A. Hadits melihat
perempuan untuk meminang
Dari Jabir r.a, Rasulullah SAW bersabda
:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ , فَإِنْ
اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا , فَلْيَفْعَلْ
Artinya : Apabila salah seorang di antara kamu melamar perempuan,
jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya
ia lakukan.(H.R. Ahmad, Abu Daud, Rijalnya terpercaya dan al-Hakim
mengatakan : shahih)[1]
Ukuran bagian tubuh yang boleh dilihat hanyalah wajah dan dua
telapak tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Q.S. al-Nur : 31, berbunyi :
وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Artinya : Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya (Q.S. al-Nur : 31)
Kebolehan melihat dalam meminang hanya dikhususkan
kepada wajah dan dua telapak tangan, karena dua anggota tubuh ini diharapkan
dapat mengisyaratkan kepada bagian tubuh tubuh lainnya.
B.
Hadits larangan meminang atas pinangan
orang lain
Dari Ibnu Umar,
Rasulullah SAW bersabda :
وَلاَ يَخْطُبَ
الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ
يَأْذَنَ لَهُ الخَاطِبُ
Artinya :
Jangan salah seorang dari kalian meminang pinangan saudaranya sehingga peminang
sebelumnya meninggalkannya atau mengizinkannya. (Muttafaqun ‘alaihi).[2]
Dhahir hadits ini
dilarang meminang pinangan orang lain sehingga peminangnya meninggalkannya
dengan mencakup keadaan dimana sang perempuan yang dilamar tersebut menolak
atau tidak menolaknya. Namun Imam Syafi’i tidak mengamalkan mutlaq dari dhahir
hadits tersebut dengan memposisikan larangan pada hadits tersebut apabila
perempuan yang dilamar tidak menolaknya. Pemahaman beliau ini didasarkan pada
hadits Fatimah binti Qiis berkata :
ان زوجها طَلَّقَهَا فَأَمَرَهَا رسول الله صلعم أَنْ
تَعْتَدَّ فِي بَيْتِ ابن أُمِّ مكتوم وقَالَ إِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِي،
قَالَتْ: فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ: أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي
سُفْيَانَ، وَأَبَا جَهْم خَطَبَانِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَمَ: أَمَّا أَبُو جَهْمٍ، فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا
مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ، لا مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ، قَالَتْ: فَكَرِهْتُهُ،َ
فقَالَ: انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ، فَنَكَحْتُهُ، فَجَعَلَ اللَّهُ فِيه
خَيْرًا، وَاغْتَبَطْتُ بِهِ
Artinya :
Sesungguhnya suaminya mentalaqnya, maka Rasulullah SAW menyuruhnya ber’iddah di
rumah Ibnu Ummi Maktum. Beliau bersabda : “Kalau sudah halal, beritahu aku.”
Ketika aku sudah halal, aku berkata kepada Rasulullah SAW : “Mu’awiyah bin Abu
Sufyan dan Abu Jahm telah meminangku.” Lalu Rasulullah SAW bersabda : “Abu Jahm
tidak pernah meletak tongkatnya dari pundaknya, sedangkan Mu’awiyah miskin
tidak berharta. Karena itu, nikahilah dengan dengan Usamah bin Zaid.” Fatimah
binti Qiis mengatakan : “Aku tidak menyukainya.” Kemudian Rasulullah SAW
mengulangi lagi : “Nikahilah Usamah bin Zaid.” Akupun menikahi Usamah bin Zaid,
Allah memberikan kebaikan kepadanya dan akupun bahagia bersamanya.[3]
Dalam kisah yang tersebut
dalam hadits ini, menurut pemahaman Imam Syafi’i, Rasulullah SAW melamar
Fatimah binti Qiis untuk Usamah bin Zaid, karena beliau tahu bahwa Fatimah
binti Qiis sudah menolak lamaran Mu’awiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm. Karena
itu, Imam Syafi’i memposisikan hadits larangan meminang pinangan orang lain di
atas, selama pinangan tersebut tidak ditolak oleh perempuan yang dilamar.[4]
[1]
Ibnu Hajar
al-Asqalany, Bulugul Maram, (Tahqiq Samiir bin Amin al-Zahiry), Hal.
293-294
[2] Ibnu Hajar
al-Asqalany, Bulugul Maram, , (Tahqiq Samiir bin Amin al-Zahiry),
Hal. 294-295
[3] Imam Syafi’i, al-Risalah,
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 309-310
[4]
Imam Syafi’i, al-Risalah,
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 310-311
Ustadz, menurut madzhab apakah boleh menolak lamaran seorang laki-laki shalih karena tidak suka dengan hal lain (misal sukunya, wajahnya, dll) ?
BalasHapusmenerima atau menolak lamaran seorang laki2 adalah hak perempuan dan walinya. karena itu semua ulama sepakat boleh perempuan dan walinya menolak lamaran seorang laki2 meski tidak mempunyai alasan yg logis , apalagi kalau ada alasan logis.
Hapuswassalam
Pak,bolehkah jika seseorang menikah dengan suami dari almh. Tante nya sendiri? Apa kah ini bisa disebut turun ranjang? Dan apa kah hukum nya?
BalasHapus1. yang tidak boleh seorang laki yg sedang dlm nikah seorang perempuan (tante), juga nikah nikah dgn keponakan perempuan tadi. artinya mengumpulkan tante dan keponakannya dalam nikah.
Hapus2. adapun setelah tantenya mninggal atau di cerai, maka boleh nikah dgn keponakan tante tadi.
3. istilah turun ranjang hanya istilah adaat dlm masyarakat. kami tidak tahu apa itu di maksudkan dgn istilah turun ranjang atau bukan?
wassalam
Trims
BalasHapus