(
وَ الْحَدُّ ) لغة المنع واصطلاحا عند الأصوليين ( مَا يُمَيِّزُ الشَّيْئَ عَنْ
غَيْرِهِ ) ولا يميز كذلك الا ما لا يخرج عنه شئ من أفراد المحدود ولايدخل فيه شئ
من غيرها والأول وهو من زيادتى مبين لمفهوم الحد ولهذا زدته والثانى لخاصته وهو
بمعنى قول القاضى ابى
بكر الباقلانى المذكور بقولى( وَ يُقَالُ ) الحد ( الْجَامِعُ
) أى لأفراد المحدود ( الْمَانِعُ ) أى من دخول غيرها فيه ( وَ ) يقال ايضا الحد (
الْمُطَّرِدُ ) أى الذى كلما وجد وجد المحدود فلايدخل فيه شئ من غير أفراد المحدود
فيكون مانعا ( الْمُنْعَكِسُ ) أى الذى كلما وجد المحدود وجد هو فلا يخرج عنه شئ
من أفراد المحدود فيكون جامعا فمؤدى العبارتين واحد والأولى أوضح فيصدقان بالحيوان
الناطق حدا للإنسان بخلاف حده بالحيوان الكاتب بالفعل فإنه غير جامع وغير منعكس
وبالحيوان الماشى فإنه غير مانع وغير مطرد
وتفسير المنعكس بما ذكر الموافق للعرف واللغة حيث يقال كل
انسان ناطق وبالعكس وكل انسان حيوان ولاعكس اظهر فى
معنى الجامع من تفسير ابن الحاجب وغيره له بأنه كلما انتفى
الحد انتفى المحدود اللازم لذلك التفسير وبما علم انه قد يكون للشئ حدان فأكثر
كقولهم الحركة نقلة وزوال وذهاب فى
جهة وهو المختار كما نقله الزركشى عن القاضى عبد الوهاب بعد
نقله عن غيره خلافه
(Dan devinisi)
secara bahasa adalah tertegah dan menurut istilah di sisi ulama ushul adalah (yang
membedakan sesuatu dari lainnya), tidak dapat membedakan seperti itu kecuali
oleh suatu yang tidak keluar darinya sesuatupun dari satuan yang didevinisikan dan
tidak masuk didalamnya sesuatu selain satuan yang didevinisikan. Yang
pertama(1) - merupakan tambahanku(2) – adalah penjelasan bagi mafhum devinisi,
karena itu, aku menambahkannya, sedangkan yang kedua(3) karena kekhususannya. Ianya(4)
semakna dengan perkataan al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilany yang disebutkan dengan
kataku ; (Dan dikatakan) devinisi (adalah al-jaami’/yang menghimpunkan) satuan-satuan
yang didevinisikan, (serta al-maani’/yang mencegah) masuk selain satuan yang
didevinisikan ke dalamnya. Dikatakan juga devinisi (adalah al-muttharid)
yakni sesuatu manakala didapatinya didapatkan yang didevinisikannya, maka tidak
masuk padanya sesuatu selain satuan yang didevinisikan, karena itu ia
adalah yang mencegah/maani’ (serta al-mun’akis) yakni sesuatu
manakala didapati yang didevinisikan, didapatinya, maka tidak keluar
darinya sesuatupun satuan-satuan yang dideviniskan, karena itu, ia adalah yang
menghimpun/jaami’. Berdasarkan itu, maka yang dikehendaki dua ‘ibarat
tersebut adalah satu, tetapi ‘ibarat yang pertama lebih jelas. Terbenar dengan
dua ‘ibarat tersebut contoh hewan berbicara sebagai devinisi bagi insan,
berbeda devinisi insan dengan hewan yang menulis secara fi’l,(5) maka
itu tidak ada jami’ dan tidak ada mun’akis dan berbeda juga
devinisi insan dengan hewan yang berjalan, maka itu tidak ada maani’ dan
tidak ada muttharid. Penafsiran al-mun’akis dengan yang telah
disebutkan yang sesuai dengan ‘uruf dan bahasa(6) - dimana dikatakan, “setiap
insan adalah berbicara serta sebaliknya” dan “setiap insan adalah hewan dan
tidak kebalikannya” - merupakan penafsiran yang lebih dhahir pada makna al-jaami’
dari pada penafsiran Ibnu al-Hajib dan lainnya. Penafsiran Ibnu al-Hajib adalah
manakala ternafi devinisi, maka ternafi yang didevinisikannya, dimana devinisi
ini merupakan lazim bagi penafsiran di atas. Berdasarkan yang sudah dimaklumi,
maka kadang-kadang bagi sesuatu ada dua devinisi atau lebih, seperti kata
mereka ; bergerak adalah berpindah, hilang dan pergi kepada satu arah. Pendapat
ini merupakan pendapat terpilih sebagaimana dikutip oleh Zarkasyi dari Qadhi
Abdul Wahab sesudah mengutip pendapat yang berbeda dengannya dari selain Qadhi
Abdul Wahab.
Penjelasan
(1). Perkataan
pengarang “yang membedakan sesuatu dari lainnya”
(2). Karena
perkataan tersebut tidak disebut dalam Ashal (Jam’u al-Jawami’)
(3). Perkataan “suatu yang tidak keluar
darinya sesuatupun dari satuan yang didevinisikan dan tidak masuk didalamnya
sesuatu selain satuan yang didevinisikan”
(4) Yaitu yang kedua.
(5). Al-fi’l lawan al-quwwah.
Al-fi’l bermakna konkrit, sedangkan al-quwwah masih dalam bentuk
potensi. Seorang insan berpotensi menulis, meskipun dia sedang dalam tidak
menulis. Apabila sedang menulis, maka ia disebut menulis secara fi’l.
(6). Al-mun’akis secara bahasa
bermakna kebalikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar