Jumat, 31 Maret 2023

Kafarat berhubungan suami isteri di siang Ramadhan

 

Orang dengan sengaja merusak puasanya di bulan Ramadhan dengan hubungan seksual (jimak), wajib melaksanakan kafarah dengan urutannya sebagaimana kandungan hadits shahih berikut ini :

“Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (H.R al-Bukhari).

 

Sesuai dengan hadits ini, para ulama menetapkan zhabit yang menjadi ukuran kewajiban membayar kafarat di atas, yaitu terjadinya pembatalan puasa pada siang Ramadhan dengan sebab jima’ yang berdosa dengan sebab puasa.(Syarah al-Mahalli : II/89). Karena itu, tidak wajib kafarat apabila :

1.  Jima’  terjadi dalam keadaan lupa, karena jima’ tersebut tidak membatalkan puasa

2.  Jima’ terjadi bukan di bulan Ramadhan seperti pada puasa nazar atau qadha

3.  Membatalkan puasa bukan dengan jima’ tetapi dengan sebab seperti onani, makan atau minum dengan sengaja

4.  Jima’ terjadi pada musafir, dimana dilakukannya karena merasa memiliki rukhsah (keringanan). Seseorang boleh berbuka puasa pada saat musafir. Karena itu, dia tidak berdosa dengan membatalkan puasanya dengan sebab jima’. Orang sakit sama dengan orang musafir dalam masalah ini.

5.    Jima’ terjadi karena sangkaanya sedang malam, kemudian ternyata sudah siang. Tidak wajib kafarat karena dia tidak berdosa dengan sebab tersebut

6.    Jima’ secara sengaja terjadi setelah makan dalam keadaan lupa yang disangkanya dapat membatalkan puasa. Meskipun puasanya batal dengan sebab jima’, akan tetapi dia tidak berdosa. Karena itu, tidak mewajibkan kafarat.

7.    Berzina karena lupa keadaanya berpuasa. Dosanya karena zina, bukan karena puasa. Karena itu, tidak wajib kafarat

8.    Zina yang terjadi pada musafir, dimana dilakukannya karena merasa memiliki rukhsah (keringanan) berbuka puasa. Berbuka puasa boleh bagi musafir, meskipun dia berdosa karena zinanya. (Syarah al-Mahalli : II/89-90).

Perlu menjadi catatan terkait kafarat hubungan suami isteri di siang Ramadhan, yaitu :

1.  Kewajiban kafarat hanya dibebankan kepada suami atau laki-laki penzina. Karena yang menjadi penerima perintah dalam hadits di atas adalah laki-laki

2.  Yang melakukan jima’ selama dua hari dalam bulan Ramadhan, wajib dua kali kifarat, karena dua kali membatalkan puasa dengan sebab jima’. Adapun yang melakukan jima’ dua kali dalam sehari, kafaratnya hanya sekali, karena jimak yang kedua tidak membatalkan puasa.

3.  Disamping kewajiban kafarat di atas, hubungan suami  isteri di siang Ramadhan mewajibkan mengqadha puasa yang batal di bulan lain. (Syarah al-Mahalli : II/90-91).

 

Wallahua’lam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar