Umumnya, tanda
seorang anak pria sudah baligh, menjadi remaja adalah mengalami mimpi basah.
Mimpi basah biasanya mulai diawali pada masa-masa menjelang remaja. Saat itu
tubuh si anak pria yang mulai bertransformasi menjadi remaja mulai memproduksi
hormon yang akan menghasilkan sperma. Pada masa itu, tubuh remaja mengalami
beberapa perubahan secara alami. Mimpi basah adalah mimpi berhubungan badan
dengan lawan jenis, yang umumnya lawan jenis ini tidak dikenal oleh si pemimpi,
sampai mengeluarkan sperma. Namun kadang-kadang juga muncul kasus seseorang
bermimpi berhubungan badan dalam tidurnya dan setelah bangun dari tidurnya
benar-benar merasakan keluar sperma seperti muncul rasa nikmat, namun sperma
yang dirasakan keluar dalam mimpinya itu atau bekasnya tidak terbukti ada pada
kenyataan. Kenyataan ini menimbulkan rasa ragu si pemimpi, apakah karena mimpinya
itu ada keluar sperma atau tidak. Di sini, timbul pertanyaan, apakah dalam
kasus seperti ini wajib juga mandi sebagaimana layaknya mimpi basah pada
umumnya yang diikuti keluarnya sperma
atau tidak wajib?
Menjawab kasus
sebagaimana gambaran di atas, Syeikh Muhammad al-Khaliliy al-Syafi’i dalam
fatwa beliau mengatakan sebagai berikut:
لا ريب أن هذا الرجل شاك في حصول الإنزال
الموجب للغسل، وقد ذكر ابن حجر أن مثل هذا مخير، ولو بالتشهى، أن يجعل ما ذكر منيا
فيغتسل أو مذيا ووديا فيتوضأ،
Tidak diragukan bahwa orang ini dalam keadaan ragu-ragu dalam menghasilkan
inzaal (keluar sperma) yang mewajibkan mandi. Ibnu Hajar pernah menjelaskan
bahwa kasus seperti ini dapat melakukan pilihan, meskipun memilih dengan dasar
keinginannya sendiri. Pilihan tersebut adalah menjadikan kasus tersebut sebagai
kasus keluar sperma, maka ia mandi atau sebagai madzi atau wadzi, maka memadai
dengan berwudhu’ saja.(Fatawa al-Khaliliy: I/91)
Fatwa Syeikh
Muhammad al-Khaliliy di atas merujuk kepada penjelasan Ibnu Hajar al-Haitamy
dalam Tuhfah al-Muhtaj berikut ini:
نَعَمْ لَوْ شَكَّ فِي شَيْءٍ أَمَنِيٌّ
هُوَ أَمْ مَذْيٌ تَخَيَّرَ وَلَوْ بِالتَّشَهِّي فَإِنْ شَاءَ جَعَلَهُ مَنِيًّا
وَاغْتَسَلَ أَوْ مَذْيًا وَغَسَلَهُ وَتَوَضَّأَ؛ لِأَنَّهُ إذَا أَتَى
بِأَحَدِهِمَا صَارَ شَاكًّا فِي الْآخَرِ وَلَا إيجَابَ مَعَ الشَّكِّ
Namun demikian, apabila seseorang ragu-ragu apakah itu mani atau madzi,
maka ia dapat memilih, meskipun pilihannya itu dengan dasar keinginannya saja.
Apabila ia menginginkan menjadikannya sebagai mani, maka ia mandi atau sebagai madzi, maka ia membasuhnya dan berwudhu’. Karena orang itu melakukan salah
satunya dalam keadaan meragukan terhadap yang lain dan tidak ada kewajiban
dalam keadaan ragu-ragu.(Tuhfah al-Muhtaj: I/264)
Namun demikian, Imam al-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj mengatakan,
فَلَوْ اخْتَارَ كَوْنَهُ مَنِيًّا لَمْ
يُحَرَّمْ عَلَيْهِ قَبْلَ اغْتِسَالِهِ مَا يُحَرَّمُ عَلَى الْجُنُبِ لِلشَّكِّ
فِي الْجَنَابَةِ،
Jika seseorang memilih hal tersebut merupakan sperma, maka tidak haram
atasnya sebelum mandi apa yang diharamkan atas orang berjunub, karena ada
keraguan keadaan junubnya.(Nihayah al-Muhtaj: I/216)
Kesimpulan
1.
Seseorang bermimpi berhubungan badan dalam
tidurnya dan setelah bangun dari tidurnya benar-benar merasakan keluar sperma
seperti muncul rasa nikmat, namun sperma yang dirasakan keluar karena mimpinya
itu atau bekasnya tidak terbukti ada pada kenyataan. Dalam kasus seperti ini, seseorang
bebas memilih antara mandi junub jika dianggapnya keluar sperma atau membasuh
saja, kemudian berwudhu’ jika dianggapnya cuma keluar madzi. Kesimpulan ini
karena faktor ragu-ragu si pemimpi, apakah dalam mimpinya itu ada keluar sperma
atau tidak. Tindakan membasuh kalau dianggapnya sebagai madzi, karena madzi,
hukumnya najis dalam fiqh
2.
Jika seseorang memilih
hal tersebut merupakan keluar sperma, maka tidak haram atasnya sebelum mandi
apa yang diharamkan atas orang berjunub, karena ada keraguan keadaan junubnya
sebagaimana penjelasan Imam al-Ramli di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar