يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu sudah mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
(Q.S. al-Maidah
: 6)
Tafsirnya :
1.
“Apabila kamu sudah mengerjakan shalat” maksudnya apabila kamu hendak
mengerjakan shalat. Ini sama dengan firman Allah Ta’ala, berbunyi :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca al-Qur’an, maka berlindunglah
dari syaithan yang terkutuk.”(Q.S. al-Nahl : 98)
2.
Dhahir ayat wajib berwudhu’ pada setiap shalat yang
hendak dilakukan meskipun tidak berhadats, namun al-sunnah menunjukkan memadai
dengan satu wudhu’ berdasarkan hadits Nabi SAW dari Amr bin Amiir, berbunyi :
عَنْ أنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: كَانَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأ عِنْدَ كُلِّ صَلاةٍ. قُلْتُ: كَيْفَ
كُنْتُمْ تَصْنَعُون؟ قال: يُجْزِئُ أحَدَنَا الوُضُوءُ مَا لَمْ يُحْدِثْ.
“Dari Anas r.a. berkata, Nabi SAW
berwudhu’ pada setiap shalat, Aku (Amr bin Amiir mengatakan, kalau kalian
bagaimana melakukannya, Anas mengatakan, memadai wudhu’ salah seorang dari kami
selama tidak berhadats.” (H.R. al-Bukhari).
3.
“Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku” , maksudnya
mengalirkan air atas keduanya. Tidak wajib menggosoknya karena beramal dengan
dhahir ayat. Imam Malik mengatakan wajib. “Sampai
dengan siku” maksudnya siku termasuk dalam anggota yang wajib dibasuh.
Dalilnya ijmak ulama dan hadits Abu Hurairah :
أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغََسَلَ يَدَيهِ حتَّى أَشْرَعَ فِي
العَضدَيْنِ، وَغَسَلَ رِجْلَيهِ حتَّى أَشْرَعَ فِي السَّاقَيْنِ، ثُمَّ قَالَ:
هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُول الله - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم - يَتَوَضَّأ
“Sesungguhnya Abu Hurairah berwudhu’ dengan
membasuh dua tangannya sehingga masuk pada dua lengan atasnya dan membasuh dua
kakinya sehingga masuh dua betisnya, kemudian beliau berkata, “Seperti ini saya
melihat Rasulullah SAW berwudhu’.” (H.R. Muslim)
4.
“dan sapulah
kepalamu” Dhahir ayat ini, perintah
menyapu kepala secara mutlaq tanpa dikaidkan dengan ukuran tertentu. Ini
merupakan pendapat golongan Syafi’iyah. Malikiyah dan Hanabilah berpendapat
disapu semua kepala, karena ihtiyath. Sedangkan Hanafiyah mengatakan, qadar
wajib sapu kepala adalah seperempat kepala dengan argumentasi mengikuti
perbuatan Nabi SAW yang menyapu pada ubun-ubunnya, padahal tidak ada ulama yang berpendapat ada kewajiban
menyapu khusus pada ubun-ubun.
5.
“dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki,” Qadar yang
dibasuh di sini adalah seluruh kakinya, termasuk mata kaki sebagaimana
dijelaskan dalam hadits shahih Muslim di atas.
6.
Menyelangi penyebutan
antara kaki dan tangan yang sama-sama dibasuh dengan kepala yang disapu
mengindikasikan adanya kewajiban tertib antara anggota wudhu’.
7.
“dan jika kamu
junub maka mandilah” maksudnya
junub dengan sebab bersetubuh atau lainnya. اطَّهَّرُوا
di sini
dimaknai dengan mandi sekalian tubuh,
karena mandi merupakan makna yang dipahami
secara mutlaq dari lafazh اطَّهَّرُوا . adapun
berwudhu’ hanya membasuh sebagian anggota tubuh.
8.
“dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah”, dari penggalan ayat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. maksud sakit di sini
adalah sakit yang dapat memudharatkan tubuh apabila disentuh air.
b. maksud dalam perjalanan
adalah perjalanan yang mubah, baik perjalanan panjang atau pendek. Disyaratkan
perjalanan mubah berdasarkan qaidah fiqh :
الرخصة لا تناط بالمعصية
“
Rukshah tidak boleh digantungkan atas maksiat.”
c. kembali dari tempat buang
air merupakan isyarat melakukan buang air.
d. menyentuh perempuan
di sini berkemungkinan bermakna menyentuh kulit sebagaimana Ibnu Mas’ud, Ibnu
Umar dan al-Sya’bi. Ini merupakan mazhab Syafi’i atau juga dapat bermakna
bersetubuh sebagaimana pendapat Ali, Ibnu Abbas dan al-Hasan. Ini merupakan mazhab
Hanafi. Para fuqaha berbeda pendapat apakah bersentuhan dengan perempuan
meruntuhkan wudhu’?, :
-
mazhab Hanafi : tidak runtuh wudhu’, baik secara
syahwat atau tidak
-
mazhab Syafi’i
: runtuh wudhu’, baik secara syahwat atau tidak
-
mazhab
Malik : runtuh wudhu’ apabila dengan syahwat dan tidak runtuh apabila tidak
dengan syahwat.
e. Perkara-perkara dalam penggalan ayat ini menjadi sebab berhadats,
buktinya ada perintah tayammum apabila wujud perkara-perkara tersebut apabila
tidak ada air. Jadi apabila ada air, maka wajib berwudhu’. Namun khusus sakit
tetap menjadi sebab berhadats, meskipun ada air.
9.
“maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu.”
Berdasarkan
penggalan ayat ini, rukun tayammum adalah menyapu muka dan dua tangan. Dan
tentunya niat tayamum menjadi rukunnya berdasarkan dalil lain, yaitu hadits
Nabi SAW.
10.
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu,” menunjukkan bahwa tayamum merupakan rukhsah (hukum karena
faktor keringanan), bukan ‘azimah (hukum asal).
Firman Allah yang lain yang menjelaskan masalah tayammum adalah Q.S.
al-Nisa’ : 43, berbunyi :
وَإِنْ
كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا
طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا
غَفُورًا
“Dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf dan Pengampun “ (Q.S. Al-nisa’: 43)