Pendapat Ibnu Taimiyah bahwa berzikir dengan lafazh “Allah” adalah bid’ah
Pendapat Ibnu Taimiyah ini dapat disimak dari pernyataannya dalam kitabnya, al-Radd ‘ala al-Manthiqiin sebagai berikut :
“Adapun isim mufrad, yakni lafazh Jalalah, maka bukanlah kalam berfaedah di sisi ahli bumi, bahkan tidak di sisi ahli langit, meskipun lafazh itu sendiri bersama lafazh lain yang tersembunyi atau maksudnya sebagai tanbih ataupun isyarah sebagaimana diqashadkan suara yang tidak dibuat untuk sebuah makna, sedangkan ia tidak diqashadkan untuk makna yang diqashadkan berkalam dengannya. Karena ini, manusia menganggap bid’ah apa yang dilakukan oleh sebagian pelaku ibadah, yaitu berzikir dengan hanya nama Allah tanpa susunan kalamnya.”[1]
Bantahannya
Tuduhan Ibnu Taimiyah berzikir dengan lafazh “Allah” sebagai perbutan bid’ah sangat tidak beralasan, karena amalan berzikir seperti ini punya dalil yang sangat jelas, baik dari al-Qur’an maupun hadits, sebagaimana berikut ini :
1. Firman Allah SWT Q.S. al-An’am : 91
قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ
Artinya : Katakan, Allah, kemudian (setelah itu) biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya (Q.S. al-An’am : 91)
A Allah Ta’ala dalam firman-Nya ini memerintahkan untuk mengucapkan lafazh “Allah” tanpa susunan kalamnya. Jadi bagaimana Ibnu Taimiyah berani mengatakan bahwa menyebut nama Allah semata, tanpa susunan kalamnya sebagai bid’ah ?.
2. Bantahan yang lebih tegas lagi terhadap fatwa Ibnu Taimiyah di atas dapat diperhatikan pada hadits riwayat dari Anas berikut ini :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يُقَالَ فِى الأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, tidak akan datang hari kiamat sehingga tidak dikatakan lagi dalam bumi, Allah, Allah (H.R. Muslim)[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar