V. Cabang-Cabang
Ilmu Hukum
Menurut
Van Apeldoorn, hukum sebagai gejala dalam masyarakat, maka keseluruhan
kebiasaan-kebiasaan hukum yang berlaku dalam masyarakat adalah objek dari ilmu
hukum. Ilmu hukum menurutnya hanya meliputi tiga cabang, yaitu Sosiologi Hukum,
Sejarah Hukum dan Perbandingan Hukum.
Lain
halnya dengan E.Utrecht, menurutnya hanya hukum positif saja yang menjadi
perhatiannya dan dia tidak memberikan perhatian kepada hukum yang
dicita-citakan. Maka yang penting baginya adalah apa yang disebut dengan hukum
positif. Ditegaskannya bahwa perbuatan mencita-citakan hukum adalah suatu
perbuatan politik hukum.
Dalam
buku A. Halim Tosa, SH yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum Indonesia disebutkan
cabang-cabang ilmu hukum, sebagai berikut :
1.
Ilmu
hukum fositif
Yaitu : Ilmu
pengetahuan yang mempelajari hokum yang sedang berlaku pada tempat tertentu dan
pada waktu tertentu. Hukum positif ini disebut dalam bahasa latin dengan ius constitutum.
Lawannya adalah ius constituendum, artinya hokum yang dicita-citakan, hokum
yang kelak akan berlaku.
2.
Ilmu
sejarah hukum
Yaitu : ilmu
yang mempelajari dan menyelidiki perkembangan hokum dari masa ke masa. Suatu
hukum akan mudah dimengerti dan dipahami dengan benar apabila diketahui sejarah
perkembangannya. Dengan mempelajari sejarah hokum, akan memudah dan membantu
dalam menafsirkan pasal-pasal sebuah undang-undang
3.
Sosiologi
hukum
Yaitu : suatu
cabang ilmu hokum yang meneliti antara lain kenapa manusia taat dan patuh pada
hokum dan kenapa manusia gagal mentaatinya. Oleh karena hokum merupakan salah
satu gejala social, maka perlu dimengerti juga social reality-nya.
4.
Ilmu
Perbandingan Hukum
Yaitu : merupakan
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha membanding-bandingkan berbagai
macam hokum, misalnya perbandingan hokum positif atau sistim hokum antara dua
negara yang berbeda dan lain-lain
5.
Ilmu
politik hukum
Yaitu : ilmu
pengetahuan yang berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana
seharusnya perilakuan manusia. Politik hokum meneliti perubahan-perubahan apa
yang harus diadakan dalam hokum positif supaya sesuai dengan kenyataan sosial.
Politik hokum membuat suatu ius constituendum dan berusaha agar ius
constituendum tersebut menjadi ius constitutum baru.
6.
Ilmu
filsafat hukum
Yaitu : merupakan
suatu cabang ilmu hokum untuk menjawab, apa hokum itu ?, tujuannya? , mengapa
harus mentaati hokum? Dan sebagainya. Filsafat hokum hendak melihat hokum
sebagai suatu kaidah, dalam arti kata “penilaian etis”. Filsafat hokum
merupakan ilmu tentang apa yang seharusnya dan bukan tentang apa yang ada.
Filsafat hokum berusaha mencari suatu reahts ideal yang dapat menjadi dasar dan
etis bagi berlakunya sistim hokum positif sesuatu masyarakat.
7.
Antropologi
hukum
Suatu cabang
ilmu pengetahuan hukum yang menelaah hokum sebagai gejala kebudayaan.
Antropologi hokum terutama menelaah masyarakat-masyarakat sederhana dan
unsur-unsur tradisional dari masyarakat yang sedang mengalami proses
modernisasi.
8.
Psikologi
hukum
Yaitu : ilmu
pengetahuan yang mempelajari hokum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan
manusia. Misalnya di bidang hokum pidana, tentang paksaan psikologis dan
peranan sanksi pidana terhadap kriminalitas.
VI. Sumber-Sumber
Hukum
Sumber hukum adalah segala
sesuatu yang dapat menimbulkan atau melahirkan hukum. Sumber hokum terbagi
kepada dua, yaitu :
1. Sumber
formal, yakni sumber hukum ditinjau dari segi pembentukannya, yakni sumber hokum
dalam arti dimana hokum itu dapat diketahui dan dalam bentuk apa hokum itu
dikenal. Sumber hokum dalam arti formal disebut juga dengan sumber hokum dalam
arti kenbron. Sumber hokum dalam arti formal, antara lain:
1).
Undang-undang ( dibuat lembaga resmi )
Dikenal dua pengertian
undang-undang, yaitu :
a. Undang-undang
dalam arti formal, yaitu setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang
karena cara pembuatannya (misalnya dibuat oleh pemerintah dengan persetujuan
DPR).
b. Undang-undang
dalam arti materil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap warga suatu Negara. Misalnya undang-undang dalam arti
formal, peraturan pemerintah, peraturan presiden dan lain-lain.
Syarat
mutlaq untuk berlakunya undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaran Negara
(LN, pada masa Hindia Belanda disebut dengan Staatsblad ). Sesudah
undang-undang diundangkan dalam Lembaran Negara, maka berlakulah suatu fictie dalam
hukum“Setiap orang dianggap telah mengetahui adanya sesuatu undang-undang”.
2).
Kebiasaan ( terbentuk dengan sendirinya oleh masyarakat).
Kebiasaan
adalah perbuatan manusia yang sudah berulang-ulang dilakukan dalam hal yang
sama, sehingga perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan tersebut dianggap
sebagai pelanggaran perasaan hokum. Menurut pasal 15 AB (Algemene Bopalingon
van Wetgevin, vor Indonesia) disebut :
“Kebiasaan
tidak menimbulkan hokum, kecuali jika undang-undang menunjuk pada kebiasaan
untuk diberlakukan”.
3).
Jurisprudensi ( putusan hakim dijadikan referensi oleh hakim lainnya)
Seorang hakim tidak
boleh menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan
yang mengaturnya. Karena itu pada situasi seperti itu, maka hakim harus
menggali dari putusan-putusan hakim terdahulu. Putusan hakim terdahulu yang
menjadi rujukan para hakim disebut dengan juresprudensi.
4).
Traktat ( perjanjian antar negara)
Traktat
ada terjadi antar dua Negara, disebut dengan Traktat Bilateral, sedangkan
traktat yang dilakukan lebih dari dua Negara, disebut dengan Traktat
Multilateral.
5).Doktrin
( pendapat para ahli hukum )
2. Sumber material, yakni sumber yang menentukan isi hukum
berupa perasaan hukum , keyakinan hukum individual, pendapat umum dan lain-lain.
Sumber hukum dalam arti materil ini juga disebut sumber hukum dalam arti
welbron. Sumber hokum dalam arti materil ini erbagi kedalam dua hal :
-
bersifat idiil => patokan ideal tentang konsep keadilan,
- bersifat riil => hal-hal yang
benar-benar terjadi dalam masyarakat antara lain berupa :(struktur ekonomi ,
adat istiadat, keyakinan, gejala di masyarakat)
Namun
acapkali pula hukum itu merupakan ketentuan yang berasal atau dipaksakan kepada
masyarakat oleh penguasa. Dalam arti welbron ini dikenal pula adanya hokum yang
berasal atau ciptaan tuhan, misalnya hokum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an.
Dosen : Tgk Alizar Usman
Dosen : Tgk Alizar Usman
Daftar Pustaka
1.
E,
Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1966
2.
Van
Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (terj. Mr. Oetarid Sadino),
Noordhoof Koolff, Jakarta, 1958
3.
A.
Halim Tosa, SH, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Fak. Syariah IAIN
Ar-Raniry, Banda Aceh, 1999
4.
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo dkk, Pengantar Ilmu Hukum/Pengantar
Tata Hukum Indonesia, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003 M
nice posting
BalasHapus