Selasa, 19 Juli 2011

Antara Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Kondisi fisik seorang wanita dalam menghadapi kehamilan dan saat-saat menyusui memang berbeda-beda. Kondisi inilah yang menimbulkan konsekuensi yang berbeda bagi para ibu dalam menghadapi saat-saat puasa di bulan Ramadhan. Ada yang merasa tidak bermasalah dengan keadaan fisik dirinya dan sang bayi sehingga dapat menjalani puasa dengan tenang. Ada pula para ibu yang memiliki kondisi fisik yang lemah yang mengkhawatirkan keadaan dirinya jika harus terus berpuasa di bulan Ramadhan. Begitu pula para ibu yang memiliki buah hati yang lemah kondisi fisiknya dan masih sangat tergantung asupan makanannya dari sang ibu melalui air susu sang ibu. Kedua kondisi terakhir, memiliki konsekuuensi hukum yang berbeda bentuk pembayarannya.

1.Ibu hamil atau menyusui yang mengkuatirkan keadaan dirinya saja atau disamping mengkuatirkan dirinya, juga mengkuatirkan anaknya bila berpuasa, maka boleh tidak berpuasa dengan kewajiban mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.1 Keadaan ini disamakan dengan keadaan orang sakit yang hukumnya ditegaskan berdasarkan firman Allah :
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya : Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Q.S. Al Baqarah :184)

2.Ibu hamil atau menyusui yang tidak mengkuatirkan keadaan dirinya, tetapi yang kuatirkan adalah keadaan anaknya bila berpuasa. Dalam keadaan ini, siibu boleh tidak berpuasa dengan kewajiban disamping mengqadhanya juga ada kewajiban membayar fidyah,2 yaitu satu mud untuk satu hari puasa. 3

Dalil kewajiban membayar fidyah disamping kewajiban qadha, antara lain :

1.Firman Allah :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Artinya : Wajib atas orang-orang yang mampu menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.(Q.S. al-Baqarah : 184)

Ibnu Abbas berkata :
“Ayat ini tetap berlaku tanpa nasakh pada hak keduanya (ibu hamil dan menyusui).”4

2.Perkataan Ibnu Abbas r.a.
والحبلى والمرضع إذا خافتا على أولادهما أفطرتا وأطعمتا
Artinya : Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka puasa dan memberi makanan. ( H.R. Baihaqi dan Abu Daud)5

Perkataan Ibnu Abbas ini diriwayat oleh Abu Daud dengan sanad hasan (baik) 6

3.Ibnu ‘Umar r.a. ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkuatirkan anaknya, beliau berkata :
تفطر وتطعم مكان كل يوم مسكينا مدا من حنطة
Artinya : Berbuka puasa dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin. (H.R. Baihaqi) 7

DAFTAR PUSTAKA
1.Al-Mahalli, Syarah al-Mahalli. Dicetak pada hamisy Qaltubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Juz. II, Hal. 67
2.Al-Mahalli, Syarah al-Mahalli. Dicetak pada hamisy Qaltubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Juz. II, Hal. 67
3.Qalyubi, Hasyiah Qaltubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Juz. II, Hal. 67
4.Al-Mahalli, Syarah al-Mahalli. Dicetak pada hamisy Qaltubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Juz. II, Hal. 68. Lihat juga al-Bakri al-Damyathi, I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. II, Hal. 241. Dalam Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 267 disebutkan perkataan Ibnu Abbas ini diriwayat oleh Abu Daud dengan sanad hasan (baik)
5.Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, Maktabah Darul Baz, Makkah, Juz. IV, Hal. 230, No. Hadits : 7867
6.Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 267
7.Baihaqi, Sunan al-Baihaqi, Maktabah Darul Baz, Makkah, Juz. IV, Hal. 231, No. Hadits : 7868

Tidak ada komentar:

Posting Komentar