saya
ingin bertanya,
1. bagaimanakah perbedaan Hibah dan wakaf ??
2. adakah perbedaan antara jumlah maksimal harta yg boleh di wakafkan dan yg jumlah maksimal harta yg boleh dihibahkan, baik ketika sehat ataupun ketika sakit menjelang kematian si pemilik harta ?
3. saya pernah membaca di dalam dua buku, dlm salah satu buku dikatakan bahwa jumlah harta yg boleh dihibahkan adalah bebas yakni tidak ditentukan batas maksimalnya. sedangkan dalam kitab yg lain disebutkan bahwa, seseorang yg berada dalam keadaan maridhil mawt tidak boleh menghibahkan hartanya melebihi sepertiga hartanya, saya mengartikan maridhil mawt sebagai sakit menjelang kematian pemilik harta.. Bagaimana sebenarnya permasalahan ini, Teungku??
terima kasih atas penjelasan, Teungku..
Wassalam
1. bagaimanakah perbedaan Hibah dan wakaf ??
2. adakah perbedaan antara jumlah maksimal harta yg boleh di wakafkan dan yg jumlah maksimal harta yg boleh dihibahkan, baik ketika sehat ataupun ketika sakit menjelang kematian si pemilik harta ?
3. saya pernah membaca di dalam dua buku, dlm salah satu buku dikatakan bahwa jumlah harta yg boleh dihibahkan adalah bebas yakni tidak ditentukan batas maksimalnya. sedangkan dalam kitab yg lain disebutkan bahwa, seseorang yg berada dalam keadaan maridhil mawt tidak boleh menghibahkan hartanya melebihi sepertiga hartanya, saya mengartikan maridhil mawt sebagai sakit menjelang kematian pemilik harta.. Bagaimana sebenarnya permasalahan ini, Teungku??
terima kasih atas penjelasan, Teungku..
Wassalam
jawaban :
1.
Waqaf
adalah menahan harta yang mungkin dimanfaatkan serta kekal ‘ainnya, menahan itu
dengan cara mencegah dari segala bentuk tasarruf pada harta itu (tindakan yang
berhubungan dengan harta tersebut) dimana kemudian harta tersebut hanya
ditasharruf untuk hal yang mubah. (Fath
al-Mu’in, dalam hamisy I’anah Juz. III, Hal. 157)
2.
Hibah
adalah memberikan kepemilikan kepada seseorang tanpa ada imbalan apapun dan
tanpa dikaid dengan sesuatu. (Fath al-Mu’in, dalam hamisy I’anah Juz. III, Hal.
142-145)
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dibedakan sebagai
berikut :
a.
Waqaf
bukanlah memberi kepemilikan harta kepada seseorang, tetapi hanya memberi
manfaat harta kepada orang lain, sedangkan hibah merupakan pemberian
kepemilikan, sehingga seseorang yang menerima hibbah berarti harta itu menjadi
miliknya.
b.
Harta
Waqaf tidak boleh diperjual beli, dihibah dan tindakan memindah kepemilikan
lainnya kepada orang lain, baik oleh yang mewaqafkan atau yang menerima waqaf,
sedang hibbah bebas digunakan oleh penerima hibbah, baik dijual atau lainnya.
3.
Seseorang
yang dianggap cakap (rusyd) bebas mengunakan hartanya selama itu digunakan
dalam jalan mubah, banyak atau sedikit, baik itu dalam bentuk waqaf atau hibah,
kecuali apabila ia dalam keadaan sakit mati, maka baginya berlaku hukum seperti
wasiat, artinya waqaf dan hibah hanya sah dan boleh 1/3 hartanya saja. Dalam kitab
Fath al-Mu’in disebutkan :
ويعتبر منه أي الثلث أيضا عتق علق بالموت في الصحة أو المرض
وتبرع نجز في مرضه كوقف وهبة وإبراء.
Artinya : Dii’tibar
sepertiga pula memerdekakan hamba sahaya yang dita’liq dengan mati pada saat
sehat dan sakit, tabarru’ (melakukan perbuatan yang baik) yang dilakukan pada
waktu sakit mati, seperti waqaf, hibah dan ibra’.[1]
Fatwa ini
berdasarkan hadits shahih dari ‘Amir ibn Sa’ad dari bapaknya sebagai berikut,
berkata :
عادني رسول الله صلى الله عليه وسلم. في حجة
الوداع، من وجع أشفيت منه على الموت. فقلت: يا رسول الله! بلغني ما ترى من الوجع.
وأنا ذو مال. ولا يرثني إلا ابنة لي واحدة. أفأتصدق بثلثي مالي؟ قال (لا)
قلت: أفأتصدق بشطره؟ قال (لا. الثلث. والثلث كثير. إنك إن تذر ورثتك أغنياء، خير
من أن تذرهم عالة يتكففون الناس.
Artinya
: Pada waktu Haji Wada, Rasulullah صلى الله
عليه وسلم. menjengukku karena menderita penyakit yang hampir menyebabkan
kematianku. Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah, penyakitku sangat parah seperti
yang engkau lihat, sedangkan aku adalah seorang hartawan dan tidak ada yang
mewarisiku kecuali putriku satu-satunya. Apakah aku bersedekah dengan dua
pertiga hartaku? Beliau menjawab: Tidak boleh. Aku bertanya lagi: Dengan
setengahnya? Beliau menjawab: Tidak boleh, dengan sepertiga saja. Dan sepertiga
itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
yang akan meminta-minta kepada manusia. (H.R.Muslim)[2]
4. Menurut hemat kami, mengartikan maridhil mawt sebagai sakit
menjelang kematian pemilik harta, itu sudah benar, dalam arti sakit tersebut
adalah sakit berat yang biasanya sakit seperti itu hanya menunggu kematian
saja.
جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا يا شيخي وَجَزَاكَ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
BalasHapus
BalasHapusجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا يا شيخي وَجَزَاكَ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء