Rabu, 09 November 2011

Samak kulit bangkai

1-وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ . وَعِنْدَ الْأَرْبَعَةِ: - أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ

Artinya : Dari Ibnu Abbas r.a., beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Apabila kulit telah disamak, maka ia telah menjadi suci.” (Dikeluarkan oleh Muslim, Di sisi Imam yang empat ; “Kulit mana saja yang disamak,”)[1]


2-وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ الْلَّهِ – صلى الله عليه وسلم - - دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ – صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ

Artinya : Dari Salamah bin al-Muhabbiq r.a., beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Samak kulit bangkai dapat menyucikannya.” (Telah dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[2]


3-وَعَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: - مَرَّ النبي- صلى الله عليه وسلم - بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: "لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟" فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: "يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ" - أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالنَّسَائِيُّ

Artinya : Dari Maimunah r.a., beliau berkata : “Nabi SAW melewati kambing yang sedang ditarik, lalu beliau bersabda : “Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya ?” Mereka berkata : “Sesungguhnya ia sudah menjadi bangkai.”. Ia dapat disucikan oleh air dan daun qaradh.” (Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nisa-i)[3]


Menurut keterangan Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab mengenai hukum kulit bangkai, dapat dijelaskan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai hukum kulit bangkai dalam tujuh mazhab, yaitu sebagai berikut :

1. Tidak suci kulit bangkai apapun dengan sebab samak. Ini merupakan salah satu pendapat yang masyhur dari Ahmad dan Malik.

2. Kulit bangkai yang dimakan dagingnya suci dengan sebab samak, tidak suci kulit bangkai lainnya. Ini merupakan pendapat Auza’i, Ibnu Mubarak, Abu Daud dan Ishaq Rahawiyah

3. Semua bangkai suci dengan sebab samak kecuali kulit anjing dan babi dan yang diperanakkan dari salah satu keduanya. Ini merupakan Mazhab Syafi’i. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang diriwayat dari Ali dan Ibnu Mas’ud

4. Semua kulit bangkai suci kecuali kulit babi. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah

5. Semuanya kulit bangkai, termasuk anjing dan babi adalah suci, kecuali yang sucinya itu hanyalah luarnya saja, tidak suci dalamnya. Ini merupakan Mazhab Malik dalam satu riwayat

6. Semua kulit bangkai, luarnya atau dalamnya adalah suci dengan sebab samak. Ini merupakan pendapat Daud dan ahli dhahir

7. Kulit bangkai dapat dimanfaatkan tanpa samak. Ini merupakan pendapat al-Zuhri


Mazhab Syafi’i sebagaimana dijelaskan diatas berpendapat semua kulit bangkai adalah suci kecuali kulit anjing dan babi serta yang yang diperanakkan dari salah satu keduanya. Dalil pendapat ini adalah berdasarkan dhahir hadits di atas. Adapun pengecualian anjing dan babi adalah karena kedua binatang ini najis pada ketika hidupnya. Ini tentunya berbeda dengan binatang lainnya yang suci pada ketika hidupnya, maka dengan sebab disamak kulitnya pada ketika menjadi bangkai berarti mengembalikannya kepada suci sebagaimana halnya pada ketika hidup.


Adapun dalil-dalil dari mazhab lain adalah sebagai berikut :

1. Ahmad dan yang setuju dengannya, berdalil dengan sebagai berikut :

1). Dhahir firman Allah SWT :

حرمت عليكم الميتة

Artinya : Diharamkan atas kamu bangkai (Q.S. al-Maidah : 3 )

Kandungan ayat di atas mencakup kulit dan lainnya.

Bantahannya :

Ayat ini memang bersifat umum, tetapi telah dikhususkan dengan maksud hadits shahih riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas yang menjelaskan samak dapat meyucikan kulit bangkai.

2). Hadits Abdullah bin ‘Akiim, beliau berkata :

أتانا كتاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قبل موته بشهر أن لا تنتفعوا من الميتة باهاب ولا عصب

Artinya : Datang kepada kami surat dari Rasulullah SAW sebulan sebelum beliau wafat, yang berisi : “Jangan kalian manfa’atkan bangkai, baik kulit maupun sarafnya

Bantahannya :

a). Menurut para hafidh, hadits ini mursal

b). Disamping itu, hadits ini matannya juga mudhtharib (goyang)

c). Hadits ini dalam bentuk tulisan (surat), sedangkan hadits-hadits shahih yang menjelaskan samak dapat menyucikan kulit bangkai di atas merupakan sabda Nabi SAW yang diriwayat melalui mendengar dan lebih shahih sanadnya serta lebih banyak riwayatnya. Karena itu, hadits yang menjelaskan samak dapat menyucikan kulit bangkai lebih patut di utamakan dan lebih kuat

d). Hadits ini sifatnya umum yang dikhususkan oleh hadits shahih riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas, maka larangan dalam hadits ini hanya pada kulit sebelum samak.

e). Pengertian “ihaab” adalah kulit bangkai sebelum disamak. Sesudah disamak tidak dinamakan dengan ihaab. Karena itu tidak bertentangan dengan maksud hadits riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas.

3). Kulit adalah bagian dari bangkai. Karena itu, tidak suci dengan sebab sesuatupun sebagaimana halnya daging

Bantahannya :

a). Qiyas kepada daqing tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan nash

b). Samak pada daging tidak ada maslahahnya dan hanya merusak daging itu sendiri, berbeda dengan kulit

4). Alasan kulit bangkai menjadi najis adalah karena mati yang tidak dapat terpisah darinya dengan sebab samak. Karena itu, hukumnya tidak dapat berobah dengan sebab samak.

Bantahannya :

Alasan ini bertentangan dengan nash yang menjelaskan bahwa samak kulit bangkai dapat menyucikannya. Lagi pula samak selain kulit hanya merusaknya, berbeda dengan kulit.

2. Auza’i, Ibnu Mubarak dan lainnya berargumentasi dengan antara lain :

a. Hadits riwayat Abu al-Malih ‘Amir bin Itsamah dari bapaknya, beliau berkata :

ان رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن جلود السباع

Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang dari kulit binatang buas.(H.R. Abu Daud, Turmidzi, al-Nisa-i dan lainnya dengan sanad shahih)

Hadits ini juga telah diriwayat oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, beliau berkata : “Hadits ini adalah shahih.”

Bantahannya :

a). Larangan dalam hadits ini, karena biasanya, kulit bintang buas yang diambil orang tetap dipertahankan bulunya. Karena itu, ia tidak dapat suci dengan sebab samak

b). Larangan tersebut pada kulit yang belum disamak.

Kedua penafsiran ini supaya tidak bertentangan dengan dalil-dalil shahih riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas. Jadi kandungan hadits ini tidak menunjuki penyamakan kulit binatang buas yang tidak dimakan tidak dapat menyucikannya

b. Hadits Salamah ibnu al-Muhabbiq :

دباغ الاديم ذكاته

Artinya : Penyamakan kulit adalah menyembelihnya.

Mereka mengatakan :

“Penyembelihan binatang yang tidak dimakan tidak dapat menyucikannya.”

Maksud pernyataan ini adalah binatang yang tidak dimakan tidak dapat disembelih, karena itu, penyamakan kulitnya tidak dapat menyucikannya, karena penyamakan kulit binatang hanya dapat dilakukan dengan menyembelihnya.

Bantahannya :

Pengertian hadits ini adalah penyamakan kulit dapat menyucikannya sama halnya dengan menyembelihnya. Jadi, bukan berarti penyamakannya harus dengan menyembelihnya. Seandainya yang terakhir ini menjadi maksud hadits ini, maka tentu bertentangan dengan dalil-dalil shahih riwayat Ibnu Abbas, Salamah bin al-Muhabbiq dan Maimunah di atas yang menyatakan samak kulit bangkai dapat menyucikannya.

c. Hewan yang tidak dimakan, maka tidak suci kulitnya dengan sebab samak, sama halnya dengan anjing.

Bantahannya :

Qiyas kepada anjing tidaklah tepat, karena anjing memang najis pada ketika hidup, berbeda halnya dengan kulit bangkai lainnya yang suci pada ketika hidup

3. Pendapat Abu Hanifah bahwa samak kulit dapat menyucikannya dengan mengecualikan kulit babi dan pendapat Daud dengan tanpa pencualian sesuatupun adalah berdalil dengan beramal dengan keumuman hadits mengenai samak dan juga karena diqiyas kepada keledai.

Bantahan :

a). Sifat hidup lebih kuat dari samak, buktinya sifat hidup menjadi sebab suci sejumlah benda, sedangkan samak hanya dapat menyucikan kulit. Karena itu, kalau sifat hidup tidak dapat menyucikan anjing dan babi, maka tentunya samak lebih patut tidak dapat menyucikannya.

b). Najis hanya hilang dengan cara mu’alajah (melakukan sesuatu atasnya) apabila najis tersebut merupakan yang datang kemudian. Adapun apabila najis tersebut mulazamah dengan benda, maka tidak dapat dihilangkan, seperti tahi, maka demikian juga anjing.

c). Hadits di atas, meskipun umum tetapi sudah ditakhshis dengan yang bukan anjing dan babi berdasarkan dalil-dalil di atas.

d). Apabila kita setujui dengan pendapat Abu Hanifah yang mengecualikan babi, maka tentunya anjing semakna dengan babi.

e). Qiyas kepada keledai kurang tepat, karena keledai suci pada ketika hidup, maka dengan sebab samak kulit bangkainya, berarti mengembalikan kepada kesuciannya pada ketika hidup yang merupakan asalnya, berbeda dengan anjing dan babi dimana keduanya najis pada ketika hidup

4. Pendapat Malik dalam riwayat lain yang mengatakan samak hanya menyucikan luar kulitnya saja bertentangan dengan dhahir umum hadits yang menerangkan samak dapat menyucikan kulit bangkai

5. Pendapat al-Zuhri yang mengatakan kulit bangkai dapat dimanfaatkan tanpa samak berargumentasi dengan hadits Ibnu Abbas, beliau berkata :

هلا اخذتم اهابها فانتفعتم به

Artinya : Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya untuk dimanfaatkannya.

Bantahannya :

Hadits ini bersifat mutlaq, maka dipertempatkan sesuai dengan hadits-hadits shahih di atas.[4]



[1] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 26

[2] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 27

[3] Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, Mathba’ah al-Salafiyah, Mesir, Hal. 27

[4] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 217-222

2 komentar: