Jumat, 08 April 2022

Sunnah Sahur

 

Sahur merupakan anjuran bagi orang yang berpuasa dimana waktunya mulai masuk pertengahan malam sampai dengan terbit fajar. Imam al-Nawawi mengatakan :

وَقْتُ ‌السَّحُورِ بَيْنَ نِصْفِ اللَّيْلِ وَطُلُوعِ الْفَجْرِ

Waktu sahur adalah antara pertengahan malam dan terbit fajar.[1]

 

Menurut al-Kaasaaniy al-Hanafi makan sahur dilakukan sesudah pertengahan malam. Ini karena sahur berasal dari akar kata “sahar”, sedangkan waktu sahar adalah sesudah pertengahan malam.[2]

Berdasarkan ini, maka orang yang makan sebelum pertengahan malam dengan niat sahur tidak sah menjadi sahur. Abubakar Syathaa dalam I’anah al-Thalibin mengatakan,

والحاصل أن ‌السحور يدخل وقته بنصف الليل، فالأكل قبله ليس بسحور، فلا يحصل به السنة،

Alhasil, sesungguhnya sahur masuk waktunya dengan masuk pertengahan malam. Karena itu, makan sebelumnya bukanlah sahur dan tidak mendapat sunnah karenanya.[3]

 

Meskipun waktu bersahur sebagaimana dikemukakan di atas antara pertengahan malam dan terbit fajar, akan tetapi waktu utama bersahur adalah di akhir malam. Hal ini dikarena makan sahur di akhir malam lebih meringankan orang berpuasa menahan lapar dan haus pada waktu siangnya. Ini juga sesuai riwayat Zaid bin Tsabit berbunyi :

تَسَحَّرْنَا ‌مَعَ ‌رَسُولِ ‌اللهِ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ، ‌ثُمَّ ‌قُمْنَا ‌إِلَى ‌الصَّلَاةِ قُلْتُ: كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: خَمْسِينَ آيَةً

Kami makan sahur bersama Rasulullah SAW, kemudian kami mendirikan shalat. Aku (perawi) bertanya : “berapa ukuran antara keduanya”. Zaid bin Tsabit menjawab : “ukuran lima puluh ayat” (H.R. Muslim)[4]

 

Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda :

عَجَّلُوا الإِفْطَارَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ

Segerakanlah berbuka dan akhirkan bersahur (H.R. al-Thabraniy)[5]

Ibnu Abd al-Bar mengatakan, hadits-hadits menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan bersahur adalah shahih dan mutawatir. Di sisi Abdurrazaq dan lainnya dengan isnad shahih dari ‘Amr bin Maimun al-Audiy berkata :

قَالَ كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُورًا

Para sahabat Muhammad SAW memerintahkan manusia menyegerakan berbuka dan memperlambatkan sahur[6]

 

Fadhilah Sahur

Selain mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan bisa menguatkan orang berpuasa, sahur juga mempunyai fadhilah-fadhilah lain sebagaimana tersebut dalam hadits berikut ini, antara lain :

1.  Sahur merupakan pembeda bagi orang muslim dan ahlul kitab. Walaupun ahlul kitab juga melaksanakan puasa sesuai keyakinan mereka, tetapi mereka tidak makan sahur sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin ‘Ash sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda :

فَصْلَ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ ‌أَكْلَةُ ‌السُّحُورِ

Pembeda antara puasa kita dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur (H.R. Muslim dan lainnya)[7]

2.  Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ

Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang bersahur (H.R. al-Thabraniy)[8]

 

3.  Dari al-Saaib bin Yazid, Rasulullah SAW bersabda :

نِعْمَ السَّحُورُ التَّمْرُ وَقَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ الْمُتَسَحِّرِينَ

Sebaik-baik hidangan sahur adalah kurma. Rasulullah SAW lalu berdoa, “Semoga Allah  menurunkan rahmat-Nya bagi mereka yang bersahur”, (H.R. al-Thabaraniy)[9]

4.  Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW bersabda :

ثَلَاثٌ لَيْسَ عَلَيْهِمْ حِسَابٌ فِيمَا طَعِمُوا إِنْ شَاءَ اللَّهُ إِذَا كَانَ حَلَالًا: الصَّائِمُ، وَالْمُتَسَحِّرُ، وَالْمُرَابِطُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Ada tiga orang yang insya Allah tidak akan dihisab apa yang mereka makan apabila makanan itu halal, yaitu orang yang berpuasa (ketika berbuka). orang yang sahur dan orang yang sedang berjuang di jalan Allah. (H.R. al-Bazaar dan al-Thabaraniy)[10]

5.  Nabi SAW bersabda :

عَلَيْكُمْ بِهَذَا السَّحُورِ فَإِنَّهُ هُوَ الْغِذَاءُ الْمُبَارَكُ

Hendaklah kamu bersahur, karena sahur itu makanan yang berkah (H.R. al-Nisa’i dengan isnad baik)[11]

6.  Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda :

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي ‌السَّحُورِ بَرَكَةً

Bersahurlah, karena pada sahur itu berkah. (H.R. Bukhari [12]dan Muslim[13])

Dalam mengomentari hadits ini, Imam al-Nawawi menjelaskan kepada kita, telah terjadi ijmak  para ulama atas anjuran bersahur dan tidak wajib bersahur. Adapun berkah sahur itu nyata, karena dengan sahur dapat menguatkan dan menyungguhkan orang berpuasa. Disamping itu, menambahkan motivasi dalam berpuasa karena ringan kesukaran puasa pada orang yang makan sahur. Menurut beliau, ini merupakan makna yang benar dan menjadi pegangan dalam memaknai hadits ini.[14]

Berbeda dengan al-Nawawi di atas, Ibnu Hajar al-Asqalaniy menyebut lebih banyak berkah sahur. Beliau mengatakan, berkah sahur didapati dari banyak aspek, yaitu :

1.  mengikuti sunnah dan menyalahi ahlul kitab

2.  kuat dan menambah motivasi dalam ibadah

3.  terhindar dari keburukan akhlaq karena pengaruh lapar

4.  menjadi sebab bersadaqah kepada peminta-minta atau makan bersamanya

5.  menjadi sebab berzikir dan berdoa pada waktu ijabah doa

6.  mendapat kesempatan niat puasa bagi orang yang sering lalai niatnya[15]

 

Menurut Daqiq al-‘Aid, berkah sahur ini dimungkinkan kembali kepada perkara ukhrawi seperti menegakkan sunnah yang mendapat pahala di akhirat dan dimungkinkan juga kembali kepada duniawi seperti kuat tubuh pada orang puasa serta ringan dalam berpuasa dan tidak mendatangkan mudharat.[16]

 



[1] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 360

[2] al-Kaasaaniy al-Hanafi, Badai’ al-Shanai’fi tartib al-Syarai’, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 69

[3] Abubakar Syathaa, I’anah al-Thalibin, Maktabah Syamilah, juz. II, Hal. 277

[4] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 771

[5] Al-Haitsamiy, Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 155

[6] Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 199

[7] Ibnu Atsir, Jami’ Ushul, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 362

[8] Al-Haitsamiy, Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 150

[9] Al-Haitsamiy, Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 151

[10] Al-Haitsamiy, Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 151

[11] Al-Nawawi, Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 361

[12] Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 29

[13] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 770

[14] Al-Nawawi, Syarah Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. VII, Hal. 206

[15] Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 140

[16] Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathul Barri, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar