Sabtu, 13 Mei 2023

“Beramallah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama-lamanya”

 

Ungkapan ini lengkapnya dalam bahasa Arab adalah sebagai berikut :

اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا ‌واعمل ‌لآخرتك ‌كأنك ‌تموت ‌غدا

Beramallah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama-lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu mati besok

Ungkapan di atas sering kita dengar dari sebagian umat Islam disebut sebagai hadits Nabi SAW. Apakah benar demikian ?. Mari kita perhatikan penelusuran beberapa keterangan dari para ulama berikut ini :

1.  Ahmad bin Mustafa al-Maraghi (wafat 1371 H) dalam tafsirnya menyebutnya dengan redaksi di atas sebagai atsar (perkataan sahabat Nabi). (Tafsir al-Maraghi : IV/187)

2.  Al-Qurthubi menyebutnya sebagai perkataan Abdullah bin Umar, namun dengan sedikit berbeda redaksinya, yaitu :

وَاحْرُثْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوتُ غَدًا

Berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama-lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu mati besok (Tafsir al-Qurthubi : XVI/18)

3.  Abu Mansur al-Maturidiy dalam tafsirnya juga menyebut sebagai perkataan Abdullah bin Umar dengan redaksi sebagaimana dikutip oleh al-Qurthubi di atas. (Tafsir al-Maturidiy : IX/120)

4.  Imam al-Baihaqi meriwayat dari Ibnu ‘Amr bin al-‘Ash, beliau berkata :

اعمل عمل من يظن أن لا يموت أبدا واحذر حذر امرىء يخشى أن يموت غدا

Beramallah bagaikan amal orang yang menduga bahwa dia tidak mati selama-lamanya dan berhati-hatilah bagaikan kehati-hatian orang yang  kuatir mati besok.

Al-Dailamiy juga telah meriwayat ucapan di atas dari Ibnu ‘Amr bin ‘Ash dan beliau mengisyaratkan lemah riwayat tersebut, karena dalam sanadnya ada yang tidak dikenal dan dhaif.(Faidh al-Qadiir karangan al-Manaawiy : II/12)

5.  ‘Ubaidillah bin al-‘Aizaar berkata, Aku bertemu dengan seorang yang sudah sangat tua di gurun pasir Arab, lalu aku bertanya kepada beliau, apakah engkau pernah bertemu dengan seorang sahabat Rasulullah SAW ?. Beliau menjawab : Ya. Aku balik bertanya, siapa ?. Beliau menjawab lagi : Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a. Aku bertanya lagi, apa yang engkau dengar perkataan darinya?. Beliau menjawab : Aku mendengar Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a. berkata :

أحرز لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيشُ أَبَدًا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تموت غدًا

Jagalah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama-lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu mati besok.(al-Mathaalib al-‘Aliyah Muhaqqaqan karangan Ibnu Hajar al-Asqalaniy : XIII/314)

 

6.  Imam al-Baihaqi mengatakan, hadits ini telah diriwayat dari beberapa jalur yang bersambung sanadnya, baik secara mursal, marfu’ ataupun mauquf dengan sanadnya itthiraab (sanadnya goncang). Namun Imam al-Bukhari telah mentarjih dalam Tarikh beliau bahwa riwayat tersebut dalah mursal. (Takhrij Ihya ‘Ulumuddin, karya al-Zabiidiy: V/2144)

 

Tafsirnya

Penggalan pertama dari hadits di atas, yakni:

اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأنَّك تَعِيشُ أبَدًا

Sebagian orang yang memahaminya sebagai perintah supaya dalam bekerja untuk mencari dunia kita hendaknya melakukannya sebaik dan sekeras mungkin supaya mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya sehingga mencukupi seluruh kebutuhan karena akan hidup selamanya.  Pemaknaan seperti itu sesungguhnya tidak tepat meskipun dengan dalih sebagai perimbangan terhadap penggalan kedua dari hadits tersebut, yakni:

وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا.

