4. Menurut
Imam al-Nawawi dalam al-Minhaj, menggunakan pakaian yang dicelup dengan
tumbuhan ‘ushfur (sejenis tumbuhan untuk mencelup kain) untuk mengkafani
mayat, hukumnya makruh.
Berkata Imam
al-Nawawi dalam al-Minhaj :
“Makruh
mengkafani mayat dengan kain yang dicelup dengan tumbuhan ‘ushfur”[1]
Al-Ramli dalam al-Nihayah dan Khatib Syarbaini dalam al-Mughni
sependapat dengan pendapat al-Nawawi di atas,[2] namun
Ibnu Hajar al-Haitamy lebih cenderung mengharamkannya. Beliau dalam Tuhfah
al-Muhtaj pada Pashl al-Libaas, mengatakan :
“Demikian
juga haram pakaian yang dicelup dengan tumbuhan ‘ushfur, berdasarkan atas
hadits shahih. Baihaqi dan lainnya telah memilih pendapat ini dan mereka tidak
mempedulikan nash Syafi’i atas halalnya karena mendahulukan beramal dengan
wasiatnya.” [3]
Yang dimaksud dengan wasiat Syafi’i dalam kalam Ibnu Hajar diatas
adalah perkataan Syafi’i, berbunyi :
اذا صح الحديث فهو مذهبي
Artinya
: Apabila shahih hadits, maka itulah mazhabku.”[4]
Berdasarkan wasiat Syafi’i ini, Baihaqi dan
lainnya lebih memilih haram pakaian yang
dicelup dengan tumbuhan ‘ushfur karena ada hadits shahih yang
menunjukkan kepada haram dari pada nash Syafi’i sendiri yang menghalalkannya.
Diantara
hadits yang melarang memakai pakaian yang
dicelup dengan tumbuhan ‘ushfur adalah Abdullah bin Amr bi ‘Ash berkata
:
رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ
مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَ
Artinya : Rasulullah SAW pernah melihat padaku dua
pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur, lalu beliau mengatakan : “Sesungguhnya ini
termasuk pakaian kafir, maka jangan kamu memakainya.” (H.R. Muslim) [5]
5.
Al-Nawawi dalam al-Minhaj, berpendapat sunnat
menaruh wangi-wangian pada bajunya bagi orang yang ihram. Beliau mengatakan :
“Sunat menaruh wangi-wangian pada badan orang
yang ihram dan demikian juga pada pakaiannya menurut pendapat yang lebih
shahih.”[6]
Pendapat al-Nawawi ini didasarkan secara
qiyas kepada menggunakan wangi-wangian pada badan.[7]
Namun Qalyubi mengatakan, tarjih al-Nawawi ini lemah (marjuh), bahkan ia
makruh menurut Ibnu Hajar dan mubah menurut Imam Ramli.[8]
Dalam Tuhfah al-Muhtaj, Ibnu Hajar al-Haitamy mengatakan :
“Tetapi yang mu’tamad dalam
al-Majmu’, sesungguhnya tidak disunnatkan menaruh wangi-wangian pada pakaian
orang yang ihram secara pasti karena ada khilaf yang kuat pada keharamannya.
Berdasarkan ini dipahami bahwa menaruh wangi-wangian pada pakaian orang yang
ihram adalah makruh karena qiyas kalam para ulama pada masalah-masalah yang
diterangkan kemakruhannya karena ada khilaf keharamannya. Kemudian aku pernah
melihat Qadhi Abu Thaib dan lainnya yang menerangkan secara sharih
kemakruhannya.”[9]
Imam Ramli dalam al-Nihayah mengatakan :
“Pengarang (al-Nawawi) mengikuti
pendapat al-Muharar (al-Rafi’i) dalam berpendapat sunnat menaruh wangi-wangian
pada pakaian, tetapi beliau telah menshahihkan dalam al-Majmu’, hukumnya mubah,
beliau mengatakan :”Tidak disunnatkan secara pasti” dan beliau juga telah
menshahihkannya jawaz (boleh) dalam al-Raudhah ka Ashliha. (Al-Ramli
mengatakan) : “Ini adalah yang mu’tamad.”[10]
[1] Al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin, dicetak
pada hamisy Qalyubi wa ‘Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz.
I, Hal. 345
[2]
Syarwani, Hasyiah
Syarwani ala Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy Tuhfah al-Muhtaj,
Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. III, Hal. 27
[3] Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada
hamisy Hawasyi Syarwani, Mathba’ah
Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. III, Hal. 27
[4] Syarwani, Hasyiah Syarwani ala Tuhfah al-Muhtaj,
dicetak pada hamisy Tuhfah
al-Muhtaj, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. III, Hal. 185
[5]
Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. Vi, Hal. 143, No. Hadits : 5555
[6]
Al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin, dicetak pada
hamisy Qalyubi wa ‘Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II,
Hal. 98
[7]
Jalaluddin
al-Mahalli, Syarah al-Mahalli, dicetak pada hamisy Qalyubi wa ‘Umairah, Dar Ihya
al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal. 98
[8]
Qalyubi, Hasyiah
Qalyubi, Dar Ihya
al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal. 98
[9]
Ibnu Hajar
al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, dicetak pada hamisy Hawasyi
Syarwani, Mathba’ah Mustafa Muhammad, Mesir, Juz. IV, Hal. 58
[10] Imam Ramli, Nihayah
al-Muhtaj, dicetak bersama Hasyiahnya ,karya Ali Syibran al-Malusi, Juz.
II, Hal. 399
Tidak ada komentar:
Posting Komentar