Hadits ini sering dijadikan alasan bagi
orang-orang yang suka tidur pada waktu siang Ramadhan dengan berargumentasi tidur
siang hari di bulan Ramadhan adalah ibadah. Bunyi hadits ini, lengkapnya adalah
“Tidur orang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, pahala amalannya
berlipat ganda, doanya mustajabah dan dosanya diampuni” (H.R. al-Baihaqi).
Hadits ini sebenarnya termasuk dalam
katagori hadits dhaif, sehingga tidak dapat dijadikan rujukan dalam menetapkan
sebuah hukum syara’, meskipun dapat dibenarkan seandainya digunakan untuk
menjelaskan fadhilah-fadhilah amaliah. Kesimpulan dhaif hadits ini merujuk
kepada penjelasan Imam al-Baihaqi dalam kitab beliau, Syu’b al-Iman : V/421-422
dan penjelasan al-Hafizh Zainuddin al-Iraqi dalam Takhrij hadits Ihya
‘Ulumuddin. (Takhrij Ahadits al-Ihya, dicetak bersama Ihya ‘Ulumuddin : I/232).
Demikian juga penjelasan al-Hafizh al-Zahabi (Faidh al-Qadir :VI/378)
Seandainya hadits ini bernilai shahih, maka
pengertiannya harus dipahami sebagai berikut :
1. Tidur karena niat berusaha memelihara puasa, maka
tidurnya menjadi ibadah. Pada ketika itu, tidur menjadi wasilah tetap
terpeliharanya puasa. Qaidah fiqh berbunyi :
“Bagi wasilah diberikan hukum sesuai dengan
tujuannya”
2. Tidur orang berpuasa dapat menghalangi berbuat
maksiat dan mungkar dalam waktu puasa. Karena itu, kalau tidurnya dengan qashad
menjauhi maksiat dan mungkar. maka, tidurnya adalah ibadah
3. Syeikh Nawawi al-Bantaniy mengatakan :
“Hadits ‘tidurnya orang berpuasa adalah ibadah’ ini berlaku bagi
orang berpuasa yang tidak merusak puasanya, misal dengan perbuatan ghibah.
Tidur meskipun merupakan inti kelupaan, namun akan menjadi ibadah sebab dapat
membantu melaksanakan ibadah” (Tanqih al-Qaul al-Hatsits : 24)
Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan, Abd al-Razaq mentakrij dari
Hafshah bin Siiriin, Abu al-Aliyah berkata:
orang berpuasa tetap dalam ibadah selama tidak menggunjing orang
lain, meskipun ia dalam keadaan tidur di ranjangnya. Hafshah pernah mengatakan:
betapa nikmatnya ibadah, sedangkan aku tidur diranjang” (Attihaf Ahli al-Islam bi
Khushushiyyat as-Shiyam : 65).
4. Orang berpuasa selalu dalam keadaan beribadah,
meskipun dalam keadaan tertidur, karena tidur tidak menafikan seseorang
berpuasa, sedangkan puasa adalah ibadah. Pengertian ini bersesuaian dengan
riwayat yang ditakhrij oleh al-Dailamiy dari Anas r.a. sesungguhnya Nabi SAW
bersabda :
“Orang yang berpuasa selalu dalam Ibadah,
meskipun dalam keadaan tertidur di tikarnya”.(Attihaf Ahli al-Islam bi
Khushushiyyat as-Shiyam : 34).
5. Adapun tidur karena bermalas-malasan, bukan
karena niat memelihara puasa atau kewajiban agama lainnya, maka ini tidak dapat
dikatakan ibadah, bahkan dapat dikatogori maksiat seandainya dengan tidur
tersebut dapat melalaikan kewajiban kepada Allah ataupun kewajiban kepada
makhluq seperti nafkah keluarga dan lainnya. Karena itu, Imam al-Ghazali
mengatakan :
“Sebagian dari adab puasa adalah tidak
memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan
merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih” (Ihya’
Ulumid Din I/235)
Wallahua’alam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar