1.
Dalam Shahihaini, terdapat hadits larangan istisja’ dengan tulang.
(Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 43)
Hadits dimaksud di atas adalah hadits riwayat Bukhari
dari Abu Hurairah, beliau berkata :
اتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَخَرَجَ لِحَاجَتِهِ
فَكَانَ لاَ يَلْتَفِتُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَقَالَ ابْغِنِي أَحْجَارًا
أَسْتَنْفِضْ بِهَا ، أَوْ نَحْوَهُ ، وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ ، وَلاَ رَوْثٍ
فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ بِطَرَفِ ثِيَابِي فَوَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ
وَأَعْرَضْتُ عَنْهُ فَلَمَّا قَضَى أَتْبَعَهُ بِهِنَّ
Artinya : Aku mengikuti Nabi SAW saat
beliau keluar untuk buang hajat, dan beliau tidak menoleh (ke kanan atau ke
kiri) hingga aku pun mendekatinya. Lalu Beliau bersabda: "Carikan untukku
batu atau seumpamanya untuk aku gunakan beristinja' dan jangan bawakan tulang
atau kotoran hewan." Lalu aku datang kepada beliau dengan membawa kerikil
di ujung kainku, batu tersebut aku letakkan di sisinya, lalu aku berpaling
darinya. Setelah selesai beliau gunakan batu-batu tersebut. (H.R. Bukhari).[1]
dan riwayat Muslim berbunyi :
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ
بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ
مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami menghadap
kiblat waktu buang air besar dan kecil atau istinja’ dengan tangan kanan atau
istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji ataupun istinja’ dengan kotoran atau
dengan tulang.(H.R. Muslim).[2]
Dalam
riwayat lain bagi Muslim dengan lafazh berbunyi :
وَسَأَلُوهُ الزَّادَ فَقَالَ لَكُمْ كُلُّ عَظْمٍ ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ
عَلَيْهِ يَقَعُ فِى أَيْدِيكُمْ أَوْفَرَ مَا يَكُونُ لَحْمًا وَكُلُّ بَعَرَةٍ
عَلَفٌ لِدَوَابِّكُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم فَلاَ تَسْتَنْجُوا بِهِمَا فَإِنَّهُمَا
طَعَامُ إِخْوَانِكُمْ
Artinya : Dan mereka (jin) meminta
kepada Rasulullah bekal, maka beliau bersabda, 'Kamu mendapatkan setiap tulang
yang disebutkan nama Allah atasnya (ketika disembelih), yang mana di tangan
kalian lebih banyak menjadi daging dan setiap kotoran hewan adalah makanan
untuk hewan tunggangan kalian.' Lalu Rasulullah SAW bersabda, 'Maka janganlah
kalian beristinjak dengan keduanya (maksudnya kotoran hewan dan tulang), karena
keduanya adalah makanan saudara kalian'. (H.R. Muslim)[3]
2.
Hadits riwayat Muslim dari Salman, beliau
berkata :
نَهَانَاْ رسول الله صلعم أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ
ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami istinja’
dengan batu kurang dari tiga biji (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal. 44)
Hadits ini lengkapnya adalah :
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ
بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ
مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami menghadap
kiblat waktu buang air besar dan kecil atau istinja’ dengan tangan kanan atau
istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji ataupun istinja’ dengan kotoran atau
dengan tulang.(H.R. Muslim).[4]
3.
Hadits muttafaqun ‘alaihi, Rasulullah SAW bersabda :
إِذا استجمر أحدكُم فليستجمر وترا
Artinya : Apabila kamu beristinja’ dengan batu, maka
beristinja’lah dengan batu secara ganjil. (Syarah al-Mahalli, Juz. I, Hal.
44)
Hadits dari Abu Hurairah ini telah disebut oleh Ibnu Mulaqqan
dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj ilaa Adallah al-Minhaj, beliau mengatakan
hadits ini merupakan hadits muttafaqun ‘alaihi.[5]
4.
Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya menerangkan bahwa Rasulullah
SAW melakuka istinja’ dengan munggunakan tangan kiri. (Syarah al-Mahalli,
Juz. I, Hal. 44)
Hadits
dimaksud di atas adalah riwayat Aisyah, beliau berkata :
كَانَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- الْيُمْنَى لِطُهُورِهِ وَطَعَامِهِ وَكَانَتْ يَدُهُ الْيُسْرَى
لِخَلاَئِهِ وَمَا كَانَ مِنْ أَذًى
Artinya : Tangan Rasulullah SAW yang kanan adalah untuk bersuci dan
makanannya, sedangkan tangan kirinya untuk jamban dan sesuatu yang sifatnya
kotor (H.R. Abu Daud)[6]
Menurut keterangan
Imam Nawawi, hadits ini shahih telah diriwayat oleh Ahmad dan Abu Daud dengan
isnad shahih.[7]
Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan, hadits ini diriwayat oleh Ahmad, Abu Daud
dan Thabrany dari hadist Ibrahim dari ‘Aisyah secara mungqathi’. Namun Abu Daud
juga ada meriwayat hadits ini dari jalur lain, yaitu dari Ibrahim dari Aswad
dari ‘Aisyah. Hadits ini juga didukung oleh hadist Hafsah yang diriwayat Abu
Daud, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim.[8]
Matan hadist Hafsah dimaksud adalah :
كَانَ رَسُول الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم - يَجْعَل يَمِينه
لطعامه وَشَرَابه وثيابه ، وَيجْعَل شِمَاله لما سُوَى ذَلِك
Artinya : Rasulullah SAW menjadikan tangan kanannya untuk makanan,
minuman dan pakaiannya, sedangkan tangan kirinya untuk selain itu. (H.R.
Ahmad, Abu Daud dan telah menshahihkannya oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim)[9]
5.
Hadist riwayat Muslim dari Salman berbunyi :
نَهَانَا رَسُول الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم أَنْ نَسْتَنْجِىَ
بِالْيَمِينِ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang
kami istinja’ dengan tangan kanan (Syarah
al-Mahalli, Juz. I, Hal. 44)
Lengkap
hadits ini berbunyi :
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ
بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ
مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami menghadap
kiblat waktu buang air besar dan kecil atau istinja’ dengan tangan kanan atau
istinja’ dengan batu kurang dari tiga biji ataupun istinja’ dengan kotoran atau
dengan tulang.(H.R. Muslim).[10]
[1]
Bukhari, Shahih
al-Bukhari, maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 51, No. Hadits : 155
[2]
Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 154, No. Hadits : 629
[3]
Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 36, No. Hadits : 1035
[4]
Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 154, No. Hadits : 629
[5]
Ibnu Mulaqqan, Tuhfah
al-Muhtaj ila Adallah al-Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 171
[6]
Abu Daud, Sunan
Abu Daud, Maktabah Syamilah, Juz. I, hal. 13, No. Hadits : 33
[7]
Al-Nawawi, Majmu’
Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 108
[8]
Ibnu Hajar
al-Asqalany, Talkhis al-Habir, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal.
322
[9] Ibnu Mulaqqan,
Badrul Munir, Maktabah Syamilah, Juz. II, hal. 371
[10]
Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 154, No. Hadits : 629
Assalamualaikum tgk... saya sangat mendukung dan senang dengan posting2 tgk... saya harap tgk dapat terus berkarya.
BalasHapuswassalam
terima kasih atas dukungan dan kunjungannya
Hapuswassalam
salam - apakah boleh kaza hajat di tempat umum?
BalasHapuslalu bagai mana solusi kalo mendadak di padang pasir harus kaza hajat . yg tampa tempat dan tampa pembatas dan berlindung cuman ada padang pasir luas ....
mohon jawaban
terimakasih
kalau memang tidak ada tempat khusus untuk qadha hajad, maka boleh saja qadha hajad pada tempat terbuka seperti padang pasir. ini tentunya syaratnya 1). tidak boleh menghadap atau membelakangkan kiblat sebagaimana hadits no 2 di atas. 2. boleh membuka aurat sekedar hajadnya saja. kalau qadha hajad pada tempat khusus seperti WC, maka tidak disyaratkan tidak menghadap atau membelakangkan kiblat
Hapuswassalam
syarat lain : tidak boleh qadha hajad pada tempat yg sering dilalui oleh manusia atau tempat berteduh/istirahat manusia.
Hapus