Rabu, 20 Juli 2011

Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), taklif orang yang dipaksa. hal. 8-9

) لاَ الْمُكْرَهِ ) وهو من لامندوحة له عما أكره عليه الا بالصبر على ما أكره به فلا يمتنع تكليفه بالمكره عليه وان خالف داعى الإكراه داعى الشرع ولا بنقيضه وان وافقه على الأصح فيهما لإمكان الفعل لكن لم يقع الأول مع المخالفة لخبر " رفع عن امتى الخطاء والنسيان وما استكرهوا عليه " ولا الثانى مع الموافقة قياسا على الأول وانما وقعا مع غير ذلك لقدرته على امتثال ذلك بأن يأتى بالمكره عليه لداعى الشرع كمن أكره على أداء الزكاة فنواها عند أخذها منه أوبنقيضه صابرا على ما أكره به وان لم يكلف الصبر عليه كمن أكره على شرب خمر فامتنع منه صابرا على العقوبة
(tidak orang yang dipaksa) yaitu orang-orang yang tidak ada pilihan dari apa yang dipaksakan atasnya kecuali hanya sabar atasnya. Oleh karena itu, tidak terlarang taklif orang yang dipaksa atas apa yang dipaksakan atasnya,(1) meskipun berlawanan kehendak paksaan dengan kehendak syara’(2) dan tidak terlarang taklif juga atas lawannya, meskipun sesuai kehendak paksaan dengan kehendak syara’(3) berdasarkan pendapat yang lebih shahih pada keduanya karena mungkin dilaksanakannya, tetapi taklif itu tidak terjadi pada masalah pertama yang berlawanan dengan kehendak syara’.(4) Hal ini berdasarkan hadits : “Diangkat dari umatku dosa tersalah, lupa dan dosa perbuatan karena dipaksa” dan tidak terjadi taklif juga pada masalah kedua yang sesuai dengan syara’(5) karena diqiyas kepada yang pertama. Sesungguhnya hanya terjadi taklif kedua-duanya yang selain itu,(6) karena berkemampuan menyanjungnya, yakni dengan melaksanakan(7) perbuatan yang dipaksakan itu sesuai dengan kehendak syara’ seperti orang yang dipaksa menunai zakat. Lalu meniatkan menunai zakat pada saat diambil zakat darinya atau dengan melaksanakan lawan perbuatan yang dipaksakan atasnya dengan cara sabar atas apa yang dipaksakan atasnya, meskipun tidak ditaklif untuk sabar atasnya seperti orang yang dipaksa minum khamar, maka menghindarkan dirinya dari minum khamar dengan cara sabar atas siksaan.(8)

Penjelasannya
1.Maksudnya pada akal
2.Contohnya : orang yang paksa minum khamar. Minum khamar merupakan perbuatan yang dipaksa dan berlawanan dengan kehendak syara’
3.Contohnya : Tidak minum khamar. Tidak minum khamar merupakan lawan perbuatan yang dipaksakan dan sesuai dengan kehendak syara’
4.Contohnya adalah seperti telah disebut pada point pertama
5.Contohnya adalah seperti telah disebut pada point kedua
6.Yaitu perbuatan yang dipaksa dan sesuai dengan syara’ dan lawan perbuatan yang dipaksa dan tidak sesuai dengan syara’
7.Al-Jauhari mengatakan kalam ini merupakan penjelasan “menyanjung taklif perbuatan yang dipaksakan dan naqidh-nya” atas jalan al-laff al-muratab, tanpa memperhatikan terjadi atau tidak terjadinya taklif 1
8.Pembahasan terakhir ini mengundang kritikan, yaitu kalau lawan dari perbuatan yang dipaksa (naqidh) termasuk dalam katagori yang ditaklif, maka sabar atas apa yang dipaksakan atasnya termasuk dalam katagori taklif juga, karena tidak berwujud naqidh tanpa wujud sabar. Jadi tidak boleh dikatakan “meskipun tidak ditaklif untuk sabar atasnya”. Kritikan ini telah dijawab oleh Al-Syarbaini bahwa taklif dengan naqidh, syaratnya harus diikuti dengan sabar yang terjadi karena pilihannya sendiri, artinya Allah mengkaidkan kewajiban mencegah diri seseorang dari perbuatan yang dipaksa apabila seseorang itu dengan pilihannya sendiri memilih bersabar. Jika dia tidak mau bersabar, maka tidak ada kewajiban atasnya. Ini sama halnya dengan puasa orang sakit dan musafir, jika memilih berpuasa pada saat sakit dan musafir, maka puasa tersebut menjadi puasa wajib, karena tidak ada suatu kewajiban kecuali dengan ijaab (tindakan mewajibkan) 2

وقيل يمتنع تكليفه بذلك لعدم قدرته على امتثاله اذ الفعل للإكراه لا يحصل الإمتثال به ولا يمكن الإتيان معه بنقيضه والقول الأول للأشاعرة والثانى للمعتزلة وصححه الأصل ورجع عنه الى الأول آخرا وأدرج فيماصححه امتناع تكليف المكره على القتل فاحتاج الى الجواب عن اثم القاتل المجمع عليه بأنه ليس للإكراه بل لإيثاره نفسه بالبقاء على قتيله وعلى مارجحناه لا يحتاج الى الجواب ثم ما ذكر فى تكليف المكره هو كلام الأصوليين اما الفقهاء فاضطربت أجوبتهم فيه بحسب قوة الدليل فمرة قطعوا بما يوافق عدم تكليفه كعدم صحة عقوده وحلها وكالتلفظ بكلمة الكفر وقلبه مطمئن بالإيمان ومرة قطعوا بما يوافق تكليفه كإكراه الحربى والمرتد على الإسلام ونحوه مما هو إكراه بحق ومرة رجحوا ما يوافق الأول كإكراه الصائم على الفطر وإكراه من حلف على شئ فإنه لا يفطر ولا يحنث بفعل ذلك على الراجح ومرة رجحوا ما يوافق الثانى كالإكراه على القتل فانه ياثم بالقتل اجماعا ويلزمه الضمان قودا أومالا على الراجح لايقال التعبير بالتكليف قاصر على الوجوب والحرمة بناء على ان التكليف الزام ما فيه كلفة لأنا نمنع ذلك فان ما عداهما لازم للتكليف اذ لولا وجوده لم يوجد ما عداهما ألا ترى الى انتفائه قبل البعثة كانتفاء التكليف
Dan dikatakan, terlarang taklif perbuatan yang dipaksakan dan naqidh-nya, karena tidak berkemampuan menyanjungnya. Sebab melaksanakan perbuatan karena paksaan tidak menghasilkan menyanjung perbuatan dan tidak mungkin mendatangkan naqidh-nya dalam keadaan dipaksa. Pendapat pertama adalah pendapat kaum Asy’ari (1) dan pendapat kedua adalah pendapat Muktazilah(2). Pendapat kedua ini telah ditashih oleh Ashal dan kemudian pada waktu lain telah rujuk kepada pendapat pertama. Berdasarkan pendapat yang ditashih oleh Ashal, masuklah masalah terlarang taklif atas orang yang dipaksa membunuh, maka masalah ini membutuhkan jawaban mengenai berdosa sipembunuh tersebut yang sudah menjadi ijmak, yaitu jawabannya adalah dosa tersebut bukanlah karena paksaan tetapi karena dia mengutamakan dirinya untuk tetap eksist dari pada korban pembunuhannya. Berdasarkan pendapat yang kami tarjih, maka tidak diperlukan jawaban. Kemudian hal-hal yang telah disebutkan pada masalah taklif orang yang dipaksa tersebut adalah kalam Ushuliyun. Adapun para Fuqaha, terbagi jawabannya tentang itu menurut kekuatan dalilnya. Maka kadang-kadang mereka memastikan dengan pendapat yang sesuai dengan tidak taklifnya seperti tidak sah akad dan pembatalan akad orang yang dipaksa dan seperti mengucapkan kalimat kufur, sedangkan hatinya tetap dengan keimanan. Dan pada kali lain, mereka memastikan dengan pendapat yang sesuai dengan adanya taklifnya seperti memaksa kafir harbi dan orang murtad masuk Islam dan contoh lainnya yaitu berupa paksaan-paksaan yang dilakukan secara haq.(3) Pada kali lain lagi mereka mentarjih pendapat yang sesuai dengan yang pertama seperti memaksa orang berpuasa untuk berbuka dan memaksa orang yang bersumpah melakukan sesuatu, maka orang tersebut tidak terbuka puasanya dan tidak melanggar sumpah dengan sebab melakukan perbuatan tersebut berdasarkan pendapat yang rajih. Dan pada kali lain, mereka mentarjih pendapat yang sesuai dengan yang kedua seperti dipaksa membunuh, maka pembunuh tersebut berdosa dengan sebab membunuh dengan ijmak dan lazim atasnya membayarnya, baik dalam bentuk qishas maupun harta berdasarkan pendapat yang rajih. Tidak dikatakan ‘ibarat dengan “taklif” hanya khusus pada wajib dan haram saja dengan mendasarkan kepada bahwa taklif adalah memberatkan sesuatu yang ada beban. Karena kita tidak mencegah hal itu, sesungguhnya selain wajib dan haram merupakan lazim bagi taklif, karena kalau tidak didapati taklif, maka tidak didapati juga selain keduanya. Apakah tidak kamu perhatikan, ter-nafi selain keduanya sebelum diutus Rasul sama halnya dengan ter-nafi taklif.

Penjelasannya
(1)Nama lengkap beliau adalah Syeikh Abu Hasan Ali al-Asy’ari, lahir di kota Bashrah-Iraq tahun 260-324 H. Beliaulah yang mengumpul dan merumus paham Ahlussunnah wal Jama’ah dengan mendasarkan kepada al-Qur’an dan Hadits serta i’tiqad sahabat Nabi SAW. 3

(2)Mu’tazilah merupakan sebuah mazhab dalam bidang akidah. Mazhab ini lebih mengutamakan akal dalam memahami agama. Dasar pokok kajian Mu’tazilah ada lima, yaitu tauhid, al-adl, alwa’d wal wa’id, manzilah baina manzilatain dan amar ma’ruf dan nahi munkar. Gerakan ini pada awalnya dicetus oleh Washil bin Atha’ di kota Bashrah-Iraq (meninggal 131 H) 4

(3)Seperti paksaan imam kepada rakyatnya untuk menunaikan zakat sebagaimana dijelaskan sebelumnya

DAFTAR PUSTAKA
1.Al-Jauhari, Hasyiah al-Jauhari ‘ala Ghayatul Wushul, dicetak dalam Ghayatul Wushul, Usaha Keluarga, Semarang, Hal. 8
2.Al-Syarbaini, Taqrir ‘ala Jam al-Jawami’, dicetak pada hamisy Hasyiah al-Banany ‘ala Syarah Jam’u al-Jawami’, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 76
3.KH. Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 2006, Hal. 2-3
4.KH. Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 2006, Hal. 193, 195 dan 199

2 komentar:

  1. asmk wr wb saya mohon penjelasan alamat dan no tlp sy mau beli terjemah kitab ghayatul wusul

    BalasHapus
    Balasan
    1. alaikum salam wr.wb
      kita tidak menjual kitab terjemahan ghayatul wushul. Terjemahan dalam blog ini merupakan terjemahan yang kami lakukan menurut kemampuan kami. ini pun masih beberapa lembar.
      wassalam

      Hapus