Hukum menyiram air bunga atau harum-haruman di atas kuburan
adalah sunnah sebagaimana difatwakan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nihayah
al-Zain :
وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ
باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ
الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطِّيْبِة
Artinya : Disunnahkan untuk
menyirami kuburan dengan air yang dingin sebagai pengharapan dinginnya
tempat berbaring (kuburan) dan juga
tidak apa-apa menyiram kuburan dengan sedikit air mawar, karena malaikat senang
pada aroma yang harum.[1]
Pada
halaman lain masih dalam kitab Nihayah al-Zain, beliau mengatakan :
وَيُنْدَبُ وَضْعُ الشَّيْءِ
الرَّطْبِ على القبر كَالْجَرِيْدِ الْأَحْضَرِ وَالرَّيْحَانِ، لِأَنَّهُ
يَسْتَغْفِرُ لِلْمَيِّتِ مَا دَامَ رَطْباً
Artinya : Disunnatkan meletak
sesuatu yang masih segar atas kuburan, seperti pelepah kurma yang masih hijau
dan tumbuhan-tumbuhan yang harum, karena itu meminta keampunan bagi mayat
selama ia dalam keadaan segar.[2]
Dalam Kitab Fath al-Mu’in, Zainuddin
al-Malibary mengatakan sebagai berikut :
يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ
عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ
تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ
الرَّطْبِ
Artinya : Disunnahkan meletakkan
pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini mengikuti sunnah
Nabi Muhammad SAW. dan dapat meringankan beban si mayat karena berkah bacaan
tasbihnya dan disamakan dengannya apa yang menjadi adat kebiasaan, yaitu
menaburi bunga yang harum dan masih
segar.[3]
Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi
SAW :
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا
يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍا كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ
يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ فأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا
نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ
فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.(متفق
عليه)
Artinya
: Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan, Nabi SAW melewati dua perkuburan, maka
Nabi mengatakan, “Kedua-duanya sedang disiksa, tetapi bukan karena dosa besar,
yang seorang buang air kecil tidak bersuci dan seorang lagi tukang fitnah.”
Kemudian Nabi mengambil pelepah kurma yang masih hijau dan dibelah dua.
Kemudian masing-masing ditanam pada setiap perkuburan. Ada yang bertanya, Ya
Rasulullah kenapa engkau lakukan ini ? Jawab beliau, “Mudah-mudahan keduanya
dapat meringankan siksaannya selama belum kering.(Muttafaqun ‘alaihi)[4]
[1] Syekh
al-Nawawi al-Bantany, Nihayah al-Zain, Dar al-Kutub al-Islamiyah,
Hal. 178
[2] Syekh
al-Nawawi al-Bantany, Nihayah al-Zain, Dar al-Kutub al-Islamiyah,
Hal. 188
[3] Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in,
dicetak pada hamisy I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. II, Hal.
119
[4] Ibnu
Mulaqqan, Tuhfah
al-Muhtaj ila Adallah al-Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 165-166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar