Berikut pendapat ulama mengenai hukum mengasap kemenyan di rumah kematian
sebelum mayat dikebumikan, antara lain :
1.
Dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab
disebutkan :
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ عِنْدَهُ مِجْمَرَةٌ فِيهَا بَخُورٌ
تَتَوَقَّدُ مِنْ حِينِ يَشْرَعُ فِي الْغُسْلِ إلَى آخِرِهِ قَالَ صَاحِبُ
الْبَيَانِ قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُبَخِّرَ عِنْدَ
الْمَيِّتِ مِنْ حِينِ يموت لانه ربما ظهر منه شئ فَيَغْلِبُهُ رَائِحَةُ
الْبَخُورِ
“Dianjurkan
di sisi mayat ditaruh tempat bara api yang berisi kemenyan yang terbakar mulai
ketika masuk dalam mandi sampai selesai mandi. Pengarang al-Bayan mengatakan,
sebagian sahabat kita mengatakan : “Dianjurkan membakar kemenyan di sisi mayat
mulai ketika meninggal dunia, karena kadang-kadang dari mayat muncul bau,
dengan demikian maka baunya itu dapat dikalahkan oleh aroma kemenyan.”[1]
2.
Dalam Nihayah al-Zain disebutkan :
يكره اتباعها بنار في مجمرة او غيرها
الا لحاجة كبخور لدفع نتن او فتيلة لرؤية دفنه ليلا فلا كراهة وفي كلام بعضهم يندب
البخور عند الميت من وقت موته الى تمام دفنه
“Makruh mengikutkan mayat dengan api yang ada
dalam tempat bara api atau lainnya kecuali ada hajad seperti kemenyan untuk
menolak bau busuk atau obor untuk melihat penguburannya pada waktu malam, maka
tidak makruh. Dalam kalam sebagian ulama disebutkan : disunnatkan membuat
kemenyan di sisi mayat mulai waktu meninggal dunianya sampai sempurna penguburannya.”[2]
3.
Abu al-Husain al-Imrani al-Yamani
mengatakan dalam kitabnya, al-Bayan fi Mazhab al-Syafi’i :
ويستحب أن يبخر الكفن على مشجب أو عود لما روي أن النبي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قال: إذا جمرتم الميت ... فجمروه ثلاثًا ولأنه ربما ظهر من الميت
شيء، فيغلبه ريح البخور، ولهذا قال بعض أصحابنا: يستحب أن يبخر عند الميت من حين
يموت لهذه العلة
“Disunatkan mengasap kemenyan
kain kafan di atas gantungan pakaian atau kayu, karena hadits yang diriwayatkan
sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Apabila kamu mengasapkan kemenyan, maka
asapkanlah tiga kali dan juga karena kadang-kadang muncul dari mayat sesuatu
yang berbau, maka dengan ada asap kemenyan dapat mengalahkan baunya. Berdasarkan
ini, sebagian ulama sahabat kita berkata : “Disunnatkan mengasap dengan
kemenyan di sisi mayat mulai waktu kematian dengan sebab alasan ini.”[3]
Berdasarkan keterangan tiga kitab mu’tabar di atas, dapat disimpulkan
bahwa mengasap kemenyan di rumah kematian sebelum mayat dikebumikan merupakan
perbuatan sunnah dan dianjurkan dalam agama. Anjuran ini karena diqiyaskan kepada
anjuran mengasap kemenyan kain kapan jenazah yang dianjurkan berdasarkan hadits
Jabir bahwa Nabi SAW bersabda :
إذا جمرتم الميت فجمروه ثلاثًا
Artinya : Apabila kamu mengasapkan mayat (mengasap kafan mayat dengan kemenyan atau kayu
beraroma lainnya), maka asapkanlah tiga kali. (H.R. Ahmad, al-Hakim dan
al-Baihaqi)
Menurut Imam al-Nawawi, hadits ini telah diriwayat oleh Ahmad dalam
Musnadnya, al-Hakim dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqi dengan isnad shahih. Al-Hakim
mengatakan, hadits ini shahih atas syarat Muslim. Kemudian al-Nawawi mengatakan
pengertian ijmar adalah tabakkhur (mengasapkan dengan kemenyan
atau lainnya). al-Baihaqi mengatakan : Diriwayatkan dengan lafazh : "Asapkanlah kafan mayat" [4)
Pengqiyasan mengasap kemenyan di sisi mayat di rumah kematian kepada anjuran
mengasap kemenyan kain kapan jenazah dengan ‘illat-nya sama-sama untuk mengalahkan
bau tidak sedap atau bau busuk yang barangkali muncul sebagaimana dijelaskan
dalam kitab al-Bayan di atas.
Anjuran mengasap kemenyan di sisi mayat di rumah kematian juga dapat dialasankan
karena para malaikat menyukai aroma harum sebagaimana tidak menyukai bau busuk,
sehingga diharapkan malaikat muncul membawa rahmat kepada mayat. Adapun para malaikat
menyukai aroma harum dapat dipahami dari mafhum hadits berikut ini :
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ
أَكْلِ الْبَصَلِ وَالْكُرَّاثِ، فَغَلَبَتْنَا الْحَاجَةُ، فَأَكَلْنَا مِنْهَا، فَقَالَ:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا،
فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى، مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
Artinya : Dari Jabir
mengatakan Rasulullah SAW melarang makan bawang putih dan bawang merah, namun
kami dikalahkan oleh keinginan kami, maka kamipun memakannya, maka Rasulullah bersabda
: “Barangsiapa memakan sayuran berbau busuk ini, maka jangan mendekati masjid
kami. Sesungguhnya para malaikat terganggu dengan hal-hal yang dapat terganggu
manusia. (H.R. Muslim).[5]
[1] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab,
Cet. Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. V, Hal. 125
[2]
Al-Nawawi al-Jawi, Nihayah al-Zain, Cet. Dar al-Kutub
al-Islamiyah, Hal. 177
[3] Abu al-Husain al-Imrani al-Yamani, al-Bayan fi
Mazhab al-Syafi’i, Cet. Dar al-Minhaj, Juz. III, Hal. 43
[4] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab,
Cet. Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. V, Hal. 155
[5] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah
Syamilah, Juz. I, Hal. 394, No. Hadits : 563
Tidak ada komentar:
Posting Komentar