Ibnu Hajar al-Asqalaniy memberitahukan kepada kita bahwa Imam al-Bukhari dalam membahas terkait akidah (ilmu kalam), beliau mengikuti al-Karaabisiy dan Ibnu Kullab. Kedua tokoh besar Ahlussunah wal Jama’ah ini dikenal sebagai ahli kalam sebelum Imam al-Asy’ari yang mentakwil sifat khabariyah Allah. . Al-Asqalaniy berkata :
أَنَّ
الْبُخَارِيَّ فِي جَمِيعِ مَا يُورِدُهُ مِنْ تَفْسِيرِ الْغَرِيبِ إِنَّمَا
يَنْقُلُهُ عَنْ أَهْلِ ذَلِكَ الْفَنِّ كَأَبِي عُبَيْدَةَ وَالنَّضْرِ بْنِ
شُمَيْلٍ وَالْفَرَّاءِ وَغَيْرِهِمْ وَأَمَّا المباحث الفقهيه فغالبها مستمدة من
الشَّافِعِي وَأبي عبيد وَأَمْثَالِهِمَا وَأَمَّا الْمَسَائِلُ الْكَلَامِيَّةُ
فَأَكْثَرُهَا مِنَ الْكَرَابِيسِيِّ وبن كِلَابٍ وَنَحْوِهِمَا
Imam al-Bukhari dalam
menafsirkan kata-kata yang gharib (asing) menukil dari ahli bidang ini seperti
Abu Ubaidah, Nadlr ibn Syumail, al Farra’ dan lainnya. Dalam pembahasan fiqh
beliau mengambil dari asy Syafii, Abu Ubaid dan lainnya. Adapun dalam masalah
ilmu kalam maka kebanyakan mengambil dari al-Karaabisiy, Ibn Kullab dan
lainnya.[1]
Contoh ta’wil Imam al-Bukhari :
1.
Firman Allah Ta’ala, Q.S.
al-Qasas : 88, berbunyi :
وَلَا تَدۡعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا
ءَاخَرَۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ كُلُّ شَيۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُۥۚ لَهُ ٱلۡحُكۡمُ
وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
Jangan engkau
sembah tuhan selain Allah. Tidak ada tuhan kecuali Dia. Segala sesuatu pasti
binasa, kecuali wajah-Nya. Segala putusan menjadi wewenang-Nya dan hanya
kepada-Nya kamu dikembalikan. (Q.S. al-Qasas : 88)
Dalam menafsir ayat ini, Imam al-Bukhari mengatakan :
}كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ { إِلَّا
مُلْكَهُ، وَيُقَالُ: إِلَّا مَا أُرِيدَ بِهِ وَجْهُ اللهِ
“Segala sesuatu akan binasa
kecuali wajah-Nya”, maksudnya adalah“Kecuali kekuasaan-Nya. Dan ada pendapat
lain yang mengatakan “Kecuali yang ditujukan karena wajah Allah”.[2]
2.
Firman Allah Ta’ala
berbunyi :
إِنِّي تَوَكَّلۡتُ عَلَى ٱللَّهِ
رَبِّي وَرَبِّكُمۚ مَّا مِن دَآبَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَآۚ إِنَّ
رَبِّي عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
Sesungguhnya aku bertawakal
kepada Allah, tuhanku dan tuhanmu. Tidak ada satupun makhluk yang bergerak
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya tuhanku dijalan yang
lurus. (Q.S. Hud : 56)
Imam al-Bukhari dalam menafsirkan ayat di atas mengatakan :
}آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا} أَيْ: فِي مِلْكِهِ
وَسُلْطَانِهِ
Dialah yang memegang ubun-ubunnya dengan makna dalam kekuasaan dan kerajaan-Nya.[3]
Mengomentari penjelasan Imam al-Bukhari di atas, Ibnu Hajar
al-Asqalaniy mengatakan :
قَوْلُهُ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا
فِي مُلْكِهِ وَسُلْطَانِهِ قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى مَا
مِنْ دَابَّةٍ الا هُوَ آخذ بناصيتها أَيْ فِي قَبْضَتِهِ وَمُلْكِهِ
وَسُلْطَانِهِ وَخَصَّ
النَّاصِيَةَ بِالذِّكْرِ عَلَى عَادَةِ الْعَرَبِ فِي ذَلِكَ تَقُولُ نَاصِيَةُ
فُلَانٍ فِي يَدِ فُلَانٍ إِذَا كَانَ فِي طَاعَتِهِ
Perkataannya : “Dialah yang memegang ubun-ubunnya dengan makna dalam kekuasaan dan kerajaan-Nya”. Abu ‘Ubaidah
mengatakan pada firman Allah Ta’ala “Tidak ada satupun makhluk yang bergerak
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya”, artinya pada genggaman, kekuasaan
dan kerajaan-Nya. Dikhususkan ubun-ubun dalam penyebutan berdasarkan kepada
adat orang Arab perihal itu. Kamu mengatakan, “Ubun-ubun sipulan pada tangan
sipulan yang lain, apabila si pulan tersebut berada dalam keta’atan kepada lain.
[4]
[1] Ibnu
Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 243
[2]
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. Vi,
Hal. 112
[3] Imam
al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. Vi, Hal.
73
[4] Ibnu
Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 348
Tidak ada komentar:
Posting Komentar