Selasa, 14 Juli 2015

Syahid Akhirat



Assalamu"alaikum,apkah bnr yg nmnya pahala syahid(mninggal krna musibah,tsunami,kclkaan atau musibah yg lainnya tp disaat lg jln bnr bukn lg dijln mksiat).mka dikubur TDK akan disiksa.tapi klo mati syahid.baik kubur atau akhirat TDK dpt siksa sama skli,lgsung surganya ALLAH.WALLAHU"ALAM

Jawaban:
Wa’alaikumussalam
1.    Imam al-Subki menjelaskan bahwa para ulama membagi orang syahid itu dalam tiga kelompok, Pertama ; syahid pada dunia dan akhirat, Kedua ; syahid pada dunia tidak pada akhirat, Ketiga ; sebaliknya (syahid pada akhirat tidak pada dunia). Selanjutnya beliau mengatakan bahwa syahid pada dunia dan akhirat adalah orang yang terbunuh dalam peperangan melawan kafir karena meninggikan kalimat Allah dengan kesabaran dan ikhlas serta bukan berperang dengan khianat yang hanya karena harta rampasan. Sedangkan syahid pada dunia, tidak pada akhirat adalah orang yang berperang melawan kafir karena riya atau membelakangi peperangan (sedangkan peperangan sedang berkecamuk) ataupun berperang dengan khianat yang hanya karena harta rampasan berperang dengan khianat yang hanya karena harta rampasan Kelompok kedua ini adakala tidak disebut syahid, meski dihukum syahid pada dunia ataupun disebut syahid, tetapi tidak ada pahala baginya.  Adapun syahid pada akhirat, tidak pada dunia adalah seperti orang mati karena terkena penyakit tha’un, mati karena sakit perut dan lain-lain. Kelompok ketiga ini di dunia hukumnya sama dengan orang biasa lainnya mati, dishalati dan dimandikan. Tidak sama hukumnya di dunia dengan orang syahid didunia, cuma mereka mendapatkan pahala syahid di akhirat.[1]

2.    Contoh lain dari orang syahid akhirat adalah orang yang mati karena tenggelam, mati karena penyakit lambung, mati karena sakit perut, mati karena terbakar, mati tertimpa reruntuhan dan perempuan mati karena melahirkan. Nabi SAW bersabda :
الشُّهَدَاءُ خمسة الْمَطْعُونُ، وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وصَاحِبُ الْهَدْمِ وشَهِيدٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : Orang syahid ada lima, yakni orang mati karena tha’un, mati karena sakit perut, mati karena tenggelam, mati tertimpa rerentuhan dan syahid pada peperangan di jalan Allah (H.R. al-Bukhari)[2]
Dalam Syarah Muslim disebut hadits riwayat Malik dalam al-Muwatha’ dari hadits Jabir bin ‘Atiik sebagai berikut :
الشُّهَدَاءُ سَبْعَةٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ :فذكر الْمَطْعُونُ ، وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقٌُ وصَاحِبُ الْهَدْمِ وصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ، وَالْحَرِقُ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ
Artinya : Syuhada’ (orang-orang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan Allah itu ada tujuh. Beliau menyebutkan korban wabah tha’un, mati karena sakit perut, mati tenggelam, mati karena tertimpa rerentuhan, penderita penyakit lambung,  korban kebakaran dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan  (H. R. Malik)

Al-Nawawi mengatakan hadits riwayat Malik ini shahih tanpa khilaf.[3]

3.    Diantara hadits Nabi SAW yang menjelaskan fadhilah jihad adalah sebagai berikut :
a.         Dari Dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
القتل في سبيل الله يكْفَرُ كُل شيئ إِلَّا الدَّيْنَ
Artinya : Seorang yang mati terbunuh di jalan Allah akan diampuni segala dosa-dosanya kecuali hutang.  (H.R. Muslim)[4]

b.      Dari Abdullah bin Abu Qatadah dari bapaknya, beliau berkata :
فقام رَجُلٌ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أرأيت إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَنِّي خَطَايَايَ ؟ فقَالَ له رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَعَمْ  إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وانت صَابِر مُحْتَسِب مُقْبِل غَيْر مُدْبِرٍ ثم َقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ قُلْتَ ؟ فقال أرأيت إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ ُ عَنِّي خَطَايَايَ ؟ فقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَعَمْ  إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وانت صَابِر مُحْتَسِب مُقْبِل غَيْر مُدْبِرٍ الا الدين فان جِبْرِيلُ قال لي ذالك
Artinya : ٍٍِSeorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW bertanya : “Ya Rasulullah bagaimana pendapatmu seandainya aku terbunuh di jalan Allah, apakah akan mengampuni semua dosaku?” Rasulullah menjawab : “Ya, jika kamu terbunuh di jalan Allah, sedangkan kamu dalam keadaan sabar dan ikhlas serta menghadapi musuh tanpa membelakanginya. Kemudian Rasulullah SAW mengatakan, “Bagaimana kamu mengatakan tadi?  Maka laki-laki tersebut menjawab kembali : “Bagaimana pendapatmu seandainya aku terbunuh di jalan Allah, apakah akan mengampuni semua dosaku? Rasulullah SAW menjawab : “Ya, jika kamu terbunuh di jalan Allah, sedangkan kamu dalam keadaan sabar dan ikhlas serta menghadapi musuh tanpa membelakanginya kecuali hutang. Demikian Jibril mengatakan kepadaku.”(H.R. Muslim)[5]

4.    Berdasarkan hadits riwayat Muslim di atas, maka dapat dipahami bahwa Allah akan mengampuni semua dosa orang syahid selain dosa karena tidak membayar hutang. Hal ini dikarenakan hutang merupakan hak anak Adam dan demikian juga hak-hak anak Adam lainnya seperti berbuat dhalim dan lain-lain. Dengan demikian, yang diampuni dosa hanya dosa karena hak Allah, baik dosa besar maupun dosa kecil seperti meninggalkan shalat, puasa atau lainnya. Al-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan :
“Adapun sabda Nabi SAW “kecuali hutang” mengisyaratkan kepada semua hak-hak anak Adam. Sedangkan yang diampuni itu hanyalah hak-hak Allah saja.”[6]

5.    Berdasarkan hadits riwayat Muslim di atas juga dapat dipahami bahwa syarat ampunan dosa jihad haruslah dengan sabar, ikhlas berperang karena meninggikan kalimat Allah, tidak membelakang perang yang sedang berkecamuk. Untuk mendapatkan pahala syahid, Imam al-Subki menyebut beberapa syaratnya, yakni :
a.       Peperangan yang dilakukan karena meninggikan kalimat Allah
b.      Tidak ghulul (berperang semata-mata untuk bersiasat mendapat harta rampasan)
c.       Sabar
d.      Ikhlas
e.       Tidak membelakang perang yang sedang berkecamuk.[7]

6.    Dengan mempedomani penjelasan di atas, maka dapatlah kita simpulkan di sini bahwa orang yang dianggap syahid di akhirat saja seperti mati karena tenggelam, contohnya mati karena tsunami di Aceh, untuk mendapatkan pahala syahid haruslah memenuhi syarat sabar dalam menghadapi musibah dan ikhlas karena Allah. Menurut hemat kami, ini meskipun sebelumnya orang yang mendapat musibah ini dalam keadaan berbuat maksiat. Karena yang dii’tibar adalah ketika dia mendapat musibah, bukan sebelumnya. Adapun syarat “a”, “b” dan “e” hanya terdapat pada orang yang berperang di jalan Allah melawan kafir.




[1] Al-Subki, Fatawa al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 344
[2] Al-Subki, Fatawa al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 353
[3] Imam al-Nawawi, Syarah Muslim, Muassisah Qurthubah, Juz. XIII, Hal. 92-93
[4] Mulla Ali al-Qary, Mirqaat al-Mafatih, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. VII, Hal. 340
[5] Mulla Ali al-Qary, Mirqaat al-Mafatih, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. VII, Hal. 339-340
[6] Al-Subki, Fatawa al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 349
[7] Al-Subki, Fatawa al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 343, 344, 346, dan 348

3 komentar: