Inilah
sebuah kisah nyata yang terbilang sangat dramatis dan menjadi bahan
pembelajaran bagi manusia yang berpikir. Kisah ini diangkat dari buku Qishasasu
Muatsirat Lilfatayat karya Ahmad Salim Badwilan yang telah banyak
diterjemahkan ke berbagai bahasa, karena isi-isinya sangat inspiratif.
Ahmad
Salim Badwilan dalam tulisanya tidak pernah menyebut langsung nama dan tempat
orang-orang yang terlibat dalam kisah nyata yang ia angkat dari pengalaman dan
kesaksian yang ia kumpulkan. Hal ini bertujuan demi menjaga aib atau
kerahasiaan orang-orang yang terlibat dalam kisah nyata yang ia angkat.
Tersebutlah,
seorang wanita asal Timur Tengah yang tidak hanya solehah namun juga terkenal
akan kesabaran dan ketabahan atas segala ujian yang menimpa dirinya selama 15
tahun.
Saat
itu, wanita solehah baru saja melangsungkan acara pernikahannya dengan seorang
lelaki shaleh yang tidak pernah dia sentuh dan lihat sebelumnya. Mereka
berjodoh pun tidak melalui proses pacaran, sebagaimana umum dilakukan wanita
dan pria jaman sekarang. Wanita ini begitu paham akan dosa-dosa bila
bersentuhan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Ia sangat menjaga martabatnya
dan selalu menutup aurat karena semata kepada Allah.
Ketika
tiba malam pertama dan keduanya sudah berkumpul disebuah ruang dapur untuk
jamuan makam malam (sebelum melangkah ke tahap 'khusus dalam kamar'), mereka
pun bermesra terlebih dahulu di meja makan sambil menyantap hidangan
pembuka.
Ada
kemesraan dan kehangatan yang terpancar dari pasangan yang sedang menikmati
masa-masa indah sebagai pengantin baru. Mereka saling bercengkrama, tersipu
malu dan saling melempar pujian.
Namun
tiba-tiba, disaat mereka sedang melayari kemesraan, dari luar mendengar suara
ketukan pintu tanda bahwa ada seseorang yang mungkin hendak bertamu. Dengan
gusarnya si suami wanita solehah itu bangun dengan menggebrak kakinya ke lantai
dan dengan amarah dia berkata, “Siapa tamu yang sangat mengganggu ini?”
Istrinya
juga terkejut dan berlari menuju pintu lalu bertanya sambil melongo, “Siapa?”.
Orang
dari balik pintu lalu menjawab, “Saya..saya seorang pengemis mau minta sedikit
makanan, saya sangat lapar”.
Buru-buru
sang istri menyampaikan kabar itu kepada suaminya yang sedang dongkol, “dia
pengemis, mau minta sedikit makanan”.
Amarah
si suami semakin memuncak, “hanya gara-gara pengemis ini kemesraan kita jadi
terganggu, padahal kita sedang menikmati malam pertama?”.
Si
suami yang sedang dirasuki amarah ini langsung menghampiri si pengemis dan
tanpa pikir panjang menghajar si pengemis dengan brutal. Ada suara mengaduh dan
rintihan menyayat yang keluar dari mulut si pengemis yang sedang kelaparan tersebut.
Sambil
menahan sakit, lapar yang melilit perutnya dan luka sekujur tubuh, si pengemis
lalu terseok-seok pergi dengan hati yang luka.
tanpa
merasa bersalah, si suami dari istri yang solehah itu kembali lagi menemui
istrinya didalam kamar pengantin, tapi masih dengan emosi yang merasuki
dirinya. Dia menganggap kedatangan si pengemis telah merusak suasana romantisme
yang sedang dia nikmati dengan istrinya di malam pertama yang sakral.
Namun
entah mengapa, tidak ada angin dan hujan, tidak ada penyebab apa-apa, tiba-tiba
suami ini menggelepar didalam kamar seperti kerasukan (teumamong). Dia memegang
kepalanya dan sekujur badannya seakan terhimpit dengan sangat keras yang
membuat dia meraung-raung menahan sakit. Dia berlarian kesana kemari sambil menjerit-jerit
kesakitan, dia meraung-raung dan membuat istrinya panik luar biasa.
Entah
mengapa, setelah kerasukan itu, si suaminya pergi tak jelas rimbanya dan
meninggalkan istrinya seorang diri dirumah tanpa dikunjungi lagi selama belasan
tahun. Suaminya telah meninggalkan istrinya itu tanpa alasan yang jelas. Namun
wanita solehah ini melalui semua prahara yang menimpa dirinya dengan kesabaran
tinggi dan menyerahkan semua msalah itu kepada Allah SWT.
Tak
terasa 15 tahun sudah berlalu peristiwa kerasukan yang menimpa suaminya itu dan
selama itu pula dia menghabiskan hari-harinya seorang diri dirumah. Wanita ini
betul-betul menjaga marwahnya.
Tiba-tiba
seorang pria alim datang meminangnya dan dia menerima pinangan tersebut lalu melangsungkan
pernikahan.
Pada
malam pertama, suami istri tersebut berkumpul didepan hidangan pembuka yang
telah disajikan, persis seperti yang pernah dia lakukan dengan suaminya yang
pertama yang telah meninggalkan dirinya dalam waktu yang cukup lama, sehingga
hilang hak-haknya sebagai istri.
Saat
mereka mendengar suara ketukan dari pintu depan, sang suami berkata pada
istrinya, “Pergilah bukakan pintunya”.
Si
istri menuju pintu dan bertanya, “Siapa?”.
“pengemis,
mau minta sesuap nasi”, kata tamu tersebut dari luar.
Si
istri buru-buru menemui suaminya, “seorang pengemis, dia meminta sesuap nasi
untuk makan”.
“Panggil
dia kemari dan siapkan seluruh makanan ini diruang tamu lalu persilahkan dia
makan sampai kenyang”. perintah suaminya.
Istrinya
dengan cekatan langsung bergegas menyiapkan hidangan, lalu membukakan pintu
lalu mempersilahkan si pengemis untuk makan.
Tapi
tiba-tiba si istri itu menemui suaminya sambil menangis tersedu.
“Ada
apa, mengapa menangis? Apa yang terjadi? Apakah pengemis itu menghinamu?” tanya
suaminya keheranan
Dengan
linangan air mata, istrinya menjawab dengan menahan sesak didada, “Tidak”.
“Dia
mengganggumu?”, tanya suaminya lagi.
“Tidak”.
“Dia
menyakitimu?”, tanya suami sekali lagi.
lalu
istrinya masih menjawab, “Tidak”.
“Lalu
mengapa engkau menangis wahai istriku?”,
Dengan
menahan rasa sesak didada, akhirnya istrinya menjawab dengan terbata-bata,
“pengemis yang duduk diruang tamu dan menyantap hidangan adalah mantan suamiku
lima belas tahun yang lalu. Pada malam penganti itu, ada pengemis datang dan
suamiku memukulinya dengan kasar. Setelah itu dia kesurupan dan menjerit-jerit
lalu menemuiku dengan tangan didadanya yang sakit. Aku mengira dia diganggu jin
atau kesurupan. lalu dia lari meninggalkan rumah tanpa ada kabar sampai malam
ini, ternyata dia sekarang menjadi pengemis.”
Tiba-tiba
suaminya ikut menangis.
Istrinya
bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
“Taukah
kamu siapa pengemis yang dipukul oleh mantan suamimu itu?”
“Siapa
dia?”, tanya sang istri.
“Sesungguhnya...pengemis
itu adalah aku sendiri”, suaminya menjelaskan dengan uraian air mata.
Suasana
berubah menjadi haru-biru. Keduanya tidak menyangka mengalami kisah yang begitu
dramatis. Suami pertamanya mendapat akhir yang begitu tragis.
Sesungguhnya
Allah sangat murka kepada orang yang tega berbuat kejam terhadap hambanya yang
sedang mengalami penderitaan. Allah telah membalas suami pertama dari istri
solehah itu dengan kehinaan, dan memuliakan pengemis yang dizalimi itu menjadi
suami dari istri yang solehah dan tawadhu.
Ambillah sari dari kisah menyentuh
ini agar menjadikan kita sebagai sosok yang dermawan, punya hati nurani untuk
saling membantu meringankan penderitaan kaum fakir miskin, anak yatim piatu.
Apalagi menjelang Idul Fitri, mari raih kemenangan dengan banyak bersedekah.
Hadist Nabi:
إن الله تعالى جواد يحب الجود ويحب
معالي الأخلاق ويكره سفسافها
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha
Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak
yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, ).
Wahai
saudara-saudaraku, marilah kita sisihkan sebagian rezeki kita buat saling
membantu fakir miskin dan anak yatim. Kasihanilah mereka disaat sebagian kita
merayakan Idul Fitri dengan keriangan, tapi disana mereka kelaparan, meratapi
nasib yang malang, tanpa ayah, tanpa ibu atau bahkan tanpa keduanya. Mereka
merayakan hari kemenangan ini dengan pakaian lusuh dan perut membusung lapar.
Mereka makan apa adanya, makanan basi atau bekas orang, sementara dibagian
pojok lain didalam rumah-rumah orang yang mapan, telah terhidang berbagai macam
ragam makanan yang lezat tertata rapi. Tapi diseberang sana, keluar-keluarga
miskin, anak-anak yatim piatu, berurai airmatanya mencium bau masakan kita,
tercekat tenggorokanya menahan haus, meneteslah air liurnya, mereka ingin
sedikit saja mencicipi makanan itu, mereka ingin meneguk beberapa air hidangan
hari raya, namun mereka mungkin terlalu malu untuk memintanya dan hanya menatap
dari jauh.
Mereka
melihat anak-anak orang mapan memakai pakaian baru, tapi yang dipakai mereka
adalah pakaian lusuh berkalang tanah, mereka tidak terhiraukan. Meski ikut
bergabung bermain dengan anak-anak mapan yang sehat dan riang. Meski mereka
tertawa, tapi hati mereka begitu hancur, pedih dan sesak.
Anak-anak
yang ditinggal ayah atau ibunya, mereka harus melalui hari kemenangan itu
dengan kesedihan mendalam, tanpa belaian kasih sayang dari sentuhan lembut
orang tuanya, mereka bertanya-tanya, hendak kemana kita menumpahkan segala
kemanjaan, untuk mendapat perhatian dari orang tua yang telah melahirkan
dirinya, namun kini telah meninggalkan mereka untuk selamanya didunia. Mereka
harus berjuang dengan sangat keras, padahal mereka masih terlalu lemah untuk
mengarungi kehidupan yang keras.
Kepedihan,
kemelaratan, hidup telah menjadi teman hidup mereka. Orang-orang cacat yang
terseok-seok menyusuri jalan-jalan sempit dengan lututnya, di pasar-pasar
mereka menyeret-nyeret dirinya yang tidak sempurna sebagaimana manusia lainya,
meminta belas kasih dari orang-orang yang mungkin masih punya mata hati, untuk
sekedar memberikan uang receh yang sama sekali tidak pernah bisa membuat mereka
hidup bergelimang harta, sebagaimana pejabat-pejabat kita di kantor-kantor
pemerintahan.
Mereka
hanya butuh kasih sayang, perhatian dari kita. Kehadiran mereka, adalah ujian
bagi kita, sejauh mana mata hati dan jiwa kemanusiaan kita memperlakukan
mereka. Semoga Allah senantiasa menjaga iman Islam kita hingga selamat dari
sejak didunia hingga akhirat dan berkumpul ditempat yang dirahmati Allah,
bersama dengan orang-orang yang pernah kita bantu dengan ikhlas.
(sumber : (SERAMBINEWS.COM/H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar