Senin, 02 Juli 2012

Muhammad Amin al-Kurdi ( Perintis Thariqah al-Naqsabandiyah Mesir)

Muhammad Amin al-Kurdi adalah seorang sufi besar yang hidup pada pertengahan abad ke tiga belas hijriah. Ia lahir di kota Irbil dekat kota Mosul. Irbil adalah salah satu kota di Irak.
Muhammad Amin dan bimbingan tasawuf
Muhammad Amin kecil tumbuh di bawah asuhan ayahnya sendiri yang bernama Syaikh al-’ârif billah Fathullah. Fathullah adalah seorang ulama tasawwuf yang berpegang pada Thariqah Qâdiriyyah. Bahkan beliau adalah seorang mursyid dari Thariqah yang dinisbat-kan kepada Syaikh Abd al-Qadir al-Jailâni itu. Dari ayahnya itulah Muhammad Amin belajar Alquran dan ilmu-ilmu lainnya. Setelah menimba ilmu dari ayahnya, ia lantas berguru pada seorang Syaikh dari Thariqah Naqsabandiyyah yang bernama Syaikh al-’ârif billah Umar.
Dalam bimbingan Syaikh Umar, Muhammad Amin selama bertahun-tahun sangat menjaga adab, sopan-santun dan tata krama dalam berkhidmah mencari ilmu. Di samping itu ia juga senantiasa ber-mujahadah untuk membersihkan dan menjaga hati dari segala penyakit serta menghiasinya dengan akhlak yang mulia sehingga beliau mendapat anugerah dari Allah yang tiada kira. Karena syarat dalam menuntut ilmu tasawwuf akan terpenuhi, jika ada mursyid yang ma’rifat dan kesiapan diri, dalam arti selalu ber-mujâhadah dan patuh terhadap perintah mursyid. Amin muda juga dipercaya oleh gurunya sebagai mursyid Thariqah al-Naqshabandiyah. Namun kemudian ia minta izin untuk berkhalwat dan ziarah ke makam para ulama yang salih.

Perjalanan ruhaniyah
Muhammad Amin, dengan bekal do`a dari gurunya, tawakal dan rasa percaya kepada Allah SWT pergi meninggalkan Iraq, dan menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan ibadah haji, ziarah ke Masjid al-Haram dan ziarah ke makam Rasulullah SAW.
Dari Iraq sufi besar ini menempuh jalan darat sampai ke Bashrah. Kemudian dari Bashrah melanjutkan dengan jalan laut untuk sampai ke tanah suci. Mula-mula Syekh Amin bermukim di Makkah al-Mukarramah selama setahun. Di sanalah Imam kita ini banyak mendapat futuhât, waridât ilahiyyah dan banyak hal-hal kejadian aneh atas diri beliau. Kemudian ia pindah ke Madinah al-Munawwarah. Selama beberapa tahun di Madinah, ia lebih banyak tinggal di Jabal Uhud dan Baqî`. Syekh Amin juga sempat belajar di Madrasah al-Mahmûdiyyah, yang syarat masuknya harus mengusai bahasa Turki. Setelah lulus sufi besar ini sempat mengajar di Masjid Nabawi serta mempersunting perempuan dari Turki. Meskipun sibuk Syekh Amin selalu melaksanakan ibadah haji tiap tahun.

Muhammad Amin tiba di Mesir
Muhammad Amin berkata: “Cinta kepada Ahli Bait telah membaur dalam hatiku, seperti membaurnya cahaya dan air mata. Sungguh aku telah tenggelam dalam cinta, biarkanlah aku sibuk menyebut mereka”. Cinta kepada Ahli Bait telah membawa Muhammad Amin untuk pergi ke Mesir. Karena memang banyak keturunan Rasulullah SAW yang hijrah dan menetap di Mesir sebab peristiwa Karbalâ. Di antara keturunan Rasulullah yang ada di Mesir adalah makam kepala Sayyidina Husain bin Ali (cucu Rasulullah SAW), Sayyidah Zainab binti Sayyidah Fatimah (saudari Sayyidina Hasan dan Husain), Sayyidah Sukainah binti Sayyidina Husain, Sayyidah Fatimah binti Sayyidina Husain (saudari dari Sayyidah Sukainah), Sayyidah Nafisah binti Hasan al-Anwar, Sayyidah Ruqayyah binti Ali Ridha, Sayyidah Aisyah binti Sayyidina Ja’far Shadiq dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu di Mesir juga terdapat makam kepala Sayyidina Muhammad bin Abu Bakr al-Shidiq.

Sesampai di Mesir Muhammad Amin memperdalam ilmu-ilmu agama di al-Azhar al-Syarîf, masuk dalam Ruwâq Akrâd. Syekh Amin memperdalam ilmu hadîs dari Syaikh Muhammad al-Asmuni al-Manufi, dan memperdalam ilmu fikih dari Syaikh Musthafa. Selama belajar, sufi agung ini tidak melupakan adab sebagai seorang murid dan menjaga hak-hak guru. Di samping memperdalam ilmu-ilmu lahir ia tidak melupakan ilmu batin dengan terus ber-mujahadah untuk men-takhalî (membersihkan diri dari sifat tercela) dan men-tahalî (menghias diri dengan sifat keutamaan) hati, sesuai petunjuk Thariqah al-Naqsabandiyyah. Sehingga terkumpul dalam diri perintis Thariqah Naqsabandiyah di Mesir ini dua ilmu, Syari’at dan Hakikat. Dan itulah seorang sufi sejati; menggabungkan antara Syari’at dan Hakikat.
Selama di Mesir Muhammad Amin tinggal di Embaba yang merupakan salah satu kota di Cairo. Setiap hari sebelum terbit fajar, ia selalu pergi ke Kairo untuk menatap mentari pagi untuk kemudian berziarah ke makam Sayyidina Husain.
Di daerah Bulaq inilah beliau Syekh Amin sibuk berdakwah mengajarkan tajwîd, quran, hadîs, fikih, ilmu kalâm, ilmu tasawwuf dan tentunya juga menyebarkan ajaran Thariqah al-Naqsabandiyyah kepada yang cinta Thariqah dan serius dalam menekuninya. Seiring merayapnya waktu pengikut thariqah ini bertambah banyak. Dan ketika Imam Masjid al-Sananiyyah di Bulaq meninggal, Syekh Amin dipercaya untuk menggantikannya. Di tengah-tengah kesibukan berdakwah dan mengajarkan ilmu agama, Syekh kita ini mempunyai hobi mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran dari orang lain walaupun orang awwam. Dalam hal ini Syekh Amin al-Kurdi mengatur waktu kumpul di masjid al-Sananiyyah untuk tadarrus dan tadabbur Alquran al-Karim. Dan sudah menjadi kebiasaan, ketika selesai tadarrus sang alim nan dermawan ini membagikan makanan dan minuman ala kadarnya.

Karomah Syekh Amin al-Kurdi
Pada suatu hari terjadi keanehan yang di luar kemampuan manusia. Seperti biasanya sehabis tadarrus dan tasmî’ Quran Syaikh Muhammad Amin membagikan roti ala kadarnya. Roti yang dipersiapkan tidak mencukupi jumlah hadirin yang begitu banyak. Akhirnya al-’arif billah ini meletakkan roti itu disebuah nampan dan menyuruh muridnya untuk membagikannya. Dan anehnya, setiap kali dibagikan, roti dalam tempat itu tidak berkurang; tetapi tetap seperti semula sampai semua hadirin mendapatkan bagian.

Syekh Amin wafat
Syekh Muhammad Amin al-Kurdi wafat dan dimakamkan di Kairo tahun 1332 H/ 1914 M. Makam Syekh Amin terletak di dekat Perpustakaan Al-Azhar dan Dâr al-Ifta, dekat jalan Sultan Ahmad Kitbai dan jalan Akâbir. Selain makam beliau, di situ juga terdapat beberapa makam tokoh sufi, antara lain: makam Syaikh Mahmud Abu ‘Alyan (mujaddid Tasawwuf), Al-Sayyid Ibrahim al-Khalil al-Syadzily (keduanya termasuk Ahli Bait). Makam keduanya terletak di Masjid ‘Asyîrah Muhammadiyah; pusat tarekat Syadziliyah Muhammadiyah di Kairo.
Selain tokoh sufi, di dekat makam beliau juga terdapat makam ulama’ terkemuka Mesir antara lain: makam Syaikh Al-Bajuri (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Abdullah al-Syarqâwi (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Muhammad al-Embâby (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Al-Ahmadi al-Dhawâhiri (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Hasûnah al-Nawâwi (Syaikh al-Azhar) Di sana juga terdapat makam Syaikh Muhammad Abduh (Mujaddid al-Azhar).
Di sekitar makam beliau juga terdapat makam wali besar. Diantaranya: makam Syaikh Musthafa al-Bakri al-Khalwati, makam Syaikh al-Hafani al-Khalwaty, makam Syaikh al-Haddad al-Khalwaty, makam Syaikh al-Marzûqy al-Syadzily, makam Syaikh Ali al-Waqâd al-Syadzily, makam Syaikh al-Bâbî al-Halaby al-Naqsyabandy.

Diantara peninggalan beliau antara lain adalah kitab Mursyid al-’awaam, Al-Hakikat al-’Âliyyah, Tanwîr al-Qulûb fii al-Tasawwuf, Irsyad al-Muhtâj ilâ Huqûq al-Azwâj, Dîwân Khatab, Al-’Uhûd al-Watsîq fî al-Tamasuk bi al-Syarîah wa al-Haqîqah, fî Manâqib al-Naqsybandiyyah, Sa’adah al-Mubtadiin fi ‘ilmi al-Dîn dan lain-lain.Wallahu A’lam

(sumber :  http://muhammadghozaly.wordpress.com/2010/09/21/muhammad-amin-al-kurdi-perintis-thariqah-al-naqsabandiyah-mesir/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar