Jumat, 04 Maret 2022

Lazim mazhab bukan mazhab

Qaidah di atas sering kita jumpai dalam kitab-kitab fiqh di saat pembahasan yang berujung kepada pengkafiran seseorang karena i’tiqadnya yang dihukum sebagai  i’tiqad bid’ah. Misalnya seseorang yang beri’tiqad bahwa Allah mempunyai arah (misalnya Allah beradaa di atas langit), lazim (konsekwensi) dari i’tiqad ini bahwa Allah adalah benda. Kalau Allah benda, maka konsekwensinya Allah adalah baharu. I’tiqad Allah baharu jelas disepakati menjadikan seseorang sebagai kafir. Namun demikian orang tersebut tidak mengi’tiqad Allah baharu. Di sini muncul perbedaan umat Islam dalam menyikapinya, apakah lazim mazhab adalah juga mazhab?. Yang berpendapat lazim mazhab adalah mazhab, maka dalam kasus di atas, menyebabkan seseorang dihukum kafir. Bagi yang berpendapat lazim mazhab bukanlah mazhab, maka dalam kasus di atas, tidak menjadi kafir kecuali seseorang tersebut mengi’tiqad lazimnya.

Kebanyakan ulama kita berpendapat lazim mazhab bukanlah mazhab. Berikut ini perkataan para ulama yang berargumentasi dengan qaidah ini dalam mempertahankan pendapat yang mengatakan sebagian ahli bid’ah tidak kafir, meskipun i’tiqadnya tersebut ada kosekwensi (lazim) kepada kufur selama tidak dii’tiqad kufur tersebut. Diantaranya :

1.    Ibnu Hajar al-Haitamiy mengatakan :

الْأَصَح فِي الْأُصُول أَن لَازم الْمَذْهَب لَيْسَ بِمذهب، لجَوَاز أَن يعْتَقد الْمَلْزُوم دون اللَّازِم،

Menurut pendapat yang lebih shahih dalam ushul, sesungguhnya lazim mazhab bukanlah mazhab. Karena boleh jadi seseorang mengi’tiqad malzum tanpa i’tiqad lazimnya.[1]

 

2.    Qalyubi dalam Hasyiah ‘ala Syarh al-Mahalliy mengatakan,

أنَّ ‌لَازِمَ ‌الْمَذْهَبِ لَيْسَ بِمَذْهَبٍ

Sesungguhnya lazim mazhab bukanlah mazhab[2]

 

3.    Al-Zarkasyi mengatakan,

‌لَازِمُ ‌الْمَذْهَبِ لَيْسَ بِمَذْهَبٍ

Lazim mazhab bukanlah mazhab[3]

 

Qaidah ini sesuai dengan kutipan di atas oleh penulis-penulisnya di atas menyebutnya secara mutlaq, yakni tanpa qaid berupa lazim tersebut bukan lazim yang terang (baiyyin). Namun demikian, al-Syarwaniy dalam mengomentari qaidah ini yang disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamiy dalam Tuhfah al-Muhtaj secara mutlaq, beliau menegaskan mutlaq berlaku qaidah ini dalam Hasyiahnya, yakni :

)قَوْلُهُ: أَنَّ لَازِمَ الْمَذْهَبِ) ظَاهِرُهُ، وَإِنْ كَانَ لَازِمًا بَيِّنًا، وَهُوَ ظَاهِرٌ لِجَوَازِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ اللَّازِمَ، وَإِنْ كَانَ بَيِّنًا لَيْسَ بِمَذْهَبٍ مَعْنَاهُ أَنَّهُ لَا يُحْكَمُ بِهِ بِمُجَرَّدِ لُزُومِهِ فَإِنْ اعْتَقَدَهُ فَهُوَ مَذْهَبُهُ وَيَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ حُكْمُهُ اللَّائِقُ بِهِ اهـ سم

(Perkataan pengarang, sesungguhnya lazim mazhab…), dhahirnya meskipun lazim mazhab tersebut adalah lazim yang terang. Ini dhahir karena boleh jadi bahwa seseorang tidak mengi’tiqad lazimnya meskipun terang yang bukan merupakan mazhab. Maknanya sesungguhnya tidak dihukum seseorang dengan lazimnya tersebut dengan semata-mata luzumnya. Karena itu, jika seseorang mengi’tiqad lazimnya, maka itu mazhabnya dan berlaku atasnya hukum yang semestinya baginya. Demikian dari Ibnu al-Qasim.[4]

 

Di bawah ini kami kutip pendapat beberapa ulama yang menyebut lazim mazhab bukanlah mazhab dengan syarat apabila tidak ada lazim tersebut terang (baiyyin) alias lazim tersebut tersembunyi. Artinya apabila lazimnya merupakan lazim yang baiiyin, maka lazim mazhab adalah mazhab. Yaitu sebagai berikut :

 

1.    Pengarang hasyiah al-‘Ithar mengatakan,

لازم المذهب ليس بمذهب، مقيد بما إذا لم يكن اللازم لازمًا بيِّنًا

Lazim mazhab bukanlah mazhab dikaidkan apabila lazim tersebut bukan lazim yang jelas”[5]

2.    Syeikh al-Dusuuqy mengatakan,

وأما قولهم لازم المذهب ليس بمذهب فمحمول على اللازم الخفي

Adapun perkataan para ulama “Lazim mazhab bukan mazhab” perkataan ini dipertempatkan atas lazim yang tersembunyi.[6]

 

3.    Syeikh Hasan al-Saqaf seorang ulama kontemporer yang sangat gigih mempertahankan Ahlussunnah wal Jama’ah menyebut qaidah ini yang semakna dengan kutipan di atas, yakni :

الصحيح في هذا ان لازم المذهب ان كان قريبا فهو مذهب وان كان بعيدا فليس مذهبا

Menurut pendapat yang shahih tentang ini, sesungguhnya lazim mazhab jika lazim tersebut mendekati, maka menjadi mazhab. Adapun jika jauh, maka bukanlah mazhab.[7]

 

 

 

 

 



[1]   Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Haditsiyyah, Darul Fikri, Beirut, Hal. 108

[2] Qalyubi, Hasyiah Qalyubi ‘ala Syarh al-Mahalliy, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz, IV, Hal. 175

[3] Al-Zarkasyi, al-Mantsur fi al-Qawaid al-Fiqhiyah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 207

[4] Ibnu Hajar al-Haitamy, Hasyiah al-Syarwaniy ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, Mathba’ah Mushtafa Muhammad, Kairo, Hal. 86

[5] Syeikh Hasan al-‘Ithar, Hasyiah al-‘Ithar ‘ala Syarah Jam’u al-Jawami’, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 173

[6] Al-Dusuuqy, Hasyiah al-Dusuuqi ‘ala al-Syarah al-Kabiir, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal, 301

[7] Hasan al-Saqaf, Shahih Syarah al-‘Aqidah al-Thahawiyah, Dar al-Imam al-Rawaas, Beirut, Hal. 371

2 komentar: