalau tidak ada niat sama sekali atau diniat bukan jualbeli, maka tidak sah sebagai ijab qabul

      Hapus
    4. tulisan menjadi lafazh kinayah (tidak terang) kepada ijab qabul. karena itu perlu niat

      Hapus
  5. assalamu'alaikum Tgk
    Mungkin pertanyaan ini udah pernah di bahas sebelumnya.
    Bagaimanakah hukum ASURANSI. Wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. ansuransi yang banyak berkembang sekarang ini, pada umumnya adalah haram, karena mengandung gharar (tipuan)
      'wassalam

      Hapus
  6. assalamu'alaikum Tgk
    Terimakasih atas penjelasannya
    Bagaimanakah menerima santunan uang dari asuransi dengan sebab saudara kita meninggal akibat kecelakaan bus atau pesawat.
    Bolehkah bekerja di perusahaan asuransi.penjelasan Tgk sangat berguna bagi saya.
    Wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. apabila kita berpendapat asuransi adalah haram, maka semua pendapatan yang dihasilkan dari asuransi adalah haram. keharaman asuransi disebabkan ada unsur gharar (tipuan /untung2an). untung2an di sini dapat kita lihat dari misalnya dari asuransi kecelakaan. kalau tidak ada kecelakaan /musibah terbakar rumah misalnya dalam batas tertentu, maka uang premi (angsuran bulanan) menjadi hangus, sebalikknya kalau ada kecelakaan, maka kita mendapat imbalan melebihi dari uang premi yang pernah kita setor. jadi ini namanya gharar.

      2. dengan demikian, menerima santunan dan bekerja pada asuransi seperti gambaran di atas adalah haram. bekerja diharamkan karena turut membantu perbuatan haram

      wassalam

      Hapus
    2. catatan :
      belakang ini ada asuransi yang menggunakan label islami, namun kami sampai sejauh ini belum memahami bagaimana cara kerja asuransi ini.
      wallhua'lam

      Hapus
  7. assalamu'alaikum...Tgk
    Sebelumnya saya minta maaf.
    Maksut saya saudara kita beli tiket pesawat dari Banda aceh tujuan Bali,dalaam perjalanan pesawatnya jatuh ke laut,pihak asuransi memberi santunan uang Rp100 juta kepada ahli waris orang yg meninggal dalam kecelakaan pesawat itu.jadi bukan sistem premi.
    Bagaimanakah hukum pihak yang menerima uang dari asuransi itu.
    Wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. terus terang kami tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai cara kerja asuransi seperti kecelakaan pesawat dgn memberi santunan kepada penumpang yang mengalami kecelakaan.

      2. kami menduga premi asuransi tersebut dibayar oleh perusahaan penerbangan. kemudian pihak perusahaan membebani pembayaran tersebut kepada penumpang pesawat dengan melebihkan harga tiket di atas harga yang semestinya. jadi penumpang tidak merasakan ada pembayaran premi tersebut dibebankan pada dirinya. kalau ini benar, maka ini masih termasuk dalam asuransi yang ada unsur gharar di atas. karena perusahaan asuransi tentu tidak mau membayar santunan tersebut kalau dia tidak mendapat untung yaitu dari premi yang telah kami sebutkan itu.

      3. untuk memudah saudara, sebuah akad asuransi dapat diharam apabila ada unsur untung2an /gharar dan kalau tidak ada unsur tersebut, maka tidak haram

      wassalam

      Hapus
    2. Mungkin saya bisa menjelaskan Tgk.

      Untuk kecelakaan premi asuransi dibayar oleh orang yang bersangkutan pengguna jasa trasportasi dengan dilebihkan tarifnya oleh pihak perusahaan dan pihak perusahaan hanya sebagai penyetor ke asuransi tersebut dalam hal ini PT. Jasa Raharja, atas nama perusahaannya walau itu sebenarnya uang penumpangnya, jadi yg dia bayar tiket itu biaya trasportasi+premi asuransi, dan jika dalam perjalanan tersebut tidak terjadi kecelakaan maka premi asuransi tersebut tidak dikembalikan, tapi jika terjadi kecelakaan maka pihak asuransilah yang membayar kepada korban/keluarganya sesuai tingkat musibahnya seperti kematian, luka-luka, atau hilang anggota tubuh berbeda nilai bayarnya.

      Yang selanjutnya, coba perhatikan di STNK kendaraan kita bagian Pajaknya. Di kolom angka pembayaran ada salah satunya pembayaran SWDKLLJ. nah, itu kita setiap tahun perpanjang pajak kendaraan membayar premi asuransi kepada pihak PT. Jasa Raharja. Jika kendaraan kita mengalami kecelakaan, maka kita dan penumpang akan menerima santunan jika ada yang mengurus berkasnya ke pihak PT. Jasa Raharja. Andai selama kita gunakan kendaraan tersebut tidak pernah kecelakaan sampai kita jual atau hilang di curi maling, maka tidak ada pengembalian/pembayaran apapun.

      Hapus
    3. terima kasih info nya, mudah2an ini dapat lebih terang masalah ansuransi ini

      Hapus
  8. assalamu'alaikum...
    Apabila asuransi kecelakaan pesawat seperti yg saya ceritakan di atas menurut saya yg awam ini tidak terdapat unsur untung2ngan,meskipun premi asuransi sudah di bayar perusahaan lewat harga tiket.karna peraturan naik pesawat/bus harus beli tiket.
    Bagaimana menurut pendapat Tgk.mohon maaf bukan maksut saya ingin berdebat,tapi mencari ketetapan hukum agar kita terhindar dari makan uang riba.
    Wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. untung2an pada kasus tersebut ada pada akad yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan dengan perusahaan asuransi.meskipun penumpang tidak tahu menahu soal itu.

      2. dengan demikian, maka santunan itu berasal dari keuntungan asuransi yang akadnya ada unsur untung2an. jadi uang yang dikasih sbg santunan adalah berasal dari uang yang berasal dari akad haram.

      Hapus
  9. assalamu'alaikum...Tgk
    Menurut penjelasan Tgk di atas Bagaimana juga dengan asuransi ASKES dan JAMSOSTEK apakah juga haram karna uang premi udah di potong dari gaji.
    Wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. seandainya semua jumlah premi tersebut dikembalikan apabila jangka waktu tiba, maka itu tidak ada unsur untung2an. adapun kemudah2an yang diberikan selama mengikuti asuransi tersebut, maka dapat dianggap sebagai hadiah dari perusahaan. maka apabila seperti ini tentu tidak haram

      2. adapun apabila sejumlah uang premi tersebut dapat hangus apabila tidak terjadi misalnya sakit, maka tentu di sini ada untung2an. unsur untung2an di sini adalah apabila dalam jangka waktu tertentu peserta asuransi tidak sakit sama sekali, maka tentu peserta rugi saja membayar premi, karena premi tersebut hangus dan apabila dia kebetulan sakit, maka dia diuntung2kan, karena mendapat pelayanan kesehatan dimana kadang2 melebihi dari jumlah premi yang dia bayar.

      wassalam

      Hapus
  10. assalamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh.
    wah perbincangannya sangan menarrik, menimbulkan kata tanya di benak saya..Tgk saya ingin bertanya mengenaii hukum jaminan, tapi bukan jaminan gadai. yang dapat saya tangkap dari maqolah di atas jaminan hanya ada pada akad rahn/gadai. lalu bagaimana dengan jaminan yang diwajibkan pada setiap transaksi di bank konvensional dan bahkan juga bank syariah, bagaimana hukum jaminan tersebut menurut Tgk? adakah ini bertentangan dengan penddapat ulama klasik?

    jawaban dan penjelasan Tgk sangat sangat dinanti untuk mengobati tanya yang berklebat di pikiran saya ..terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. sepengetahuan kami, jaminan pada bank konvensional dan juga pada bank syariah merupakan jaminan hutang. karena itu , maka ia termasuk rahan/gadai. di atas sudah kami jelaskan yg dimaksud dgn rahan adalah menjadikan benda (harta) yang boleh djual sebagai jaminan utang yang dapat dibayar dengannya ketika hutang tidak dapat ditunai.

      2. sejauh yg kami ketahui benda gadaian pada bank, tidak ambil manfaatnya oleh bank, tetapi hanya dijadikan sebagai jaminan hutang. Melihat dari sisi ini, maka jaminan pada bank tidak bermasalah menurut fiqh.

      wassalam

      Hapus