Kamis, 29 Januari 2015

Penafsiran Q.S. al-Naba : 40

Maaf yg dimaksud "Mudah-mudahan aku menjadi tanah (Q.S. al-Naba’ : 40)"
Dalam Al Quran sebenarnya al-Naba' itu surat yg ke berapa?

Jawab :
1.    Q.S. al-Naba adalah Surat yang ke 78
2.    Lengkap ayat di atas adalah :
إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
Artinya : Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah." (Q.S. al-Naba : 40)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan salah satu tafsirnya adalah ketika orang-orang kafir melihat azab Allah yang sangat pedih, maka mereka menginginkan seandainya bisa, maka sebaiknya mereka menjadi tanah saja di dunia dulu dan tidak menjadi makhluq seperti sekarang ini. Karena menjadi makhluq seperti manusia harus menanggung beban dan mempertanggungjawabkan semua amalan. Tafsir yang lain, ketika orang-orang kafir melihat azab Allah yang sangat pedih, mereka menginginkan seandainya bisa, maka sebaiknya mereka menjadi tanah saja sebagaimana binatang-binatang dimana setelah Allah menetapkan hukum di antara mereka dengan cara qishas antara mereka, maka setelah itu Allah berfirman kepada binatang-binatang itu, ”Jadikanlah kalian menjadi tanah.”[1]
Catatan
Perkataan ”laitani” dalam bahasa Arab bermakna tamanni, artinya bercita-cita  sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Dalam konteks ayat di atas, orang-orang kafir bercita-cita menjadi tanah saja begitu melihat azab Allah yang sangat pedih, tetapi itu tidak dimungkinkan lagi karena kiamat sudah terjadi. Dengan sebab demikian, terjemahan yang lebih tepat adalah ”Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”,  bukan ”mudah-mudahan aku menjadi tanah”. Karena kata mudah-mudahan bermakna harapan yang mungkin dicapai.
Wassalam



[1] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. VIII, Hal. 314

2 komentar: