Senin, 18 November 2013

Hamzah Fansuri juga bersyari’at, berbeda dengan i’tiqad Salek Buta

Hamzah Fansuri merupakan seorang tokoh kontroversial di mata ilmuan Islam sesudahnya. Meskipun banyak banyak yang mencelanya karena dikaitkan dengan akidah wahdatul wujud, tetapi juga tidak sedikit yang membelanya sehingga disebut-sebut sebagai gelar auliya Allah atau ‘arif billah dan sebagainya. Namun terlepas dari kontroversial Hamzah Fansuri tersebut, beliau adalah seorang ilmuan Islam yang tetap menghormati syari’at. Syari’at dan hakikat tidak pernah saling bertentangan. Beliau mengatakan barangsiapa yang keluar dari kandungan syari’at, maka orang itu termasuk orang yang digoda syetan. Pemahaman beliau ini berbeda sekali dengan i’tiqad Salek Buta yang berpendapat kalau sudah sampai maqam hakikat, maka tidak perlu lagi berbuat ibadah dhahir (syari’at).
Berikut cuplikan tulisan dalam kitab beliau, Syarabul ‘Asyiqin :
“Dan mencari makrifat kepada guru yang sempurna kepada syari’at dan tarikat dan hakikat. Karena syari’at seperti rumah, hakikat seperti isi rumah. Jika rumah tiada berpagar akibatnya isi rumah itu dicuri orang, yakni jalan kepada Allah jika tiada dengan syari’at akibatnya diharu syetan, seperti firman Allah :
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
  Yakni bahwa tiadakah kujanjikan dengan kamu hai anak Adam bahwa jangan kamu menyembah syetan, sesungguhnya ia bagi kamu seteru terlalu nyata.
  Bagi kita memagar diri kita supaya kita jangan diharu syetan. Barangsiapa memagar dirinya dengan pagar syari’at, tiada dapat diharu syetan. Adapun barangsiapa keluar daripada kandung syari’at, niscaya ia dapat diharu syetan. Jangan kamu sanggah syari’at ini kecil, barangsiapa mencela syari’at, kafir. Na’uzu billahi minha, karena syari’at tiada bercerai dengan tarikat, tiada bercerai dengan hakikat, tiada bercerai dengan makrifat. Seperti kapal sebuah, syari’at seperti isinya, makrifat akan labanya. Apabila lunas dibuangkan, niscaya kapal itu karam, labapun lenyap, modalpun lenyap, merugi kita. Wallhu a’lam bisshawab.” (Hamzah Fansuri, Syarabul ‘Asyiqin, alih aksara oleh Drs Nurdin AR, M.Hum, Terbitan Dinas Kebudayaan Prov. NAD, Tahun 2002, Hal. 19)



4 komentar:

  1. assalamu'alaikum...
    Di manakah letak makam hamzah fansuri,apakah benar makam beliau di ujoeng pancu aceh aceh besar..?
    wassalam

    BalasHapus
  2. ada yang mengatakan makam beliau di singkil, wallhua'alm

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang di ujong pancu saya pernah singgah pak :) tapi yang singkil belum :(

      Hapus
  3. Di Kampong Oboh Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam (dulu Kab. Aceh Singkil)

    BalasHapus