Sering kita dapati hari ini,
sebagian umat Islam terburu-terburu memvonis sebuah amalan umat sebagai amalan tanpa
dukungan hadits shahih dan bahkan kadang menuduh sebagai bid’ah pelaku amalan
tersebut. Lucunya tuduhan ini hanya dengan berargumentasi sebatas pernyataan
ahli hadits bahwa hadits sebagai dalil amalan tersebut adalah dhaif sanadnya. Padahal
sebagaimana dimaklumi, tidak semua hadits dhaif sanadnya akan berakibat dhaif
matannya. Salah satu alasan hadits dhaif sanadnya dapat menjadi maqbul matannya
adalah maksud hadits tersebut diamalkan oleh banyak ulama dan ahli ilmu. Berikut
ini keterangan para ahli hadits terkait dengan penjelasan di atas :
1.
Al-Shakhawi mengatakan :
وكذا إذا تلقت الأمة الضعيف بالقبول يُعمل به على الصحيح. ولهذا قال الشافعي
- رحمه الله - في حديث لا وصية لوارث إنه لا يثبته أهل الحديث ولكن العامة تلقته بالقبول
وعملوا به حتى جعلوه ناسخاً لآية الوصية. أ.ه
Demikian juga hadits dhaif apabila umat menyikapi
dengan menerimanya, maka hadits tersebut termasuk katagori diamalkan
berdasarkan pendapat yang shahih. Karena ini,
al-Syafi’i Rhm mengatakan terkait hadits “Laa washiata liwarits” bahwa
hadits tersebut tidak dinyatakan shahih oleh ahli hadits, akan tetapi umat
Islam didapati menerimanya dan mereka mengamalkannya, karena itu mereka
menjadikannya sebagai nasikh bagi ayat washiat.[1]
2.
Ibnu Abd al-Barr mengatakan
:
لما حكى عن
الترمذي أن
البخاري صحح
حديث البحر: هو
الطهور ماؤه
و أهل
الحديث لا
يصححون مثل
اسناده لكن
الحديث عندي
صحيح لأن
العلماء تلقوه بالقبول
Manakala dihikayah
dari al-Turmidzi sesungguhnya al-Bukhari mentashhih hadits “Laut suci airnya”,
sedangkan ahli hadits tidak mentashih yang seperti isnad ini, akan tetapi hadits
ini shahih menurutku, karena para ulama menyikapi hadits ini dengan maqbul.[2]
3.
Al-Zarkasyi mengatakan :
الحديث
الضعيف إذا تلقته الأمة بالقبول عمل به على الصحيح حتى إنه ينزل منزلة المتواتر في
أنه ينسخ المقطوع ولهذا قال الشافعي في حديث( لا وصية لوارث) إنه لا يثبته أهل
الحديث ولكن العامة تلقته بالقبول وعملوا به حتى جعلوه ناسخاً لآية الوصية للوارث
Hadits dhaif apabila umat menyikapi dengan menerimanya,
maka hadits tersebut termasuk katagori diamalkan berdasarkan pendapat yang
shahih, sehingga diposisikan sebagai posisi mutawatir dalam hal dapat
menasakhkan yang qath’i. Karena ini,
al-Syafi’i Rhm mengatakan terkait hadits “Laa washiata liwarits” bahwa
hadits tersebut tidak dinyatakan shahih oleh ahli hadits, akan tetapi umat
Islam didapati menerimanya dan mereka mengamalkannya, karena itu mereka
menjadikannya sebagai nasikh bagi ayat : “al-washiat lil warits”.[3]
4. Dalam Shahih al-Bukhari, Imam al-Bukhari
menyebut hadits :
أن النبي
عليه الصلاة والسلام قضى بالدين قبل الوصية
Mengomentari hadits ini,
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan :
إسناده ضعيف لكن قال الترمذي إن العمل
عليه عند أهل العلم، وكأن البخاري اعتمد عليه لاعتضاده بالاتفاق على مقتضاه وإلا
فلم تجر عادته أن يورد الضعيف في مقام الإحتجاج به.
hadits ini isnadnya dha’if, akan tetapi
al-Turmidzi pernah mengatakan para ahli imu mengamalkan hadits ini dan al-Bukhari
sepertinya memegang hadits ini karena ada sokongan (‘azhid) dengan adanya kesepakatan
mengamalkan maksud hadits. Jika tidak demikian, sesungguhnya al-Bukhari bukanlah
kebiasaan beiau mendatangkan hadits dha’if pada posisi sedang berhujjah.[4]
[1]
Al-Shakhawi, Fathul Mughits,
Darul Minhaj, Juz. II, Hal. 153-154
[2]
Al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 29
[3]
Al-Zarkasyi, al-Nukt ‘ala Mmuqaddimah Ibn al-Shalah, Maktabah
Azwa-u al-Salaf, Riyadh, Juz.. I, Hal. 390.
[4] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul
Barri, al-Maktabah al-Salafiyah, Juz. V, Hal. 377