Karena apabila kita sepakat bahwa bekerja untuk kepentingan akhirat harus dilakukan sesegera mungkin dan sebaik-baiknya karena kita dianjurkan berpikir seolah-olah besok kita akan mati, maka konsekuensi logisnya adalah beramal atau bekerja untuk mendapatkan hal-hal duniawi cukup seperlunya saja. Hal ini karena kita dianjurkan untuk berpikir bahwa kita akan hidup selamanya sehingga hari esok masih ada dan masih banyak waktu untuk melakukannya. Sehingga tafsirnya yang lebih tepat adalah :

“Bahwa jika engkau tidak bisa meraih sesuatu dari dunia ini pada hari ini, maka berpikirlah sesungguhnya engkau akan hidup lama dan akan dapat meraihnya esok hari. Sedangkan terhadap apa yang terkait dengan akhirat, engkau hendaknya bersegeralah meraihnya.”

Penafsiran seperti ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh al-Manawiy sebagai berikut:

(اعمل عمل من) وفي نسخة امرىء (يظن أن لا يموت أبدا واحذر حذر امرىء يخشى أن يموت غدا) أي قريبا جدا ولم يرد حقيقة الغد والمراد تقديم أمر الآخرة وأعمالها حذر الموت بالفوت على عمل الدنيا وتأخير أمر الدنيا كراهة الاشتغال بها على عمل الآخرة وأما ما فهمه البعض أن المراد اعمل لدنياك ‌كأنك ‌تعيش ‌ابدا واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا ويكون المراد الحث على عمارة الدنيا لينتفع من يجيء بعد والحث على عمل الآخرة فغير مرضي لأن الغالب على أوامر الشارع ونواهيه الندب إلى الزهد في الدنيا والتقليل من متعلقاتها والوعيد على البناء وغيره وإنما مراده أن الإنسان إذا علم أنه يعيش أبدا قل حرصه وعلم أن ما يريده لن يفوته تحصيله بترك الحرص عليه والمبادرة إليه فإنه إن فاتني اليوم أدركته غدا فإني أعيش أبدا

Beramallah bagaikan amal orang yang menduga bahwa dia tidak mati selama-lamanya (sebagian naskah menggunakan lafazh “imriun” bukan “man”) dan berhati-hatilah bagaikan kehati-hatian orang yang  kuatir mati besok. Arti ghadan sangat dekat, bukan bermakna hakikat ghadan. Maksud hadits adalah hendaknya mendahulukan perkara dan amalan akhirat atas amalan dunia karena kuatir datang kematian sehingga tidak sempat melakukannya dan hendaknya menunda perkara duniawi karena dibenci menyibukkan diri dengannya dengan mendahulukannya atas perkara akhirat. Adapun yang dipahami sebagian orang bahwa maksud hadits tersebut beramallah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama-lamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu mati besok dengan makna bersungguh-sungguh  membangun duniawi agar bermanfaat bagi orang-orang yang hidup sesudahnya dan bersungguh-sungguh juga kepada amalan akhirat, maka makna ini tidak dapat direstui. Karena yang ghalib pada perintah syara’ dan larangannya adalah anjuran zuhud kepada dunia dan mengurangi hal-hal yang berkaitannya serta ada ancaman atas membangun bangunan dan lainnya. Karena itu, maksud hadits hanya bermakna sesungguhnya manusia apabila memaklumi bahwa ia akan hidup selama-lamanya, maka hendaknya mengurangi usahanya dan memaklumi bahwa apa yang diinginkannya tidak akan hilang kesempatan mendapatkannya dengan sebab meninggalkan bersungguh-sungguh dan bersegera kepadanya. Karena apabila hilang kesempatan tersebut pada hari ini, maka ia akan mendapatkannya besoknya, karena ia akan hidup selama-lamanya. (Faidh al-Qadiir karangan al-Manaawiy : II/12)

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar