Minggu, 18 Desember 2022

Mandi jenazah yang meninggal dunia karena tenggelam

 

Diantara kewajiban orang muslim yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah memandikan, mengkafani, menshalatinya dan mengebumikannya. Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah dengan keluarga mendapat prioritas utama. Fardhu kifayah adalah apabila satu orang sudah melaksanakannya maka kewajiban yang lain gugur. Salah satu dalil kewajiban memandikan jenazah adalah hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

بينَا رجلٌ واقفٌ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بعَرَفَةَ ، إذْ وَقَعَ عن راحلتِهِ فَوَقَصَتْهُ ، أو قال فأَقْعَصَتْهُ ، فقالَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : اغْسِلوهُ بماءٍ وسِدْرٍ ، وكَفِّنُوهُ في ثَوْبَيْنِ ، أو قالَ : ثَوْبَيْهِ

Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain, (H.R. Bukhari)

 

Namun dalam kenyataannya, kadang-kadang ada saudara kita yang menemui ajalnya dalam keadaan tenggelam, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah keadaan jenazah yang sudah tenggelam dalam air dapat dihukum memadai sebagai ganti mandi sebagaimana pertanyaan yang disampaikan oleh Sdr Ferri Husda di atas. Dikarenakan tidak ada nash syara’ yang sharih terkaid masalah ini, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Pendapat yang shahih dalam mazhab Syafi’i tidak memadai, arrtinya atas orang muslim yang masih hidup masih tetap wajib memandikannya jenazah tersebut kembali sebagaimana halnya jenazah pada umumnya, meskipun atas jenazah tersebut sudah mengalir air pada saat berada dalam air. Pendapat ini dapat diperhatikan dalam keterangan ulama Syafi’iyah berikut ini :

1.  Dalam kitab al-Mahalli dijelaskan :

(فَيَكْفِي) عَلَى الْأَصَحِّ (غَرَقُهُ) عَنْ الْغُسْلِ (أَوْ غُسْلُ كَافِرٍ) لَهُ (قُلْت:) كَمَا قَالَ الرَّافِعِيُّ فِي الشَّرْحِ (الصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ وُجُوبُ غُسْلِ الْغَرِيقِ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ) لِأَنَّا مَأْمُورُونَ بِغُسْلِ الْمَيِّتِ فَلَا يَسْقُطُ الْفَرْضُ عَنَّا إلَّا بِفِعْلِنَا

Berdasarkan pendapat yang lebih shahih memadai tenggelamnya jenazah dari mandi atau memandikannya oleh sikafir. Aku (Imam al-Nawawi) mengatakan sebagaimana perkataan Imam al-Rafi’i dalam Syarah bahwa pendapat yang shahih yang ada nash, wajib dimandikan orang tenggelam, wallahua’lam. Karena kita diperintahkan memandikan mayat, maka tidak gugur kewajiban dari kita kecuali dengan perbuatan kita.(Hasyiah Qalyubi wa ‘Amirah ‘ala al-Mahalli : I/376)

 

2.  Zakariya al-Anshariy mengatakan,

وَبِمَا ذُكِرَ عُلِمَ أَنَّهُ لَا تَجِبُ نِيَّةُ الْغَاسِلِ لِأَنَّ الْقَصْدَ بِغُسْلِ الْمَيِّتِ النَّظَافَةُ وَهِيَ لَا تَتَوَقَّفُ عَلَى نِيَّةٍ (فَيَكْفِي غُسْلُ كَافِرٍ) بِنَاءً عَلَى عَدَمِ وُجُوبِهَا (لَا غَرَقٍ) لِأَنَّا مَأْمُورُونَ بِغُسْلِهِ فَلَا يَسْقُطُ الْفَرْضُ عَنَّا إلَّا بِفِعْلِنَا

Dari hal tersebut dimaklumi bahwa niat tidak wajib atas yang memandikan jenazah, karena yang diqashad dalam memandikan jenazah adalah bersih. Sedangkan bersih tidak tergantung kepada niat. Karena itu, berdasarkan tidak wajib niat, memadai memandikan yang dilakukan oleh kafir. Tetapi tidak memadai karena tenggelam, karena kita diperintah memandikannya, maka tidak gugur kewajibannya dari kita kecuali dengan perbuatan kita. (Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj : II/143)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar