SEPULANG DARI MAKKAH
Saya membaca catatan Syekh Kholil dalam
kitab “Hasyiyah Al-Bajuri” tulisan tangan beliau yang ada pada Kiai Thoha
Kholili Jangkibuan, di situ tertulis pernyataan berbahasa Arab yang artinya:
“Aku membaca (mengaji) kitab ini pada tahun 1274 H pada …”. Nama guru ngaji
beliau tidak jelas karena tulisannya rusak seperti terkena basah.
Kemudian, dalam catatan Kiai Kholili
Jangkibuan, tertulis bahwa Syekh Kholil menikah dengan Nyai Assek binti
Ludrapati pada tahun 1278. Maka kita bisa memastikan bahwa kepulangan Syekh
kholil dari Makkah adalah antara tahun 1274 dan 1278 (+ 1857-1861).
Sepulang dari Makkah, Syekh Kholil
tidak langsung mengajar, beliau baru mulai berpikir bagaimana caranya agar
dapat mengajarkan ilmunya pada masyarakat.
Beliau masih tinggal bersama kakak
beliau, Nyai Maryam, di Keramat. Sambil mencari peluang untuk mengamalkan
ilmunya,Syekh Kholil mengisi waktu dengan bekerja di kantor pejabat Adipati
Bangkalan. Selain untuk mencari nafkah, sepertinya beliau juga bermaksud untuk
mencari banyak teman dan kenalan, karena hanya dengan begitulah beliau dapat
bergaul.
Di kantor pejabat Adipati Bangkalan
itu, Syekh Kholil diterima sebagai penjaga dan kebagian jaga malam. Maka setiap
bertugas malam, Syekh Kholil selalu membawa kitab, beliau rajin membaca
disela-sela tugas beliau. Akhirnya beliaupun oleh para pegawai Adipati dikenal
ahli membaca kitab, sehingga berita itupun sampai pada Kanjeng Adipati.
Kebetulan, leluhur Adipati sebenarnya adalah orang-orang alim, mereka memang
keturunan Syarifah Ambami Ratu Ibu yang bersambung nasab pada Sunan Giri. Maka
tidak aneh kalau di rumah Adipati banyak terdapat kitab-kitab berbahasa
Arab warisan leluhur, walaupun Adipati sendiri tidak dapat mebaca kitab
berbahasa Arab. Adipatipun mengizinkan Syekh Kholil untuk membaca kitab-kitab
itu di perpustakaan beliau. Syekh Kholil merasa girang bukan main, karena pada
zaman itu tidak mudah untuk mendapatkan kitab, apalagi sebanyak itu.
Setelah yakin bahwa Syekh Kholil
betul-betul ahli dalam ilmu keislaman dan bahasa Arab, maka Kanjeng Adipati
mengganti tugas Syekh Kholil, dari tugas menjaga kantor berubah tugas mengajar
keluarga Adipati. Pucuk dicinta ulampun tiba,demikianlah yang dirasa oleh Syekh
Kholil, beliaupun memanfaatkan kesempatan itu untuk mengembangkan ilmunya
dengan mengajar keluarga bangsawan. Beliaupun telah memiliki profesi baru sebagai
pengajar ilmu agama.
Sejak saat itu, Syekh Kholil memiliki
tempat yang terhormat di hati Kanjeng Adipati dan keluarga bangsawan lainnya.
Mereka mulai menghormati dan mencintai beliau sebagai ulama.
Maka tertariklah seorang kerabat
Adipati untuk bermenantukan Syekh Kholil, yaitu Raden Ludrapati yang memiliki
anak gadis bernama Nyai Assek. Setelah proses pendekatan, maka diputuskanlah
sebuah kesepakatan untuk menikahkan Syekh Kholil dengan Nyai Assek.
Pernikahanpun berlangsung pada tanggal 30 Rajab 1278 H (+1861 M).
Setelah menikah dengan Nyai Assek,
Syekh Kholil mendapatkan hadiah dari sang mertua,Ludrapati, berupa sebidang
tanah di desa Jangkibuan. Beliaupun membangun rumah dan pesantren ditanah itu.
Beliau mulai menerima santri sambil masih mengajar di keraton Adipati. Tidak
ada riwayat tentang sampai kapan Syekh Kholil mengajar di keraton Adipati,
namun yang pasti,Pesantren Jangkibuan semakin hari semakin ramai, banyak santri
berdatangan dari berbagai penjuru, baik dari sekitar Bangkalan maupun daerah
lain di Madura dan Jawa.
Syekh Kholil mengukir prestasi dengan
cepat, nama beliau cepat dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat
pesantren, baik di Madura maupun di Jawa. Cepatnya nama beliau terkenal membuat
banyak teman mondok beliau tidak percaya. Diantara mereka ada seseorang yang
pernah berteman dengan beliau sewaktu mondok di Cangaan, orang ini tidak
percaya bahwa Kholil yang ia kenal telah menjadi ulama besar. Ketika ia
mendengar bahwa Syekh Kholil itu adalah Kholil temannya di Cangaan, maka iapun
berkata: “Masa, sih, dia Kholil yang dulu suka main kelereng dengan saya
itu?!”. Karena penasaran, orang itupun datang ke Bangkalan. Setibanya di
bangkalan, orang itu bertanya pada seseorang, “mana rumah Syekh Kholil?”. Orang
yang ditanya menunjukkan arah rumah Syekh Kholil, namun ternyata orang Jawa itu
justru melihat banyak binatang buas di tempat yang ditunjuk itu. Iapun kembali
menemui orang yang ditanya tadi, tapi tetap saja ia menunjuk tempat yang sama.
Demikian sampai tiga kali. “Tapi tempat
itu bukan rumah, kok, pak. Di situ saya lihat banyak binatang buasnya.”
“Ah, masa? Baiklah, mari saya antar.”
Setelah ketiga
kalinya, orang Jawa itupun diantar dan
begitu tiba di tempat ternyata ia melihat sebuah rumah yang dikerumuni binatang buas, bersamaan dengan
itu keluarlah Syekh Kholil dan binatang-binatang
itupun langsung pergi. Melihat yang keluar adalah benar-benar Kholil yang ia kenal, maka orang Jawa itupun langsung mencium
tangan Syekh Kholil dan meminta maaf. Sejak saat itu, orang Jawa
yang dulunya berteman dengan Syekh Kholil di Cangaan itupun kemudian berguru
pada Syekh Kholil.
PESANTREN DEMANGAN
Pada tahun 1280 (+1863),
lahirlah putri Syekh Kholil yang bernama Nyai Khotimah. Sementara itu Nyai
Maryam (kakak Syekh Kholil) dengan Kiai Kaffal memiliki putra bernama Kiai
Muntaha yang lahir pada tahun 1266 H.
Saat Nyai Khotimah lahir, Kiai
Muntaha berusia 14 tahun. Muntaha muda diberangkatkan ke Makkah
untuk menuntut ilmu. Pada tahun 1288,
Kiai Muntaha yang telah berubahnama menjadi Muhammad Thoha pulang ke
Madura, saat itu beliau berusia 22 tahun. Maka Syekh Kholil menikahkan Kiai Thoha dengan Nyai Khotimah
yang masih berusia 8 tahun. Namun Kiai
Thoha dan Nyai Khotimah tidak langsung dipertemukan, melainkan Kiai
Thoha berangkat lagi ke Makkah untuk
melanjutkan pendidikan hingga tujuh tahun lamanya. Ada yang
mengatakan hingga sembilan tahun.
Setelah Kiai Thoha pulang, beliau telah
menjadi seorang ulama muda yang mumpuni dalam berbagai bidang ilmu keislaman. Maka Syekh Kholilpun menyerahkan Pesantren Jangkibuan pada Kiai Thoha, sementara Syekh Kholil sendiri
pindah dan mendirikan pesantren di Demangan.
Dalam buku “Surat Kepada Anjing Hitam”,
Saifur Rahcman menulis: “Dari Pesantren Demangan inilah Kiai Kholil bertolak
menyebarkan agama Islam di Madura hingga
Jawa. Kiai Kholil mula-mula membina agama Islam di sekitar Bangkalan. Baru setelah dirasa cukup baik, mulailah merambah ke pelosok-pelosok jauh, hingga menjangkau ke seluruh Madura secara merata.
Pulau Jawa yang
merupakan pulau terdekat dengan pulau Madura menjadi sasaran da’wah Kiai
Kholil. Jawa yang telah dirintis oleh pendahulunya yaitu Sunan Giri, dilanjutkan
oleh Kiai Kholil dengan metode da’wah
yang sistematis. Tidak jarang Kiai Kholil dalam da’wahnya terjun
langsung ke masyarakat lapisan terbawah di pedesaan Jawa. Saat ini masih nyata
bekas peninggalan da’wah Kiai Kholil baik
berupa naskah-naskah, kitab Al-Qur’an, maupun monument atau tugu yang pernah dibangunnya. Sebuah tugu penunjuk
arah kiblat dan tanda masuknya sholat lima waktu masih dapat dilihat sampai
sekarang di Desa Pelalangan, Bondowoso. Demikian juga beberapa kenangan berupa
hadiah tasbih kepada salah satu masyarakat di daerah Bondowoso.
Masih banyak bekas jejak da’wah yang
dapat kita temui sekarang, seperti
musholla, sumur, sorban, tongkat
Kiai Kholil.
MURID-MURID SYEKH KHOLIL
Berikut saya nukil
tulisan Saifur Rachman dalam buku “Surat Kepada Anjing Hitam”:
“Hampir ulama besar di Madura dan Jawa
adalah murid Kiai Kholil. Selain itu, murid Kiai Kholil rata-rata berumur
panjang, banyak diatas 100 tahun. Berikut ini sebagian murid Kiai
Kholil yang mudah dikenal saat
ini:
- KH. Hasyim Asy’ari : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) Bahkan beliau tercatat sebagai Pahlawan Nasional.
- KHR. As’ad Syamsul Arifin : Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo. Pesantren ini sekarang memiliki belasan ribu orang santri.
- KH. Wahab Hasbullah: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971).
- KH. Bisri Syamsuri: Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.
- KH. Maksum : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah
- KH. Bisri Mustofa : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Beliau juga dikenal sebagai mufassir Al Quran. Kitab tafsirnya dapat dibaca sampai sekarang, berjudul “Al-Ibriz” sebanyak 3 jilid tebal berhuruf jawa pegon.
- KH. Muhammad Siddiq : Pendiri, Pengasuh Pesantren Siddiqiyah, Jember.
- KH. Muhammad Hasan Genggong : Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong. Pesantren ini memiliki ribuan santri dari seluruh penjuru Indonesia.
- KH. Zaini Mun’im: Pendiri, Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Pesantren ini juga tergolong besar, memiliki ribuan santri dan sebuah Universitas yang cukup megah.
- KH. Abdullah Mubarok: Pendiri, Pengasuh Pondok , kini dikenal juga menampung pengobatan para morphinis.
- KH. Asy’ari: Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Darut Tholabah, Wonosari Bondowoso.
- KH. Abi Sujak : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Astatinggi, Kebun Agung, Sumenep.
- KH. Ali Wafa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Temporejo, Jember. Pesantren ini mempunyai ciri khas yang tersendiri, yaitu keahliannya tentang ilmu nahwu dan sharaf.
- KH. Toha : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Bata-bata, Pamekasan.
- KH. Mustofa : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Macan Putih, Blambangan
- KH Usmuni : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Pandean Sumenep.
- KH. Karimullah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Curah Damai, Bondowoso.
- KH. Manaf Abdul Karim : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
- KH. Munawwir : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
- KH. Khozin : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Buduran, Sidoarjo.
- KH. Nawawi : Pendiri, pengasuh pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Pesantren ini sangat berwibawa. Selain karena prinsip salaf tetap dipegang teguh, juga sangat hati-hati dalam menerima sumbangan. Sering kali menolak sumbangan kalau patut diduga terdapat subhat.
- KH. Abdul Hadi : Lamongan.
- KH. Zainudin : Nganjuk
- KH. Maksum : Lasem
- KH. Abdul Fatah : Pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Al Fattah, Tulungagung
- KH. Zainul Abidin : Kraksan Probolinggo.
- KH. Munajad : Kertosono
- KH. Romli Tamim : Rejoso jombang
- KH. Muhammad Anwar : Pacul Bawang, Jombang
- KH. Abdul Madjid : Bata-bata, Pamekasan, Madura
- KH. Abdul Hamid bin Itsbat, banyuwangi
- KH. Muhammad Thohir jamaluddin : Sumber Gayam, Madura.
- KH. Zainur Rasyid : Kironggo, Bondowoso
- KH. Hasan Mustofa : Garut Jawa Barat
- KH. Raden Fakih Maskumambang: Gresik
- KH. Sayyid Ali Bafaqih : Pendiri, pengasuh Pesantren Loloan Barat, Negara, Bali.”
SYEKH KHOLIL DAN NU
Berikut saya nukil
tulisan Saifur Rachman dalam buku “Surat Kepada Anjing Hitam”:
“Murid Kiai
Kholil, Kiai Hasyim Asy’ari, sebagai sesepuh Pulau Jawa waktu itu,
sedang memusatkan perhatiannya terhadap
rencana berdirinya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Kiai Hasyim Asy’ari
tampak resah, beberapa kali memohon petunjuk Allah SWT dengan melaksanakan sholat Istikharah. Sungguhpun sudah melakukan sholat istikharah berkali-kali, namun petunjuk tak
kunjung datang. Rupanya petunjuk Allah
terhadap rencana berdirinya jam’iyah
Nahdlatul Ulama tidak diberikan langsung
kepada Kiai Hasyim Asy’ari, tetapi melalui Kiai Kholil.
Pada tahun 1924, ketika petunjuk Allah
datang, Syekh Kholil segera memanggil
muridnya, As’ad Syamsul
Arifin, santri senior berumur 27 tahun untuk menghadap.
“As’ad,” kata Syekh Kholil, “Ya, Kiai,
“ jawab As’ad santri.
“As’ad, tongkat ini antarkan ke Tebu
Ireng dan sampaikan langsung kepada Kiai Hasyim Asy-’ari,“ pesan Syekh Kholil sambil menyerahkan sebuah tongkat. “Tetapi ada syaratnya. Kamu harus hafal Al-Quran ayat 17-23 surat Thoha,” pesan Syekh Kholil lebih lanjut, “Bacakanlah
kepada Kiai Hasyim ayat-ayat
itu,” pesan Syekh Kholil menutup pembicaraan.
Begitu menerima perintah, As’ad santri
segera berangkat ke Tebu Ireng, kediaman KH. Hasyim Asy’ari. Setelah As’ad santri menempuh perjalanan
cukup panjang dengan berjalan kaki yang tentu
saja banyak mengalami suka dan duka, akhirnya tibalah di Tebu
Ireng. Mendengar kedatangan utusan Syekh Kholil, Kiai Hasyim Asy’ari menduga
pasti ada sesuatu yang sangat penting. Ternyata benar.
“Kiai, saya diutus Kiai Kholil untuk
mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini
kepada Kiai.” Kata As’ad santri
sambil menyerahkan sebuah tongkat. Tongkat itu diterima dengan
penuh perasaan haru. Kiai Hasyim lalu
bertanya kepada As’ad santri,
“Apa tidak ada pesan dari Kiai Kholil?” As’ad santri lalu membaca :
وَمَا تِلْكَ بِيَمِيْنِكَ
يـمُوْسى (17) قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ
بِهَا عَلى غَنَمِيْ وَلِيَ فِيْهَا مَآرِبُ أُخْرى (18) قَالَ أَلْقِهَا يـمُوْسى (19) فَأَلْقـهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعى (20) قَالَ خُذْهَا وَلاتَخَفْ
سَنُعِيْدُهَا سِيْرَتَهَا الأُوْلى (21) وَاضْمُمُ يَدَكَ إِلى جَنَاحِكَ
تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوْءٍ آيَةً أُخْرى (22) لِنُرِيَكَ مِنْ
آيـتِنَا الكُبْرى (23)
Artinya:
“Apakah
itu yang ditanganmu, hai Musa?” Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku
bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambing dan bagiku ada
lagi keperluan lain padanya.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!”
Lalu dilemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba menjadi sekor ular yang merayap
dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan kau takut, kami akan
mengembalikannya pada keadaan semula, dan kepitkanlah tanganmu diketiakmu niscaya keluar menjadi putih cemerlang tanpa
cacat, sebagai mukjizat yang lain, untuk Kami perlihatkan kepadau sebagian dari
tanda-tanda kekuasan Kami yang sangat besar”.
Mendengar
ayat-ayat yang dibacakan As’ad santri, hati Kiai Hasyim bergetar.
Matanya menerawang. Terbayang wajah Syekh
Kholil yang sangat tua dan
bijaksana. “Oh ya, berarti ini berkaitan dengan rencana mendirikan
jam’iyah Nahdlatul Ulama itu,” kata Kiai Hasyim Asy’ari terharu. Kiai Hasyim
menangkap isyarat berarti gurunya tidak berkeberatan kalau mendirikan sebuah
organisasi jam’iyah. Sejak saat itulah keinginan Kiai Hasyim untuk mendirikan
sebuah organisasi jami’yyah sudah mantap.
Lalu dimusyawarahkan dan dirumuskannya segala sesuatu yang berkenaan
dengan organisasi itu.
Sungguhpun demikian, hari demi hari,
bulan demi bulan, organisasi jam’iyyah yang dicita-citakan belum berdiri.
Sampai suatu saat datang utusan Syekh Kholil ke Tebui Ireng. Memang, dalam
pertengahan tahun 1925, Syekh Kholil memanggil As’ad santri kembali menghadap.
Seperti satu setengah tahun yang lalu, As’ad santri dipanggil untuk maksud yang
sama, yaitu diutus ke Tebu Ireng. Bedanya, kalau dahulu diutus untuk
menyerahkan tongkat, maka kali ini untuk menyerahkan tasbih. Seperti halnya
tongkat, tasbih inipun disertai pesan Syekh
Kholil padaAs’ad santri berupa bacaan salah satu Asma’ul Husna, yaitu Ya
Jabbar Ya Qohhar sebanyak tiga kali.
Berangkatlah As’ad santri ke Tebu Ireng sebagai utusan Syekh Kholil
Bangkalan.
Setelah As’ad santri menempuh
perjalanan yang cukup jauh dengan berjalan kaki. Tentu saja suka dukapun
dialami Kiai As’ad dalam tugas ini, seperti yang dituturkan oleh beliau sendiri
bahwa dalam perjalanan itu sampai ada yang mengatakan dirinya sebagai orang
gila karena berkalungkan tasbih sambil
berjalan kaki. Tetapi ada juga yangmengatakan sebagai seorang wali
Allah.
Akhirnya, As’ad santri tiba di Tebu
Ireng. Kiai As’ad berkata: ”Sesampainya
di Tebu Ireng, saya bertemu dengan Kiai Hasyim dan menyerahkan
tasbih sambil membungkuk. Kiai hasyim sendiri yang mengambil tasbih itu dari leher saya.” Tasbih yang
diserahkan kepada Kiai Hasyim tidak berubah dari posisi semula sejak dikalungkan oleh Syekh Kholil di Bangkalan. “Saya tidak berani mengubahnya,
meskipun di jalan banyak orang yang menertawakan dan mungkin saya dianggap
gila.” Kata Kiai As’ad mengenang
perjalanan yang katanya tidak bisa melupakan kejadian itu. Setahun
setelah kejadian itu, di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-madura. Mereka bermusyawarah dan sepakat mendirikan organisasi Islam Jami’yyah
Nahdlatul Ulama di Indonesia. Pada hari itu juga, tangal 31
Desember 1926, jam’iyyah Nahdlatul Ulama resmi berdiri. Kemudian para ulama sepakat memilih KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai ketua umumnya.
Latar belakang sejarah kelahiran NU
yang tidak mudah. Untuk mendirikannya memohon izin terlebih dahulu kepada Allah SWT. Permohonan petunjuk yang
diprakarsai oleh Kiai Hasyim Asy’ari rupanya tidak datang langsung kepada
beliau. Tetapi petunjuk datang melalui Syekh Kholil. Jadi, jelas posisi Syekh Kholil didalam kesejarahan proses berdirinya jam’iyyah Nahdlatul Ulama adalah sebagai
inspirator.
Kemudian, Kiai Kholili bin Abdul Lathif
meriwayatkan, sebagaimana yang yang
dituturkan oleh Kiai Thoha Kholili Jangkibuan, bahwa pada
tahun 1925, beberapa waktu sebelum
Syekh Kholil wafat, Kiai Hasyim Asy’ari bersama beberapa Kiai Jawa
datang ke Bangkalan untuk memohon restu Syekh Kholil didalam meresmikan NU.
Namun saat itu kesehatan Syekh Kholil
sudah sangat lemah, sehingga beberapa saat sebelum kedatangan rombongan
Kiai Hasyim Asy’ari, Syekh Kholil menitip pesan kepada Kiai Muhammad Thoha
(menantu Syekh Kholil), bahwa sebentar lagi rombongan Kiai Hasyim datang,
mereka tidak usah bertemu Syekh Kholil.
Melalui Kiai Muhammad Thoha, Syekh Kholil memberi restu atas
peresmian NU. Dan memang, pada akhir
hayat Syekh Kholil, ketika beliau tidak lagi sehat, beliau jarang
sekali menerima tamu. Apabila ada pertanyaan masalah hukum, beliau sering
melemparkan kepada Kiai Muhammad Thoha untuk menjawabnya. Maka rombongan Kiai
Hasyim Asy’ari langsung menuju Kiai
Muhammad Thoha di Pesantren Jangkibuan.
PENINGGALAN SYEKH KHOLIL UNTUK UMMAT
Syekh Kholil wafat pada hari kamis
tanggal 29 Ramadhan 1343 H (1925 M) jam
04 pagi. Jenazah beliau dishalati di Masjid Agung Bangkalan pada sore
harinya setelah shalat ashar, kemudian dimakamkan di Pemakaman Martajasah,
Bangkalan.
Syekh Kholil banyak meninggalkan
“warisan” yang bermanfaat untuk ummat.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pesantren
Jangkibuan. Pesantren ini terus aktif sampai kini dan diasuh oleh keurunan Nyai
Khotimah bin Kholil dengan Kiai Thoha. Pesantren ini diberi nama “Pesantren
Al-Muntaha Al-Kholili”.
2. Pesantren Kademangan. Sepeninggal Syekh Kholil, pesantren ini diasuh oleh keturunan beliau sendiri. Saya mendapatkan tiga nama urutan pengasuh Pesantren Kedemangan, yaitu Kiai
Abdul Fattah bin Nyai Aminah binti Nyai Muthmainnah binti Imron bin Kholil,
kemudian Kiai Fakhrur Rozi bin Nyai Romlah binti Imron bin Kholil, kemudian Kiai Abdullah Sachal bin Nyai
Romlah binti Imron bin Kholil. Sampai
kini (2007) Pesantren Kademangan diasuh oleh Kiai Abdullah Sachal.
3. Kitab “As-Silah fi Bayanin-nikah”. Sebuah kitab tentang
pernikahan, meliputi segi hukum dan adab.
Dicetak oleh Maktabah Nabhan bin Salim Surabaya.
4. Rangkaian
Shalawat. Dihimpun oleh KH. Muhammad Kholid dalam kitab “I’anatur Roqibin” dan dicetak oleh Pesantren Roudlotul Ulum, Sumber
Wringin, Jember. Jawa Timur.
5. Dzikir dan wirid. Dihimpun oleh KH. Mushthofa Bisri, Rembang, , kitab berjudul
“Al-Haqibah”.
(
http://yessfoundation.blogspot.com/2011/12/sejarah-kh-kholil-bangkalan.html)
Assalamualaikum kyai. saya herman dr surabaya. saya ada seorang pengagum sosok kyai kholil bangkalan, walau saya tidak pernah bertemu dengan beliau secara langsung. secara tidak sengaja saya menemukan blog bapak yang menjelaskan secara detil (lebih dr yg saya ketahui selama ini) tetang siapa sosok kyai kholil bangkalan. selain itu saya juga menyukai tulisan2 yang bapak posting, semua cocok dengan apa yang telah di ajarkan oleh guru" saya di surabaya. tapi ada satu hal yang membuat saya risih, ada posting komentar di sebuah blog (mantankyainu.blogspot.com) yang merendahkan, mengkafirkan apa yang telah guru saya ajarkan. setelah saya perhatikan postingan pada blog tersebut, saya berfikiran bahwa dalil yang digunakan sang penulis terlalu sempit pemaknaanya dalam menfsirkan suatu masalah, penulis terlalu terpaku pada suatu hal. jadi menolak semua kemungkinan yang ada. yang saya ingin ketahui bagaimana pendapat bapak mengenai postingan pada blog tersebut. saya ini hanyalah orang yang masih perlu banyak belajar dan bimbingan dari orang" yang mumpuni seperti bapak. terima kasih telah membaca komentar saya, Semoga Allah meridhoi dan merahmati anda sekeluarga.
BalasHapuswa'alaikum salam wr wb
Hapussaya Habib Zain dari Pulau Madura...ana sependapat dengan apa yang anda ucapkan di atas ini, semoga kita mendapatkan barokah dari beliau sampai keturunan kita amin
terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. adapun mengenai posting2 pada blog mantankyainu.blogspot.com. dapat kami komentar sebagai berikut :
BalasHapus1.Tulisan tentang KH Kholil pada blog kami tersebut merupakan copi paste dari (ttp://yessfoundation.blogspot.com/2011/12/sejarah-kh-kholil-bangkalan.html), kami sendiri beralamat dari Aceh , jadi tidak begitu kenal dengan sosok beliau. Namun demikian, berdasarkan berbagai informasi, kami berkeyakinan bahwa KH Kholil sosok Kiyai dan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang patut menjadi panutan kita umat Islam.
2.blog mantankyainu.blogspot.com tersebut, dikelola oleh kelompok wahabi yang sangat anti kepada pemahaman keagamaan mazhab empat, termasuk mazhab Syafi'i yang banyak dianut oleh ulama dan umat Islam Indonesia dan dunia Islam.
3.Kelompok wahabi memang suatu kelompok minoritas dari umat Islam sedunia yang ekstrim radikal, sempit, literlik, terlalu tekstual dalam memahami agama, suka mengkafirkan, menuduh sesat umat Islam yang tidak termasuk kelompok mereka. Menganggap hanya mereka yang benar, kelompok lain sesat bahkan kafir. Ini dapat saudara lihat dari tulisan 2 mereka.
4.Dengan demikian, dapat dipahami kenapa mantankyainu.blogspot.com, tidak senang bahkan mengkafirkan ajaran2 KH Kholil. (perlu dicatat, KH Kholil adalah salah seorang ulama Islam yang bermazhab Syafi’i.)
5.Demikian terima kasih, mudah2an bermanfaat.
ass.alaikum,mengenai biografi syaikhona moh kholil abd latif bangkalan insyaaLLOH shoheh tulisan tersebut.
BalasHapusterima kasih atas komentarnya
HapusDoakan aku bisa hadir ke tempat yang mulia tengkuku... dan izinkan aku berguru padamu...
HapusDoakan aku bisa hadir ke tempat yang mulia tengkuku... dan izinkan aku berguru padamu...
Hapusassalamu'alaikum wr. wb.mohon izin copas
BalasHapussyukron mudah2an bermanfaat dan barokah....
assalamu'alaikum ustadz....
BalasHapusizin copas.... mudah2an bermenfaat
silakan utk dakwah islamiyah
Hapussangat bermanfaat sekali artikel di atas, mohon maaf sebelumnya apa bapak mempunyai buku yang berjudul "SURAT KEPADA ANJING HITAM" isinya tentang karomah kyai kholil madura. jika punya mohon berkenan untuk di pinjamkan kepada saya atau jika boleh saya beli juga tidak apa apa, saya sangat menginginkan buku tersebut... terimakasih....
BalasHapus