Kewajiban
berpuasa bagi umat muslim termaktub di dalam firman Allah dalam Surat al-Baqarah
Ayat 183 berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah: 183).
Sebagaimana
lazimnya sebuah ibadah, para ulama telah mengajarkan kita bahwa puasa tersebut
mempunyai rukun dan syaratnya sehingga apabila tidak terpenuhi rukun dan
syaratnya dapat mengakibatkan batal puasa. Dalam pembahasan kita kali ini adalah
menyangkut hal-hal sepele yang membatalkan puasa. Hal-hal sepele di sini tidak dimaknai dengan makna ada yang membatalkan
puasa sesuatu yang tidak dianggap penting. Karena semua yang membatalkan puasa
cukup dianggap penting untuk dipahami oleh kita semua. Akan tetapi makna sepele
di sini adalah hal-hal yang membatalkan puasa, namun sering dilupakan oleh
sebagian umat Islam awam, sementara hal tersebut sering dilakukan pada saat
melaksanakan ibadah puasa. Kenapa terlupakan?. Karena sebagian kita
kadang-kadang menggunakan logika awam atau logika di luar disiplin ilmu fiqh
dalam memahami hukum agama, sehingga melahirkan suatu pemahaman hukum yang
keluar dari koridor ilmu fiqh.
Berikut ini hal-hal sepele yang membatalkan puasa, antara lain:
1.
Mengorek lobang telinga. Ini termasuk membatalkan puasa, karena termasuk
dalam katagori memasukkan sesuatu benda dalam rongga terbuka. Firman Allah Ta’ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ
مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Makan dan minumlah kamu sehingga sampai
kelihatan benang yang putih dari benang yang hitam, yaitu fajar. (Q.S.
al-Baqarah: 187)
Substansi dari
kandungan ayat ini adalah larangan memasukkan sesuatu dalam rongga terbuka pada
saat berpuasa, meskipun bukan dengan cara
makan atau minum. Kesimpulan ini didukung oleh sabda Nabi SAW:
وبَالغْ فِي الاسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أنْ تكونَ صَائِمًا
Lakukanlah istinsyaq (memasukkan air
dalam hidung pada waktu berwudhu’) secara berlebihan kecuali kamu dalam keadaan
berpuasa.(Hadits shahih riwayat imam-iman hadits, al-Turmidzi mengatakan hadits
hasan shahih dan al-Hakim mengatakan, hadits shahih)
Dalam hadits di
atas, Rasulullah SAW melarang istinsyaq secara berlebihan seseorang yang sedang
berpuasa karena dikuatirkan dapat masuk air dalam dalam hidung. Hal itu karena
dapat membatalkan puasa. Rongga-rongga terbuka lainnya seperti telinga sama
hukumnya dengan hidung. Apakah yang masuk dalam rongga terbuka tersebut
haruslah suatu benda yang dianggap sebagai makanan menurut kebiasaan kita?. Jawabannya,
tidak mesti makanan. Dalam hal ini, Ibnu Hajar al-Haitamy mengatakan:
و ان كانت اقل ما
يدرك من نحو حجر
Meskipun itu sekecil-kecil
benda yang dapat dilihat semisal batu. (Tuhfah al-Muhtaj:III/400)
2.
Masuk air dalam
lobang bagian terdalam hidung tanpa sengaja pada saat melakukan istinsyaq
secara berlebihan sebagaimana dipahami dari hadits di atas.
3.
Masuk air dalam
lobang telinga terdalam tanpa sengaja pada saat mandi yang bukan perintah
syariat seperti mandi sekedar mendinginkan tubuh meskipun mandinya bukan dengan
cara menyelam. Demikan juga pada saat mandi wajib yang dilakukan dengan cara
menyelam. Karena makruh hukumnya menyelam pada saat puasa. Abubakar Syatha
menyimpulkan hukum kemasukan air tanpa sengaja ke dalam rongga dengan perkataan
beliau berikut ini :
)والحاصل) أن القاعدة عندهم أن ما سبق
لجوفه من غير مأمور به، يفطر به، أو من مأمور به ولو مندوبا لم يفطر.ويستفاد من هذه القاعدة ثلاثة أقسام: الأول: يفطر مطلقا بالغ أو لا وهذا
فيما إذا سبق الماء إلى جوفه في غير مطلوب كالرابعة، وكانغماس في الماء لكراهته
للصائم وكغسل تبرد أو تنظف.الثاني: يفطر إن بالغ، وهذا فيما إذا سبقه الماء في
نحو المضمضة المطلوبة في نحو الوضوء.الثالث: لا يفطر مطلقا، وإن بالغ، وهذا عند تنجس الفم
لوجوب المبالغة في غسل النجاسة على الصائم وعلى غيره لينغسل كل ما في حد الظاهر
Alhasil, sesungguhnya aturannya menurut para ulama, kemasukan air tanpa
sengaja ke dalam rongga dimana memasukkan air tersebut bukanlah merupakan
perintah syariat membatalkan puasa atau merupakan perintah meskipun perintah
tersebut hanya sunnah, maka tidak membatalkan puasa. Berdasarkan qaidah ini
dipahami tiga pembagian, Pertama, membatalkan secara mutlaq, baik dengan
mubalaghah (berlebihan) atau tidak. Ini berlaku pada kemasukan air tanpa
sengaja ke dalam rongga pada bukan perintah seperti mandi kali ke-empat dan
seperti menyelam dalam air karena makruh bagi orang puasa atau seperti mandi
untuk menyegarkan tubuh ataupun membersihkn tubuh. Kedua, membatalkan
puasa, jika dilakukan secara mubalaghah. Ini berlaku apabila kemasukan air
tanpa sengaja pada seperti berkumur-berkumur yang diperintahkan pada wudhu’. Ketiga,
tidak membatalkan secara mutlaq, meskipun dilakukan secara mubalaghah. Ini
berlaku pada saat membasuh mulut yang bernajis, karena wajib atas orang puasa
dan yang tidak puasa mubalaghah membasuh najisnya agar terbasuh semua yang ada
pada batasan dhahir mulut. (I’anah al-Thalibin: II/265)
4.
Muntah dengan
sengaja
Sabda Nabi SAW:
من ذرَعه القيء فليس عليه قضاء ، ومن استقاء عمداً فَلْيَقض
Barangsiapa terpaksa muntah tidaklah
wajib mengqadha puasanya dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka hendaklah dia mengqadha
puasanya. (Hadits hasan riwayat al-Darimy, Sunan yang empat dan Ibnu
Hibban)
Adapun yang
tidak membatalkan puasa, antara lain:
1. Memakai
obat tetes mata pada saat puasa. Dalam Minhaj al-Thalibin berserta syarahnya al-Mahalli disebutkan :
)وَلَا) يَضُرُّ (الِاكْتِحَالُ وَإِنْ
وَجَدَ طَعْمَهُ) أَيْ الْكُحْلِ (بِحَلْقِهِ) لِأَنَّهُ لَا مَنْفَذَ مِنْ
الْعَيْنِ إلَى الْحَلْقِ وَالْوَاصِلِ إلَيْهِ مِنْ الْمَسَامِّ
Dan tidak bermasalah memakai celak mata, meskipun ditemukan rasa celak
di tenggorokannya, karena tidak ada rongga penghubung dari mata ke tenggorokan.
Yang sampai di tenggorokan adalah dari pori-pori (Hasyiah Qalyubi wa ‘Amirah
‘ala Syarh al-Mahalli: II/72)
Menggunakan obat
tetes mata dapat disamakan dengan menggunakan celak mata. Karena rasanya
seandainya masuk ke tenggorokan, maka itu melalui pori-pori, bukan melalui
rongga penghubung antara mata dan tenggorokan.
2.
memasukkan sesuatu
dalam bukan rongga terbuka seperti memasukkan obat cair melalui suntikan.
3.
Berpuasa dalam
keadaan berjunub. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan:
قد كان رسول الله صلى
الله عليه وسلم يدركه الفجر في رمضان وهو جنب من غيرحلم فيغتسل ويصوم
Rasulullah SAW pernah mendapati fajar pada bulan Ramadhan, sedangkan
beliau dalam keadaan berjunub bukan karena mimpi, lalu beliau mandi dan
kemudian melaksanakan puasa.(H.R. Muslim)
Wallahua’lam
bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar