Sabtu, 29 September 2012

Sejarah al-Qur'an (materi mata kuliah Pengantar Ilmu al-Qur'an di STAI Tapaktuan (pertemuan III dan IV))


IV         Sejarah al-Qur’an
1.      Sejarah turunnya al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan  pada bulan Ramadhan berdasarkan nash yang  jelas yang terdapat dalam Surat al-Baqarah  ayat 185 :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya : Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).(Q.S. al-Baqarah  ayat 185)

Terjadi perbedaan pendapat mengenai cara turunnya al-Qur’an, yaitu :
a.         Al-Qur’an turun secara sekaligus pada malam lailatul qadar dari Luh Mahfuzh ke langit dunia. Kemudian diturunkan kepada Nabi dalam jangka 20 tahun, atau 23 tahun ataupun 25 tahun menurut khilaf keberadaan Nabi SAW di Makkah setelah kenabian. Keberadaan al-Qur’an di Luh Mahfuzh sebagaimana firman Allah, berbunyi :
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ (21) فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ (22)
Artinya : Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an  yang mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (Q.S. al-Burujj : 21-22)

Pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama dan pendapat yang lebih shahih, karena didasarkan kepada Hadits dari Ibnu Abbas, berbunyi :
أنزل القرآن جملة واحدة إلى السماء الدنيا في ليلة القدر ثم أنزل بعد ذلك بعشرين سنة

Artinya : Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadar, kemudian diturun setelah itu dalam 20 tahun. (H.R. al-Hakim, shahih isnad)[1]

b.        Diturunkan ke langit dunia dalam 20 malam lailatul qadar dari 20 tahun atau 23 malam lailatul qadar dari 23 tahun ataupun 25 malam lailatul qadar dari 25 tahun (terjadi khilaf dalam menentukannya). Kemudian diturunkan kepada Nabi SAW secara berangsur-angsur.
c.         Permulaan turunnya pada malam lailatul qadar, kemudian diturunkan kepada Nabi SAW secara berangsur-angsur.[2]

Hikmah diturunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah
a.     Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak.
b.      Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya al-Qur’an diturunkan sekaligus
c.      Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
d.      Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menanyakan mengapa al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Q.S al Furqaan : 32, berbunyi :
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ
Artinya : Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya (Q.S al Furqaan : 32)

e.      Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan

2.      Sejarah Penulisan dan Pengumpulan al-Qur’an
Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an melewati tiga jenjang, yakni sebagai berikut :
Tahap Pertama : Zaman Nabi Muhammad SAW.
Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat r.a sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal al-Qur’an dari kalangan sahabat Nabi sangat banyak.
Qatadah berkata :
سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَنْ جَمَعَ الْقُرْآنَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : أَرْبَعَةٌ كُلُّهُمْ مِنَ الأَنْصَارِ أُبَىُّ بْنُ كَعْبٍ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ ، وَأَبُو زَيْدٍ
Artinya : Aku bertanya kepada Anas bin Malik r.a., siapa yang mengumpulkan al-Qur’an pada masa Nabi SAW, beliau menjawab : empat orang, semuanya dari kaum Anshar, yaitu Ubai bin Ka’ab, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. (H.R. Bukhari)[3]

Dari Anas, beliau berkata :
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَجَدَ عَلَى سَرِيَّةٍ مَا وَجَدَ عَلَى السَّبْعِينَ الَّذِينَ أُصِيبُوا يَوْمَ بِئْرِ مَعُونَةَ كَانُوا يُدْعَوْنَ الْقُرَّاءَ فَمَكَثَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى قَتَلَتِهِمْ.
Artinya : Belum pernah aku melihat Rasulullah SAW sedemikian murkanya karena kehilangan pasukannya, sebagaimana kemurkaan beliau ketika kehilangan tujuh puluh sahabatnya yang terbantai pada peristiwa Bi'ru Ma'unah, ketujuh puluh sahabat tersebut digelari Qurra` (para Ahlul Qur'an), oleh karena itu selama sebulan penuh beliau mendoakan kecelakaan kepada kaum yang telah membunuhnya.(H.R. Muslim)[4]

Dari Zaid bin Tsabit, berkata :
كنا عند رسول الله صلى الله عليه و سلم نؤلف القرآن من الرقاع
Artinya : Pada masa Rasulullah SAW, kami mengumpulkan al-Qur’an dari lembaran kulit/daun (H.R. al-Hakim, hadits shahih atas syarat al-Syaikhaini)[5]

Tahap Kedua : Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.
Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah, salah seorang yang Rasulullah SAW   memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya. Maka Abu Bakar r.a. memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukhari  disebutkan, bahwa Umar bin Khathab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah SWT membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, beliau lalu memanggil Zaid bin Tsabit, di samping Abu Bakar berdiri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid :
إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ ، وَلاَ نَتَّهِمُكَ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَتَتَبَّعِ الْقُرْآنَ
Artinya : Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah SAW, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah !

Zaid berkata :
فَقُمْتُ فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ مِنَ الرِّقَاعِ وَالأَكْتَافِ وَالْعُسُبِ وَصُدُورِ الرِّجَالِ حَتَّى وَجَدْتُ مِنْ سُورَةِ التَّوْبَةِ آيَتَيْنِ مَعَ خُزَيْمَةَ الأَنْصَارِيِّ لَمْ أَجِدْهُمَا مَعَ أَحَدٍ غَيْرِهِ {لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ} إِلَى آخِرِهِمَا وَكَانَتِ الصُّحُفُ الَّتِي جُمِعَ فِيهَا الْقُرْآنُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ عِنْدَ عُمَرَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ عِنْدَ حَفْصَةَ بِنْتِ عُمَرَ.
Artinya : Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis) pada lembaran-lembaran, pelepah kurma, dan batu putih lunak, juga dada (hafalan) para sahabat. Hingga aku mendapatkan dua ayat dari surat Taubah berada pada Khuzaimah yang tidak aku temukan pada sahabat mana pun, yaitu ayat:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
dan seterusnya dan mushaf yang telah aku kumpulkan itu berada pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian berada pada Umar hingga dia wafat, setelah itu berada pada Hafshah putri Umar.(H.R. Bukhari)[6]


Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar.

Tahap Ketiga : Zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan r.a
Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat r.hum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah SWT dan akhirnya berpecah belah. Mushaf ini yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Utsmany disepakati (ijmak sahabat) sebagai al-Qur’an sebagaimana yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagaimana penjelasan di bawah ini.
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman datang menghadap Utsman Ibn Affan dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan :
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، أَدْرِكْ هَذِهِ الأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الْكِتَابِ ، اخْتِلاَفَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى
Artinya : Wahai Amirul Mukminin, selamatkanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani !

Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah:
أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ ، ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ
Artinya : Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu !.

Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut. Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam r. hum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya :
إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وزَيْد بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ ، فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ ، فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ
Artinya : Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut !

merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.(H.R. Bukhari)[7]

Utsman melakukan hal ini setelah meminta pendapat para sahabat yang lain, sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibn Abu Dawud dengan isnad shahih dari Ali bahwasanya beliau mengatakan :
لا تقولوا في عثمان إلا خيرا فوالله ما فعل الذي فعل في المصاحف إلا عن ملأ منا قال ما تقولون في هذه القراءة لقد بلغني أن بلغني أن بعضهم يقول إن قراءتي خير من قراءتك وهذا يكاد أن يكون كفرا قلنا فما ترى قال أرى ان نجمع الناس على مصحف واحد فلا تكون فرقة ولا اختلاف قلنا فنعم ما رأيت
Artinya : Jangan kalian berkata tentang ‘Utsman kecuali kebaikan. Karena demi Allah, tidaklah yang ia lakukan dalam hal mushhaf itu kecuali berdasarkan persetujuan kami. Waktu itu ‘Utsman berkata, ‘Bagaimana pendapat kalian tentang qirâ`at ini? Sungguh telah sampai kepadaku bahwasanya sebagian dari mereka berkata, qirâ`atku lebih baik dari qirâ`atmu. Dan ini hampir-hampir mengarah pada kufur.’ Kami bertanya kembali, ‘Menurut anda sendiri bagaimana?’ Ia menjawab, ‘Aku berpendapat, manusia disatukan dalam satu mushhaf. Sehingga tidak ada perpecahan dan perselisihan.’ Kami pun menjawab, ‘Bagus sekali pendapat anda.(H.R. Ibnu Abu Daud)[8]


[1] Al-Hakim, al-Mustadrak, Maktabah Syamilah, Juz. II, hal. 242, No. hadits : 2879
[2] Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Dar al-Turats, Kairo, Juz. I, Hal. 228-229
[3] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 230, No. hadits : 5003
[4] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 136, No. Hadits : 1582
[5] Al-Hakim, al-Mustadrak, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 249, No. Hadits : 2901
[6] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 89-90,  No. hadits : 4679
[7] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 226,  No. hadits : 4987
[8] Ibnu Hajar al-Asqalany, Fath al-Barri, Maktabah Syamilah, Juz. IX, Hal. 18,

2 komentar:

  1. assalamu'alaikum.wr.wb
    untuk menulis atau mengkopi paste materi ini harus di tulis nama blog anda juga atau tidak
    atau cuman yang di daftar pustaka saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semestikan tulis sumber dari blog kami
      . kalau sekedar nulis daftar pustaka yg kami tulis brarti anda jiplak doang

      Hapus