Panitia Qurban adalah
sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya
dipersiapkan oleh suatu organisasi seperti ta’mir masjid, mushalla dan
lain-lain guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak yang berqurban
(mudlahhi) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan
dagingnya. Apabila pengertian ini yang digunakan dalam paktek qurban , maka
dalam pandangan fiqh panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.
Dalam kitab Fathul Qarib disebutkan devinisi wakalah (mewakilkan) sebagai
berikut :
و في الشرع تفويض شخص شيأ
له فعله مما يقبل النيابة الى غيره ليفعله حال حياته
Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang sesuatu yang boleh
ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan kepada pihak lain
agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup.[1]
Seterusnya dalam Hasyiah
al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj dijelaskan :
والوكيل امين لانه نائب عن الموكل في اليد والتصرف فكانت يده كيده
Wakil adalah pengemban
amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan
dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil.[2]
Dengan
demikian, maka posisi wakil dalam qurban adalah pemegang amanah dari muwakkil
dimana wewenangnya sama dengan muwakkil. Karena itu, si wakil tidak boleh
menerima hak dari daging qurban kecuali sedikit daging yang merupakan hak si
muwakkil (kalau qurban sunnat, bukan nazar). Adapun untuk pribadi si wakil,
menurut Ibrahim al-Bajuri boleh menerimanya apabila si muwakkil ada menentukan
dalam jumlah tertentu yang diperuntukan untuk si wakil. Sebaliknya, apabila
tidak ditentukan oleh si muwakkil, maka si wakil tidak boleh mengambilnya.
ولا يجوز له أخذ شيئ الأ ان عين
له الموكل قدرا منها
Tidak boleh bagi wakil mengambil sedikitpun
kecuali pihak muwakkil sudah menentukan dalam ukuran tertentu darinya untuk
pihak wakil.[3]
Alasan si wakil
tidak boleh mengambilnya apabila tidak ditentukan oleh si muwakkil dalam jumlah
tertentu yang diperuntukan untuk si wakil adalah karena :
1.
Wewenang wakil sama seperti wewenang muwakkil
sebagaimana dijelaskan dalam Hasyiah al-Jamal di atas
2.
Berdasarkan point 1 di atas, maka apabila si wakil
mengambil sebagian dari qurban untuk dirinya, ini berarti yang memberi dan yang
menerima adalah orang yang sama. Ini tidak dibenarkan. Karena dalam qawaid fiqh
disebutkan :
اتحاد الموجب
والقابل يمتنع الا مسألتين
Terlarang
orang yang sama al-mujib (pihak yang mengijab) dan al-qaabil (pihak yang qabul)
kecuali pada dua masalah.
Setelah menyebut qawaid di atas, al-Zarkasyi
menjelaskan dua masalah yang dikecualikan dari qawaid di atas, yakni :
a.
Ayah dan kakek dalam menjual harta anaknya yang
masih kecil untuk dirinya sendiri
b.
Muwakkil mewakilkan jual beli dan mengizinkan si wakil
membeli untuk dirinya sendiri dan juga muwakkil ada menentukan jumlah harga
serta melarang melebihkan dari harga yang ditentukannya. Dalam kasus ini, dalam
kitab al-Mathlab disebutkan seyogyanya ini dibolehkan, karena alasan hukum terlarang
orang yang sama pihak yang mengijab dan pihak yang qabul adalah karena tuhmah
(kekuatiran menimbulkan fitnah). Dalilnya boleh pada kasus ayah atau kakek
sebagaimana di atas.[4]
Berdasarkan alasan
hukum terlarang orang yang sama pihak yang mengijab dan pihak yang qabul adalah
karena tuhmah, maka dapat dipahami kalau Ibrahim al-Bajuri berpendapat boleh
menerimanya apabila si muwakkil ada menentukan dalam jumlah tertentu yang
diperuntukan untuk si wakil, karena ternafi tuhmah di sini.
[1].Ibnu Qasim
al-Ghazi, Fathul Qarib, (dicetak pada hamisy al-Bajuri),
al-Haramain, Singapura, Juz. I, Hal. 386
[2] Sulaiman
al-Jamal, Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, Dar Ihya
al-Turatis al-Arabi, Juz. III, Hal. 416
[3] Ibrahim
al-Bajury, Hasyiah al-Bajuri ‘ala Fathul Qarib, al-Haramain, Singapura,
Juz. I, Hal. 387
[4] Al-Zarkasyi, al-Mantsur
fi al-Qawaid, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 23
Assalamualaikum ustadz. Saya mau bertanya, bagaimana hukumnya keraguan dari org yg sering ragu? Misalkan beberapa hari yg lalu saya mencuci baju yg bernajis lalu saya bersihkan. Setelah itu saya melakukan aktivitas dan datang banyak keraguan dari segala hal, dari masalah ragu air kencing, ragu darah yg ada di kasur, setelah keraguan tsb saya tepis satu persatu munculah keraguan bahwa saya saat hari2 yg telah lalu sempat mencuci baju najis dan memegang kran mandi, tiba2 saya ragu apakah saya mencuci kran tsb atau tidak. Padahal itu sudah berlalu dan setelah mencuci waktu itu saya tidak ragu2 akan hal tsb, namun anehnya ketika muncul berbagai keraguan dan hilang satu persatu maka selalu muncul keraguan2 dari hal yg baru. Apakah ada keringanan bagi org yg sering ragu2? Lalu bagaimana dg keraguan saya yg lupa apakah kran dicuci atau belum? Karena saya kewalahan harus mencuci ulang baju2 yg sudah saya jemur diakibatkan sebelum menjemur pastinya saya memegang kran tsb untuk menutup air. Saya frustasi ustadz terus dihantui perasaan ragu dan ntah mengapa saya selalu ragu. Mohon ustadz memberi penjelasannya kpd saya. Terima kasih wasalam.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusada qawaid fiqh yg mengatakan : "keyakinan tidak hilang dengan sebab keragu2an.". jadi keyakinan sdr suci tersebut tdak hilang dengan sebab ragu2 karrena sdh ada keyakinan pd awalnya. apalagi yg terjadi pd sdr menurut hemat kami bukan ragu-ragu, bahkan merupakan was-was . karena was-was terjadi tanpa ada dalil sedikitpun, tetapi hanya bisikan hati semata. ingat was-was merupakan tipuan setan utk meembuat manusia menjauhi agamanya dlm beribadah.
Hapusmungkin link ni membantu sdr dlm memahami masalh bersuci ;
http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2016/06/hukum-fiqh-apabila-bertentangan-antara.html
Assalamualaikum pak saya mau bertanya. Satu tahun lalu rambut saya ada kutunya, kemudian saya basmi menggunakan obat2an dengan tujuan agar kutunya mati. Lalu baru akhir2 ini saya teringat, bagaimana hukumnya dengan bangkai kutu dan telur2nya tsb? Apakah itu najis? Lalu saat ini saya tidak tau apakah bangkai dan telurnya masih ada atau tidak karena setelah dibasmi itu rambut saya tidak ada kutunya (kutu yg hidup maksudnya). Dan saat ini rambut saya ada kutunya lagi, apakah kejadian yg sudah lalu itu biarkan saja berlalu?
BalasHapuswasalam
bangkai kutu di rambut, termasuk najis yang di maafkan. jadi tidak apa2
Hapuswassalam