Al-Imam
al-Suyuthi dalam kitab al-Asybah wan Nadhair mengatakan : Qaidah Fiqh yang ke sembilan
belas adalah :
القادرعلى اليقين هل له الاجتهاد
والاخذ بالظن فيه خلاف والترجيح مختلف في الفروع
Orang
yang mampu beramal dengan yakin, apakah boleh baginya melakukan ijtihad dan
berpegang kepada dhan?. Ini ada khilaf, sedangkan tarjihnya berdasarkan khilaf
pada furu’nya.
Furu’-furu’nya
adalah sebagai berikut :
1.
Seseorang
mempunyai dua bejana air, salah satunya bernajis (ragu mana yang suci). Sedangkan
dia mampu menggunakan air suci dengan
cara yakin, sebab dia berada dalam laut atau bersamanya ada bejana yang ketiga
yang diyakini suci atau menggunakan air suci secara yakin dengan cara mencampurkan
kedua bejana air tersebut sehingga kumpulan air mencapai dua qulah dan yakin
suci. Maka menurut pendapat yang lebih shahih boleh baginya ijtihad dalam memilih
mana satu antara dua bejana tersebut yang suci tanpa beralih ke air lain yang
dipastikan suci.
2.
Seseorang
mempunyai dua pakaian, salah satunya bernajis (ragu mana yang suci). Sedangkan dia
mampu mencari pakaian lain yang yakin suci. Maka menurut pendapat yang lebih
shahih boleh baginya ijtihad.
3.
Seseorang
ragu masuk waktu shalat, sedangkan dia mampu menetapkan waktu shalat dengan yakin
atau keluar dari tempat gelap untuk melihat matahari. Maka menurut pendapat
yang lebih shahih boleh baginya ijtihad.
4.
Menurut
pendapat yang lebih shahih tidak sah shalat menghadap hijr Ismail, yakni ukuran
yang datang riwayat yang mengatakan ukuran tersebut termasuk baitullah (ka’bah).
Sebabnya berbeda-beda riwayat tentang ukuran yang termasuk baitullah, ada riwayat tujuh hasta, ada riwayat enam
hasta dan riwayat lain lima hasta. Semua riwayat tersebut ada dalam Shahih
Muslim. Karena itu, kita harus berpaling kepada yakin, yakni menghadap ka’bah.
5.
Termasuk
furu’ qaidah ini juga, ijtihad pada waktu kehadiran Nabi SAW atau pada zaman
beliau. Maka menurut pendapat yang lebih shahih boleh ijtihad.
6.
Dipastikan
tidak boleh berijtihad seorang mujtahid apabila menemukan nash syara’ pada
suatu masalah.
7.
Dipastikan
penduduk Makah tidak boleh berijtihad tentang kiblat. Perbedaan masalah kiblat
dengan masalah bejana ; berpaling dari ijtihad dalam masalah bejana menyia-nyiakan
harta, sedangkan pada kiblat hanya mempunyai satu jihat. Maka mencari cara lain-sedangkan
dia mampu atas jihat itu- adalah bermain-main. Adapun pada masalah bejana
banyak jihat.
8.
Dipastikan
boleh berijtihad, seseorang tasyabbuh antara bata suci dan bata bernajis. Sedangkan
bersamanya ada bata lain yang diyakini suci dan tidak ada kemudharatan padanya.
Maka boleh baginya berijtihad tanpa khilaf berdasarkan kutipan dari Syarah
al-Muhazzab.
(Sumber
: Al-Imam al-Suyuthi, al-Asybah wan Nadhair, al-Haramain,
Singapura, Hal. 123)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar