Talqin mayat ada dua macam, yaitu :
1. talqin
sebelum peguburan, yaitu dimana seseorang sedang menghadapi maut.
2. talqin mayat
sesudah penguburan.
Yang banyak timbul polemik di tengah masyarakat
kita adalah talqin setelah penguburan. Berikut keterangan para ulama mengenai talqin
mayat setelah penguburan, antara lain :
1. Dalam al-Fatawa karangan
an-Nawawi, disebutkan :
“Adapun talqin sesudah penguburan yang sudah menjadi
kebiasaan di negeri Syam, menurut pendapat yang terpilih adalah mustahab (dianjurkan).
Diantara yang menganjurkan dari kalangan ashhab kita adalah al-Qadhi Husain,
Abu Sa’id al-Mutawalli, Syaikh Abu
al-Fath Nashr al-Muqaddisy al-Zahid, Abu Qasim al-Rafi’i dan lainnya.” [1]
2.
Berkata Zainuddin al-Malibary :
“Sunat talqin mayat yang sudah baligh, meskipun dia orang syahid
sesudah sempurna penguburan” [2]
3.
Muhammad ar-Ramli dalam Fatawanya,
beliau berkata :
“Talqin mayat yang bukan anak-anak dan seumpamanya
adalah sunat dan itu setelah dikebumikan” [3]
4.
Sayyed al-Bakri al-Damyathi berkata
[4]:
“Aku telah melihat dalam Hasyiah Barmawi ala Sinmim:
disunatkan talqin mayat sesudah dikebumikan dan meratakan tanah”.
5.
Al-Shakawy, salah seorang tokoh
Mazhab Syafi’i mengatakan :
“Sesungguhnya kalangan Mazhab Maliki sepakat dengan
kita juga mengenai dianjurkan talqin sesudah mati. Diantara yang menerangkannya dari kalangan mereka
adalah Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi. Beliau mengatakan, ”Itu merupakan
perbuatan penduduk Madinah, orang-orang shalih dan pilihan dan di sisi kita
berlaku amalan tersebut di Qurthubah. Adapun dikalangan Mazhab Hanafi, maka
terjadi perbedaan pendapat dikalangan tokoh-tokoh mereka sebagaimana dalam sebagian
kitab mereka, yaitu al-Muhith. Demikian juga terjadi perbedaan pendapat
dikalangan Mazhab Hanbali.[5]
Berdasarkan
keterangan di atas, nampak jelas bahwa pendapat disunnatkan talqin orang yang sudah
meninggal dunia tersebar dalam mazhab yang empat. Berikut dalil-dalil yang menyatakan
sunat talqin orang sudah meninggal dunia atau sesudah penguburan antara lain :
1.
Firman Allah Ta’ala
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya : Dan berikanlah peringatan! Sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang mukmin”. (Q.S. al-Zariyaat : 55)
Memberi peringatan kepada orang mukmin tidak dibatasi hanya
pada orang masih hidup, tetapi juga berlaku bagi orang yang sudah meninggal
2.
Hadits Nabi :
ﺇﻥﺍﻠﻌﺒﺩ ﺇﺫﺍﻭﻀﻊ ﻔﻰﻗﺒﺭﻩ ﻭﺘﻭﻠﻰﻋﻨﻪ ﺃﺼﺤﺎﺒﻪ ﺃﻨﻪ ﻴﺴﻤﻊ ﻗﺭﻉ ﻨﻌﺎﻠﻬﻡ ﻓﺄﺫﺍﺍﻨﺼﺭﻓﻭﺍ ﺃﺘﺎﻩ ﻤﻠﻜﺎﻥ
Artinya : Seorang hamba apabila diletak dikuburnya,
berpaling dan pergi sahabat-sahabatnya sehingga dia mendengar suara sandal
mereka maka datang dua orang malaikat (H.R. Muslim) .[6]
Berdasarkan hadits ini, orang yang sudah
meninggal dunia dapat mendengar suara yang berasal dari manusia yang masih
hidup. Dengan demikian, maka peringatan dalam bentuk talqin juga dapat didengar
dan bermanfaat bagi yang sudah meninggal dunia
3.
Hadits Nabi Riwayat Thabrani dari
Abu Umamah, beliau berkata :
إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمر رسول الله
صلى الله عليه و سلم فقال إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم التراب على قبره فليقم
أحدكم على رأس قبره ثم ليقل : يا فلان بن فلانة . فإنه يسمعه ولا يجيب . ثم يقول :
يا فلان بن فلانة . فإنه يستوي قاعدا . ثم يقول : يا فلان بن فلانة . فإنه يقول :
أرشدنا رحمك الله - ولكن لا تشعرون - فليقل : اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة
أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا
وبمحمد نبيا وبالقرآن إماما فإن منكرا ونكيرا يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه ويقول
: انطلق بنا ما نقعد عند من لقن حجته فيكون الله حجيجه دونهما فقال رجل : يا رسول
الله فإن لم يعرف أمه ؟ قال فينسبه إلى حواء يا فلان بن حواء
Artinya : Apabila aku meninggal dunia, maka
lakukanlah atasku sebagaimana perintah Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda :
“Apabila mati seseorang dari saudara kamu, ratakanlah tanah atas kuburannya.
Berdirilah salah seorang kamu atas kuburannya. Kemudian berkatalah : hai pulan
bin pulanah, maka sesungguhnya dia mendengar tetapi tidak dapat menjawab.
Kemudian berkatalah : hai pulan bin pulanah, maka sesungguhnya dia duduk dengan
bersela. Kemudian berkatalah : hai pulan bin pulanah, maka dia berkata :
berikanlah petunjuk untukku, mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepadamu,
tetapi kamu tidak mengetahuinya. Maka katakanlah : Ingatlah keadaan kamu ketika
keluar dari dunia, yaitu : syahadah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah. Dan sesungguhnya kamu redha Allah
sebagai tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Al-Qur’an sebagai
ikutan. Sesungguhnya Munkar dan Nakir saling berpegang tangan satu sama lain berkata
: mari kita pergi!, apa kita duduk di sisi orang yang diperingatkan hujjahnya. Allah
menjadi hujjahnya bukan kedua malaikat itu. Seorang laki-laki berkata :Ya Rasul
Allah!, Bagaimana jika tidak diketahui nama ibunya ?. Rasul Allah menjawab :
bangsakan kepada Hawa dan katakan Pulan bin Hawa”(H.R. Thabrany) [7]
Mengenai kedudukan hadits ini dalam
pendalilian, berikut kutipan ulama ahlussunnah wal jama’ah mengenai hal
tersebut, yaitu :
a.
Syaikh al-Imam Abu Amr bin
al-Shalah r.h.m. pernah ditanyai mengenai talqin, beliau menjawab dalam
fatawanya :
“ Kami
memilih dan mengamalkan talqin. Pendapat ini juga telah disebut
oleh satu jama’ah ashhab kita
(Syafi’iyah) dari Khurasan. Kami meriwayat satu hadits tentangnya dari hadits
Abu Umamah, tetapi sanadnya tidak kuat. Namun demikian, hadits tersebut
disokong dengan beberapa penyokong dan amalan penduduk negeri Syam tempo dulu.[8]
b.
Berkata Imam Nawawi dalam
al-Raudhah :
“Hadits tersebut (hadits sebagaimana disebut di atas )
meskipun dha’if, tetapi didukung oleh beberapa penyokong dari hadits-hadits
shahih dan senantiasa manusia mengamalkannya mulai masa awal pada zaman
orang-orang yang diikuti.[9]
c.
Al-Hafidh al-Sakhawy telah menulis
pembahasan talqin yang didalamnya berisi kutipan-kutipan dari imam empat yang
menyatakan dianjurkan talqin. Beliau melakukan pembahasan secara panjang lebar
tentang hadits talqin dan syawahid (penyokongnya). Dalam kitab tersebut beliau
menyebut lebih sepuluh syawahid hadits talqin.[10]
d.
Imam Nawawi dalam al-Fatawa mengatakan
:
“Hadits ini (hadits sebagaimana disebut di atas)
diriwayat oleh Thabrany dalam Mu’jamnya dan berpredikat hadits dha’if, tetapi
ditoleransikan pengamalannya. Para ulama
hadits dan lainnya telah sepakat adanya toleransi mengamalkan hadits-hadits
fadhail, targhib dan tarhib. Aku telah membahas ini dengan dalil-dalil berupa hadits yang telah
aku jelaskan dalam Syarah al-Muhazzab. Dan senantiasa penduduk negeri Syam
dengan amalan ini mulai zaman ulama-ulama yang sering diikuti sampai dengan
sekarang”.[11]
4.
Hadits riwayat dari Abu Said
al-Khudry, Rasulullah SAW berkata :
لقنوا
موتاكم لا إله إلا اللّه
Artinya : Talqinlah
orang meninggal diantara kamu dengan Laa ilaha illallah (H.R. Muslim)[12]
Kalangan
Syafi’i menjadikan dhahir hadits ini menjadi dalil sunat talqin sesudah mati.[13]
Sebagian ulama mengatakan :
”Sabda Nabi SAW : ”Laqinuu mautakum La
ilaha illallah” merupakan dalil atas talqin sesudah mati, karena hakikat mayit
adalah orang yang sudah mati”[14]
[1]
An-Nawawi, al-Fatawa, Hal. 42. Pernyataan serupa ini, juga beliau sebutkan dalam Kitab
al-Azkar, al-Haramain, Singapura, Hal. 148
[5] Ibnu Alan, Darul Falihin,
Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 214
[7]
Al-Haitsamy, Majma’ al-Zawaid, Darul Fikri, Beirut , Juz. III, Hal. 163, No. Hadits : 4248
[8]
An-Nawawi, al-Azkar, al-Haramain,
Singapura, Hal. 148
[9]
Bujairumi, Hasyiah al-Bujairumi ‘ala Khathib, Maktabah Syamilah,
Juz. VI, Hal. 195
[10] Muhammad bin Alan al-Shadiqi al-Syafi’i,
Futuhah al-Rabbaniyah, Dar Ihya al-Turatsi al-Araby, Beirut, Juz. IV,
Hal. 194
[11] An-Nawawi, al-Fatawa, Hal.
43
[12] Imam Muslim, Shahih Muslim,
Maktabah Syamilah, Juz. III, Hal. 37
[13] Al-‘Aini, Syarah Sunan Abu Daud,
Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 65
[14] Zakariya al-Anshari, Asnaa
al-Mathalib, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 329
Tidak ada komentar:
Posting Komentar