Salah satu pokok akidah ketuhanan adalah Tuhan
memiliki sifat Esa (wahdaniyah). Tidak ada perantaraan antara sifat Esa dan
terbilang (ta'adud). Sehingga ketika suatu zat diklasifikasikan sebagai
zat Esa, maka zat tersebut dipastikan mustahil bersifat terbilang. Ini
adalah konsep rasional yang umum diketahui manusia. Diantara dalil rasional
yang sering digunaka para ahli ilmu kalam dalam pembuktian keesaan Tuhan adalah
burhan al-tamaanu’ dan burhan al-tawaarud.
1. Burhan al-Tawaarud.
Burhan al-tawaarud adalah dalil rasional
yang terdiri dari premis-premis (muqadddimah-muqaddimah) meyakinkan yang
berujung kepada wujud dua muatsir (zat
yang memberikan efek) yang menghasilkan satu atsar (efek) atau lemah salah satunya, yang kedua-duanya mustahil wujud.
2. Burhan al-Tamaanu’
Burhan al-tamaanu’ adalah dalil rasional
yang terdiri dari premis-premis (muqadddimah-muqaddimah) meyakinkan yang
berujung kepada saling bertentangan yang mustahil wujud.
Penerapan burhan al-tamaanu’ dan burhan
al-tawaarud dalam pembuktian keesaan Tuhan adalah sebagai berikut :
Seandainya ada dua Tuhan, maka akan ada
dua kemungkinan : Pertama, keduanya sepakat menciptakan alam (sesuatu selain
Tuhan). Kedua, kemungkinan tidak saling bersepakat menciptakan alam.
Pada kemungkinan pertama (saling bersepakat), akan ada beberapa kemungkinan.
Pertama, seandainya kedua Tuhan
bersepakat untuk menciptakan bersama satu alam, dan hal ini jelas konsekwensinya
mengakibatkan suatu yang mustahil, karena akan ditemukan adanya konsep
dua muatsir (zat yang memberikan efek) yang menghasilkan
satu atsar (efek) di mana hal ini mustahil terjadi. Sedangkan sesuatu konsep yang mengakibatkan
suatu yang mustahil, maka mustahil juga.
Kedua, seandainya yang terjadi, adanya alam
semesta ini dengan sebab qudrah dari salah satu Tuhan, maka ini melazimi tarjih tanpa murajjih
(cenderung kepada salah satu tanpa ada sebab yang mengakibatkan kecenderungan
itu), yaitu kecenderungan penetapan salah satu Tuhan yang menciptakan alam, bukan Tuhan yang lain
tanpa murajjih. Ini mustahil. Karena suatu yang bersifat imkan (mungkin ada dan
mungkin tidak ada), posisinya sama tanpa tarjih apabila dinisbahkan kepada dua
tuhan tersebut. Dan juga seandainya adanya alam semesta ini dengan sebab qudrah
dari salah satu Tuhan, ini juga melazimi lemah tuhan yang lain. Seandainya salah
satu Tuhan lemah, maka Tuhan yang satu lagi pasti juga lemah. Karena konsep dua
Tuhan tentu harus mempunyai sifat yang sama, karena kedua Tuhan tersebut
sejenis, yaitu jenis Tuhan. Karena itu seandainya salah satu lemah, maka yang
lain juga lazim lemah.
Cara berhujjah di atas, dinamakan dengan Burhan
al-Tawarud.
Pada kemungkinan kedua, ketika dua Tuhan berselisih dalam menciptakan sesuatu, maka akan menghasilkan
kemungkinan berikut ini :
Pertama, adakalanya dua Tuhan memiliki
kehendak masing masing yang berlawanan. Misalnya salah satu Tuhan menggerakkan
si Zaid dan Tuhan yang lain mendiamkan si Zaid. Jika kita katakan, terlaksana
iradah kedua Tuhan tersebut, maka hal ini mustahil terjadi. Karena tidak
mungkin wujud pada akal bertemu dua perkara yang saling berlawanan (ijtima'
naqidhain), yaitu antara menggerakkan dan mendiamkan. Demikian
juga apabila salah satu Tuhan beriradah menciptakan alam, sedangkan Tuhan yang
lain beriradah meniadakan alam, maka mustahil terwujud kedua iradah Tuhan
tersebut. Karena mustahil bertemu dua perkara yang saling berlawanan.
Kedua, adakalanya dua Tuhan memiliki
kehendak masing masing yang berlawanan. Kemudian salah satu iradah yang saling
berlawanan itu terlaksana, sementara iradah yang lainnya tidak terlaksana.
Kemungkinan seperti ini juga mustahil, karena akan menetapkan
sifat ‘ajz (lemah) juga pada kedua Tuhan. Tuhan kedua dikatakan lemah
karena tidak mampu melaksanakan kehendak-Nya sedangkan Tuhan pertama yang
kehendak-Nya terlaksana tetap dikatakan lemah sebagai Tuhan, karena ia juga
tersifati oleh sifat lemah ketuhanan jika dilihat dari sifat lemah Tuhan kedua.
Karena keduanya tetap dalam satu jenis, yaitu Tuhan. Ahli ilmu kalam
mengistilahkan konsep seperti ini dengan istilah Burhan al-Tamaanu'.
Pada dua kemungkinan di atas yang terjadi
seandainya Tuhan itu terbilang (ta'adud). Setiap dari dua kemungkinan diatas,
natijahya adalah ketiadaan alam. Sedangkan dengan mata telanjang, kita
menyaksikan alam raya ini wujud alias ada. Karena itu, kemungkinan-kemungkinan
di atas adalah sesuatu yang sangat mustahil. Dengan demikian natijahnya, Tuhan
itu adalah Esa, tidak terbilang sebagaimana akidah dalam Islam yang digambarkan
dalam banyak kandungan firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
(Lihat Syarah Ummul Barahiin dan
Hasyiahnya, Hasyiah al-Dusuqi : 163)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar