nn:
apakah boleh jika haji diwakilkan krn alasan takut/naik kendaraan (harta ada)
Jawab
:
1. Mewakilkan ibadah haji bagi orang
yang sudah tidak mampu duduk atas kenderaan diperbolehkan dengan syarat ketidakmampuan
itu karena suatu suatu sebab seperti sudah sangat tua, sakit dan lain-lain yang
tidak dapat diharapkan sembuh lagi. Hal ini berdasarkan keterangan sebagai
berikut :
a. hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas
berbunyi :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الحَجِّ
عَلَى عِبَادِهِ، أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ
يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ، فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ؟
قَالَ: نَعَمْ
Artinya : (Seorang perempuan
bertanya), Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah atas hambanya di
dalam perkara haji telah didapati oleh bapakku yang dalam keadaan sangat tua,
beliau tidak sanggup untuk duduk di atas kendaraan, bolehkah aku menghajikan
atas namanya?", beliau menjawab: Artinya: "iya" (H.R.
al-Bukhari)[1]
b. Dalam kitab al-Muhazzab disebutkan :
وتجوز النيابة في حج الفرض في موضعين: أحدهما في حق الميت إذا
مات وعليه حج والدليل عليه حديث بريدة والثاني في حق من لا يقدر على الثبوت على
الراحلة إلا بمشقة غير معتادة كالزمن والشيخ الكبير
“Dibolehkan menggantikan haji fardhu
pada dua tempat, yakni salah satunya pada haq mayat apabila telah meninggal
dunia, dimana atasnya ada kewajiban haji. Dalilnya hadits Buraidah. Dan yang
kedua, pada haq orang-orang yang tidak mampu duduk atas kenderaan kecuali
dengan sangat kesukaran yang tidak bisa secara normal seperti orang yang sakit
menahun dan sudah sangat tua.”[2]
c. Imam al-Nawawi dalam Raudhah
al-Thalibin menjelaskan :
يجوز أن يحج عن الشخص غيره إذا عجز عن
الحج بموت أو كسر أو زمانة أو مرض لا يرجى زواله، أو كان كبيرا لا يستطيع أن يثبت
على الراحلة أصلا أو لا يثبت إلا بمشقة شديدة
“Dibolehkan menghajikan seseorang untuk
orang lain apabila tidak mampu dari berhaji dengan sebab mati, remuk tulang,
penyakit menahun dan sakit yang tidak dapat diharapkan sembuh atau karena sebab
ketuaan yang menyebabkan tidak mampu duduk atas kenderaan sama sekali atau
tidak mampu kecuali dengan sangat kesukaran.”[3]
2.
Adapun sekedar takut naik
kenderaan karena faktor jiwa, maka menurut hemat kami, maka hajinya tidak boleh
diganti kepada orang lain. Karena ketakutan tersebut hanya merupakan waham semata
dari yang bersangkutan saja dan kalaupun itu dapat dianggap suatu penyakit,
maka penyakit tersebut bisa saja sembuh suatu saat, karena bukan penyakit yang
tidak dapat diharapkan sembuh. Berdasarkan ini, maka kewajiban haji tetap
melekat pada badan orang tersebut. Hal ini karena pada asalnya ibadah haji
adalah ibadah badaniah yang dipundakkan kepada badan seorang mukallaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar