Natassia M. Kelly dibesarkan dalam tradisi Kristen yang kental. Setiap pekan ia tak pernah absen datang ke gereja. Ia pun aktif mengikuti paduan suara gereja. Ironisnya, Natassia tidak pernah merasa agama menjadi bagian dari hidupnya.
"Ketika saya merasa dekat dengan Tuhan, saya sering berdoa untuk meminta bimbingan dan kekuatan pada saat putus asa atau ada hal yang diinginkan. Tapi saya menyadari perasaan kedekatan itu seolah menguap ketika saya tidak lagi memohon kepada Tuhan untuk sesuatu. Saya menyadari bahwa saya percaya, tapi saya tidak memiliki iman," paparnya.
Natassia sadar, kehidupan yang serba rumit ini membutuhkan Tuhan. Menurutnya, jika tidak ada Tuhan, dunia akan berakhir dalam anarkis. Sebabnya, Natassia menilai manusia membutuhkan bimbingan spiritual guna menjalani hidup secara tertib dan teratur. "Setidaknya itu yang saya pahami," imbuh dia.
Berbeda dengan teman sebayanya yang menganggap agama adalah warisan orang tua, Natassia tidak begitu saja menerima konsep tersebut. Pada usia 12 tahun, ia mulai mencari kebenaran yang sesungguhnya. Ia sadar dirinya tidak diisi dengan iman yang benar. Ia memang berdoa, tapi meragukan apakah ia memohon kepada Tuhan yang nyata. "Ibu saya selalu katakan agar saya selalu meminta perlindungan kepada Yesus," kenang Natassia.
Natassia mengisahkan, saat itu ia belum berkenan untuk mendebat apa yang diyakini sekarang. Ia hanya berani berdiskusi bersama teman-temanya tentang Kristen, Katolik dan Yahudi. Perdebatan itu sedikit menggali rasa penasaran Natassia. Ia memang tidak seutuhnya menemukan kebenaran sejati. Tapi itulah awal mula Natassia menuju Islam.
Mencari dan terus mencari, Natassia percaya manusia diciptakan Tuhan dengan dibekali akal serta nafsu. Akal itu digunakan untuk berpikir. Lalu ia pergunakan akal tersebut untuk mencari kebenaran. Entah melalui perdebatan atau mendalami Injil. Tak lama, langkah Natassia sempat terhenti. Ibundanya mulai memperhatikan perilakunya.
"Beberapa bulan dalam pencarianku, aku menyadari jika saya percaya pada agama Kristen, maka saya akan masuk neraka. Bahkan bila mengingat dosa-dosaku di masa lalu, aku berada di jalan yang benar menuju neraka. Seorang pendeta mengatakan padaku untuk tetap berada dalam ajaran Kristen. Tapi aku merasa mengalami penolakan," ungkap dia.
Natassia ingat betul, setiap kali ia menghadiri kebaktian gereja, ia diberitahu hanya dengan mengakui Yesus sebagai juru selamat maka dirinya akan hidup kekal di surga. Tapi tetap saja, Natassia merasa gelisah dan kosong.
Ia mencoba untuk mempertanyakan apa yang menganjal dalam jiwanya kepada orang-orang disekitarnya. Tapi ia tidak menemukan jawaban yang pas. Bahkan, ia kian bingung. Ia pernah disarankan untuk menempatkan logika saat berhadapan dengan Tuhan. "Aku tidak memiliki iman, aku pun tidak percaya. Itulah masalahku," imbuh Natassia.
"Aku tidak terlalu percaya pada apapun. Aku percaya pada Allah, dan Dia mengirim Yesus untuk menyelamatkan umat manusia. Hanya sebatas itu saja, sementara pertanyaanku dan penalaranku tidak demikian," tambahnya.
Pertanyaan dalam diri Natassia terus berlanjut. Rasa bingung dalam dirinya turut pula meningkat. Ia semakin sadar, selama 15 tahun ia tidak menjalani sebuah agama yang benar-benar diyakininya melainkan lebih kepada menjalani agama orang tuanya.
Kondisi itu, tidak berlangsung lama. Rasa lelah telah menghinggapinya. "Untuk sementara aku menyerah," tuntas dia.
Pencarian Natassia M. Kelly untuk mengisi kekosongan jiwanya kembali berlanjut, saat temannya memberikan sebuah buku berjudul 'Dialog Muslim-Kristen'. Usai membaca buku tersebut ia pun merasa malu, sebab saat pencarian kebenaran ia tidak pernah menganggap agama lain.
"Yang aku tahu hanya Kristen. Pengetahuanku tentang Islam sangat minim. Tapi buku ini mengejutkan saya. Sebab, bukan aku saja yang percaya adanya Tuhan. Aku pun meminta lebih banyak buku," ungkap dia.
Sejak itu, Natassia mulai belajar Islam dari aspek intelektual. Beruntung ia memiliki teman dekat seorang Muslim. Ia pun sering bertanya padanya tentang Islam. Dari pertemanan itu, ia mulai mengenal Islam, sebuah agama yang sebelumnya begitu asing baginya.
Setelah beberapa bulan mencari tahu tentang Islam, umat Muslim menyambut bulan Ramadhan. Saat itu umat Muslim menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan. Selama bulan Ramadhan, setiap Jumat ia bergabung dengan komunitas Muslim setempat untuk sekedar berbuka puasa dan membaca Alquran. Ia manfaatkan betul momen itu untuk banyak bertanya tentang Islam. "Aku begitu kagum bagaimana ada individu yang begitu mantap menjalani apa yang diyakininya," kenang Natassia.
Perkenalan demi perkenalan dengan Islam mulai mengisi kekosongan iman dalam diri Natassia. Menurutnya, Islam mulai menuntunnya ke jalan yang benar. Tapi itu tidak cukup bagi Natassia. Ia mengharapkan adanya keteraturan dalam hidupnya. "Aku menginginkan pula kedekatan dengan Tuhan. Aku tidak membutuhkan seseorang yang menjamin tiket ke surga. Aku mulai merasa, Kristen tidak memberikan apa yang aku butuhkan. Sementara Islam memenuhi kebutuhanku," ucapnya.
Perkenalan Natassia dengan Islam berlangsung intensif. Ia pun ikut merayakan Idul Fitri dan pengajian rutin bersama teman-temannya. Tanpa terasa, Natassia tidak menyadari dirinya mulai merasakan ketenangan pikiran. Sebuah ketenangan yang ia cari selama ini. "Awal Februari 1997, aku mulai menyadari Islam merupakan kebenaran yang aku cari. Tapi aku tidak mau membuat putusan tergesa-gesa," kisah dia.
Suatu ketika, Natassia bermimpi. Dalam mimpinya itu, Natassia dirayu setan untuk mengikutinya. Tapi ia lebih memilih mengucapkan dua kalimat syahadat. Putusan itu membuat dirinya begitu damai dan tenang. Ia pun terbangun. Mimpi itu lantas ia ceritakan kepada teman-temannya. "Temanku mengatakan mimpi itu pertanda dirinya harus memilih," kata Natassia menirukan saran temannya.
Pada 19 Maret 1997, setelah pulang dari pengajian, Natassia memutuskan untuk memeluk Islam. "Aku tidak bisa mengungkapkan sukacita yang kurasakan. Aku tidak bisa mengungkap betapa beban berat telah terangkat dalam bahu saya. Aku pun berhasil mendamaikan pikiranku," ujarnya.
Semakin Baik
Lima bulan sejak Natassia memeluk Islam, ia merasa dirinya kian membaik. Ia begitu kuat dalam memahami banyak hal. Hidupnya lebih teratur. Kekosongan dalam dirinya berangsur terisi dalam nikmat sebagai Muslim. "Hidup saya berubah drastis," katanya.
Kini, Natassia berusaha untuk menjadi Muslim yang baik. Ia tidak pernah berhenti belajar mendalami Islam. "Alhamdulillah, dari umur 15 tahun, aku telah menemukan kebenaran yang aku cari," ucapnya.
Natassia menyadari menjadi Muslim yang baik ditengah non Muslim merupakan hal sulit. Ia tidak berkecil hati dengan kondisi itu. Sebab, keinginannya untuk mendalami Islam melebihi tantangan yang ada dihadapannya.
"Aku percaya, keinginanku lebih kuat dari apapun. Seseorang telah berkata padaku bahwa aku lebih baik dari orang yang terlahir sebagai Muslim. Aku punya bermimpi untuk membantu orang lain untuk melalui apa yang dahulu pernah kulakukan," pungkasnya.
(sumber : REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON, Rabu, 11 April 2012,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar