Rabu, 28 Maret 2012
Subhanallah, Inilah Mukjizat Alquran tentang Pembentukan Tulang dan Otot
Peristiwa pembentukan tulang dan otot itu digambarkan dalam sebuah terbitan ilmiah dengan kalimat berikut:
Dalam minggu ketujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan tulang-tulang mencapai bentuknya yang kita kenal. Pada akhir minggu ketujuh dan selama minggu kedelapan, otot-otot menempati posisinya di sekeliling bentukan tulang. (Moore, Developing Human, 6. edition,1998.)
Subhanallah, hasil penelitian itu telah membuktikan kebenaran Alquran. Betapa tidak. 14 abad yang lalu, jauh sebelum teknologi kedokteran ditemukan, kitab suci Alquran telah menjelaskan tahap-tahap pembentukan manusia dalam rahim ibu.
Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.
Mari simak surah Al-Mu'minun ayat 14:
"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik" (QS 23:14)
(sumber :Minggu, 18 Maret 2012 19:18 WIB REPUBLIKA.CO.ID,)
Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), Pengertian I'adah, Hal. 17-18
( وَ ) الأصح ( أَنَّ الإِعَادَةَ فِعْلُهَا ) أى العبادة ( وَقْتَهَا ثَانِيًا مُطْلَقًا ) سواء أكان لعذر من خلل فى فعلها أولا أوحصول فضيلة لم تكن فى فعلها أولا لكون الإمام أعلم أو أورع أو الجمع أكثر أو المكان أشرف أم لغير عذر ظاهر بأن استوت الجماعتان أو زادت الأولى بفضيلة وقيل الإعادة مختصة بخلل فى الأول وعليه الأكثر وقيل بالعذر الشامل للخلل ولحصول فضيلة لم تكن فى الأول وذكر الأول من زيادتى وهو ما اختاره الأصل فى شرح المختصر ويمكن حمل أول كلامه هنا عليه كما بينته فى الحاشية وبما ذكر علم تعريف المؤدى والمقضى والمعاد بأن يقال على الأصح المؤدى مثلا ما فعل مما مر فى الأداء فى وقته وقس به الآخرين وان الإعادة قسم من الأداء فهى أخص منه وعليه الأكثر وقيل قسيم له وعليه مشى البيضاوى حيث قال العبادة ان وقعت فى وقتها المعين ولم تسبق بأداء مختلّ فأداء والا فإعادة لكن كلامه فى المرصاد يخالفه وقد ذكرته فى الحاشية مع زيادة
(Dan) menurut pendapat yang lebih shahih, (sesungguhnya i’adah adalah melakukannya) yaitu ibadah (dalam waktunya pada kedua kalinya secara mutlaq), baik apakah ia karena ‘uzur yaitu ada cacat dalam melakukan ibadah yang pertama atau untuk menghasilkan fadhilah yang tidak ada pada perbuatan pertama, hal itu karena imamnya lebih ‘alim, wara’, jama’ahnya lebih banyak, atau tempat lebih mulia ataupun baik hal itu karena tidak ada ‘uzur yang dhahir yakni kedua jama’ah sama kedudukannya atau jama’ah yang pertama lebih fadhilahnya. Ada pendapat yang mengatakan, i’adah khusus hanya karena ada cacat pada yang pertama, pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama. Pendapat lain mengatakan, khusus dengan ‘uzur yang mencakup dalam hal ada cacat yang pertama dan untuk menghasilkan fadhilah yang tidak ada pada yang pertama. Penyebutan “pertama” merupakan tambahanku. Ia merupakan pilihan Ashal dalam Syarah Mukhtashar. Ada kemungkinan dipertempatkan kalam ashal di sini atasnya sebagaimana telah aku jelaskannya dalam Hasyiah. Berdasarkan yang telah disebutkan, dapatlah dimaklumi devinisi al-muaddaa, muqdha dan al-mu’aad yakni dikatakan berdasarkan pendapat yang lebih shahih bahwa misalnya al-muaddaa adalah perbuatan yang dilakukan dalam waktunya yakni perbuatan sebagaimana yang telah lalu dalam pembahasan al-ada’. Dan qiyaskan kepadanya dua yang terakhir.(1) Dapat dipahami pula bahwa i’adah merupakan pembagian dari al-ada’, maka i’adah lebih khusus dari al-ada’. Ini merupakan pendapat kebanyakan ulama.(2) Ada pendapat yang mengatakan i’adah merupakan qasiim(3) bagi al-ada’.(4) Baidhawi berpendapat dengan pendapat ini, dimana beliau mengatakan, ibadah jika terjadi dalam waktunya yang tertentu dan tidak didahulukan oleh al-ada’ yang cacat, maka al-ada’ namanya dan jika tidak, maka i’adah namanya. Tetapi kalam Baidhawi dalam al-Mirshad berbeda dengannya. Aku telah menyebutnya dalam Hasyiah yang disertai dengan tambahan.
Penjelasan
(1). Dengan demikian, berdasarkan pendapat yang lebih shahih dapat didevinisikan sebagai berikut :
- Al-Muaddaa adalah ibadah yang dilakukan dalam waktunya atau shalat yang dilakukan semua atau hanya satu raka’at dalam waktunya
- Al-Muqdha adalah ibadah yang dilakukan sesudah keluar waktunya atau shalat yang dilakukan sesudah keluar waktunya semua raka’atnya atau kecuali dibawah satu raka’at
- Al-Mu’ad adalah ibadah yang dilakukan dalam waktunya untuk kedua kalinya
(2). Berdasarkan ini, maka ibadah ada dua pembagian, yaitu al-ada’ dan qadha. Al-ada’ ini kemudian dibagi menjadi i’adah dan bukan i’adah
(3). Qasiim sesuatu adalah yang berbeda dengan sesuatu, namun ia bersama-sama dengan sesuatu itu masuk di bawah suatu yang lain, seperti isim, dimana ia berbeda dengan fi’il namun isim bersama-sama dengan fi’il masuk berada di bawah (pembagian) kalimat.1
(4). Berdasarkan ini, maka ibadah terbagi kepada tiga, yaitu al-ada’, i’adah dan qadha
Senin, 26 Maret 2012
Ghayatul Wushul (terjemahan & penjelasannya), Pengertian qadha, Hal. 17
( وَ ) الأصح ( أَنَّ الْقَضَاءَ فِعْلُهَا ) أى العبادة ( أَوْ ) فعلها ( إِلاَّ دُوْنَ رَكْعَةٍ بَعْدَ وَقْتِهَا ) والفرق بين ذى الركعة وما دونها انها تشتمل على معظم أفعال الصلاة اذ معظم الباقى كالتكرير لها فجعل ما بعد الوقت تابعا لها بخلاف ما دونها وقيل القضاء فعل العبادة أو بعضها ولو دون ركعة بعد وقتها وبعض الفقهاء حقق فسمى ما فى الوقت أداء وما بعده قضاء ( تَدَارُكًا ) بذلك الفعل ( لِمَا سَبَقَ لِفِعْلِهِ مُقْتَضٍ ) وجوبا أوندبا سواء كان المقتضى من المتدارك كما فى قضاء الصلاة المتروكة بلاعذر أم من غيره كما فى قضاء النائم الصلاة والحائض الصوم فإنه سبق لفعلهما مقتض من غير النائم والحائض لا منهما وان انعقد سبب الوجوب أو الندب فى حقهما وخرج بالتدارك إعادة الصلاة المؤداة فى الوقت بعده
(Dan) menurut pendapat yang lebih shahih (sesungguhnya qadha itu adalah melakukannya) yaitu sebuah ibadah (atau) melakukannya (kecuali yang di bawah satu raka’at sesudah keluar waktunya untuk mendapati kembali) perbuatan itu (karena sudah didahului oleh sebab yang menuntut dilaksanakannya perbuatan itu.) baik perbuatan itu wajib atau sunnat,(1) baik sebab itu datang dari orang yang ingin mendapati ibadahnya kembali, seperti qadha shalat yang ditinggalkan tanpa ‘uzur atau datang dari lainnya, seperti qadha shalat orang tertidur dan qadha puasa perempuan berhaid,(2) maka sesungguhnya, didahului datang sebab yang menuntut dilaksanakan perbuatan itu dari selain orang tertidur dan selain perempuan berhaid, bukan dari orang tertidur dan perempuan berhaid itu sendiri, meskipun ter’aqad sebab wajib dan sunnat pada diri keduanya. Dengan perkataan “tadaaruk” keluarlah mengulangi sesudah keluar waktunya shalat yang sudah dilakukan dalam waktunya
Perbedaan antara shalat yang sudah dilaksanakan satu raka’at dan shalat masih di bawah satu raka’at, sesungguhnya shalat yang sudah dilaksanakan satu raka’at mencakup atas ukuran yang besar dari perbuatan shalat, karena ukuran yang besar dari sisa raka’atnya sama dengan pengulangan baginya, karena itu, dijadikan raka’at sesudah keluar waktunya menjadi ikutan bagi satu raka’at yang dilaksanakan dalam waktunya. Ada yang mengatakan, qadha adalah melakukan ibadah atau sebagiannya, meskipun di bawah satu raka’at sesudah keluar waktunya. Sebagian fuqaha mentahqiqkan, maka menamai raka’at dalam waktu sebagai al-ada’ dan raka’at sesudah keluar waktu sebagai qadha.
Penjelasannya
1. Berdasarkan ini, maka qadha terdapat pada ibadah wajib dan sunnat.
2. Maka qadha dapat terjadi karena meninggakan sebuah ibadah dengan sengaja atau karena suatu ‘uzur seperti lupa, tertidur dan lain-lain. Pensyari’atan qadha seperti ibadah shalat adalah berdasarkan hadits Nabi SAW :
من نسي الصلاة أونام عنها فكفارتها أن يصليها إذاذكرها
Artinya : Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa atau karena tertidur, maka kifaratnya adalah shalat apabila sudah mengingatnya.(H.R. Muslim) 1
An-Nawawi dalam Kitab Syarah Muslim mengatakan :
“Sabda Nabi SAW : Barangsiapa meninggalkan shalat karena lupa, maka hendaklah ia shalat apabila sudah mengingatnya, pada hadits tersebut menunjukkan kewajiban qadha shalat yang tertinggal baik karena uzur seperti tertidur dan lupa atau tidak karena uzur, karena apabila atas yang uzur wajib qadha, maka yang tidak uzur lebih patut wajib. Ini termasuk bab tasybih adnaa ‘ala a’laa. Adapun pada hadits diqaidkan dengan lupa adalah karena datang hadits itu atas sebabnya.2
Senin, 19 Maret 2012
Subhanallah, Inilah Mukjizat Alquran tentang Mummi Fir'aun
Mummi itu diyakini sebagai jenazah Fir'aun Merneptah, anak Fir'aun Ramses II. Selain menemukan mummi Merneptah, para arkeolog juga menemukan mummi Ramses II dalam keadaan utuh.
Merneptah diyakini sebagai Fir’aun yang mengejar Nabi Musa hingga ke laut dan mati tenggelam di laut. Sedangkan Ramses II diyakini sebagai fir’aun yang hidup persis sebelumnya, kedua-duanya hidup pada masa Nabi Musa AS.
Pada Juli 1907, Elliot Smith membuka perban-perban mummi Merneptah untuk memeriksa badannya. Hasilnya, mummi tersebut dalam keadaan baik dan utuh walaupun ada kerusakan di beberapa bagian.
Penemuan monumental itu pun sekali lagi menjadi bukti kebenaran dan mukjizat Alquran. Belasan abad sebelum penemuan mummi Firaun itu, Alquran telah menjelaskan tentang fakta itu.
Mari simak surah Yunus [10] ayat 92:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu* agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.''
Dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 50, Allah SWT berfirman,
''Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir'aun dan) pengikut-pengikut Fir'aun, sedang kamu menyaksikan.''
Inilah bukti kebenaran dan mukjizat Alquran itu
(sumber : Jumat, 16 Maret 2012 11:58 WIB REPUBLIKA.CO.ID)
Sabtu, 17 Maret 2012
Subhanallah, Inilah Mukjizat Alquran tentang Embriologi
"Saya tak tahu apa-apa tentang agama, namun saya meyakini kebenaran fakta yang terkandung dalam Alquran dan sunah," papar Moore yang terkagum-kagum dengan kandungan Alquran yang secara akurat menjelaskan perkembangan embrio manusia.
Alquran secara gamblang telah menjelaskan proses pembentukan embrio manusia. Alquran telah berbicara tentang pertumbuhan janin di dalam perut ibu fase demi fase, padahal janin dan pertumbuhannya tidaklah terlihat dengan mata kepala dan tidak mungkin juga dijelaskan hanya dengan duga dan kira.
"Saya sungguh sangat membahagiakan bisa membantu mengklarifikasi pernyataan Alquran tentang perkembangan manusia. Jelaslah bagi saya, pernyataan (Alquran) itu pastilah turun kepada Muhammad dari Tuhan," papar Moore, ilmuwan terkemuka dalam bidang anatomi dan embriologi.
Proses penciptaan manusia di dalam rahim dijelaskan dalam Alquran surat al-Mu'minun ayat 12-14. ''Dan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan segumpal darah. Lalu, segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus daging. Kemudian, Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain ...."
***
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan adanya enam fase terbentuknya janin dalam rahim. Tahap pertama penciptaan janin disebut Sulalah dimulai dari saripati mani. Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan “ dari saripati air yang hina (air mani)”. Manusia bukan diciptakan dari seluruh mani yang keluar dari suami – istri, tapi hanya dari bagian yang sangat halus. Itulah yang dimaksud dengan “ Sulalah”
Menurut riset yang telah diteliti oleh para ahli sekarang, bahwa manusia itu tercipta dari satu sperma saja. Itu sangat sedikit sekali bila dibanding dengan sperma yang keluar dari laki-laki yang mencapai jutaan sperma. Sulalah adalah kata yang paling tepat dan cocok untuk menggambarkan proses terbentuknya janin ini, karena satu dari jutaan sperma ini bergerak menuju ke rahim untuk membuahi ovum dari wanita.
Tahap kedua disebut Alaqoh. “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah ( ‘Alaqoh ).” ‘Alaqoh berarti juga nama dari binatang kecil yang hidup di air dan di tanah yang terkadang menempel di mulut binatang pada waktu minum di rawa – rawa (yaitu sebangsa lintah ).
Bentuk janin pada fase ini sangat mirip sekali dengan binatang lintah tersebut. Bahkan kalau keduanya difoto bersamaan, niscaya manusia tidak akan bisa membedakkan bentuk dan gambar keduanya.
Tahap ketiga, Mudghah (Segumpal Daging). Dalam kelanjutan surat al-Mukminun dijelaskan ''Lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging.” Tahap keempat ditandai dengan muncul dan tumbuhnya tulang. “Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang.”
Para ahli dan spesialis dalam bidang medis telah menyimpulkan bahwa tulang itu muncul sebelum daging sebagai penutupnya. Setelah itu barulah muncul daging. Ini hanya baru diketahui oleh para ahli pada zaman sekarang, itu pun dengan bantuan alat – alat fotografi.
Tahap kelima, pembungkusan tulang dengan daging. “Lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan dagin...'' Didahulukannya penciptaan tulang sebelum daging, itu karena daging butuh kepada tulang untuk menempel padanya. Maka tulang mesti sudah ada sebelum daging.
Tahap keenam adalah perubahan janin ke bentuk yang lain. “Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain..'' Menurut Dr Ahmad Hamid Ahmad, bersama dengan berakhirnya pekan ketujuh, panjang Mudghah sudah mencapai 8 – 16 milimeter”
Termasuk yang membedakan pada periode ini adalah: bahwa bentuk tulang berbentuk bengkok menyerupai bulan sabit, kemudian mulai berubah lurus dan tegap. Di tambah lagi ada sesuatu yang membedakan janin dengan makhluk hidup yang lain, yaitu sempurnanya bentuk tubuh pada pekan kedelapan.
***
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, ”Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi `alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari); kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rizki dan ajalnya, serta celaka atau bahagia-(nya); kemudian ditiupkan ruh padanya.” (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dari `Abdullah).
Begitulah, proses penciptaan janin di dalam rahim seorang ibu, hingga akhirnya melahirkan di usia kehamilan sembilan bulan
(Rabu, 14 Maret 2012 20:30 WIB REPUBLIKA.CO.ID, )
Kamis, 15 Maret 2012
TATA LAKSANA SHALAT JUM’AT
Salat Jum’at diawali dengan khutbah Jum’at yang dapat dilakukan oleh imam salat atau oleh orang lain. Khutbah terbagi dua ; khutbah pertama dan khutbah kedua yang dipisah dengan duduk sebentar. Dalam kitab Minhaj al-Thalibin[3] karangan al-Nawawi disebutkan isi khutbah harus mengandung lima egara rukun berikut:
b. Niat shalat Jum’at bagi Imam:
أُصَلِّي فَرْضَ الُجْمَعةِ رَكْعَتَيْن أَدَاءً مُسْتَقْبِلَ الِقبْلَةِ إمَامًا ِللهِ تَعاليَ
أشهدت مع رسول الله صلى الله عليه و سلم عيدين اجتمعا في يوم ؟ قال نعم قال فكيف صنع ؟ قال صلى العيد ثم رخص في الجمعة فقال " من شاء أن يصلي فليصل
- Jumlah jama’ah Jumat kurang dari 40 orang
- Jumlah masjid yang menyelenggarakan shalat Jum’at di desa tersebut lebih dari satu masjid dengan tanpa egara dharurat. Pada saat itu, Jum’at yang sah hanya Jum’at yang lebih duluan takbiratul ihramnya