Jumat, 09 November 2012

Masalah al-Akdariyah


Pertanyaan dari : Ihsan907 November 2012 20:31

Assalamu'alaikum warahmatullaah wabarakatuh.

Teungku yg saya muliakan, saya ingin bertanya masalah faraidh.

seorang meninggal dunia dan meninggalkan:
2 org saudara perempuan sebapak, suami, ibu, dan kakek dari pihak bapak.

pertanyaan:
1.bagaimana maksud masalah akdariyah?
2.apa kasus tersebut juga dpt di kategorikan sebagai kasus akdariyah ?
3.berapa bagian yg diterima oleh masing2 ahli waris?

Syukran katsira, Wassalamu'alaikum

Jawaban :
1.      Jawaban untuk soal pertama
Dinamakan Akdariyah menurut salah satu pendapat adalah karena yang mengajukan persoalan ini bernama Akdar. Dalam kasus akdariyah ini, susunan ahli waris adalah suami, ibu, saudara perempuan seibu bapak atau sebapak dan kakek. Berdasarkan prinsip umum ilmu faraidh, maka suami dapat 1//2, ibu 1/3, saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak 1/2 dan kakek ?. Jika kakek ditempatkan sebagai ashabah karena ia satu-satunya kerabat laki-laki maka ia tidak akan dapat apa-apa karena harta habis terbagi di kalangan dzawil furud. Suami mendapat 1/2, karena pewaris tidak meninggalkan anak, ibu menerima 1/3 karena tidak ada anak dan demikian pula saudara perempuan seibu   sebapak atau sebapak mendapat ½.  Jumlah furudh akan menjadi 1/2 + 1/3 + 1/2 . Pokok masalah adalah 6, maka menjadi : 3/6 + 2/6 + 3/6 = 8/6.
Kalau kakek diberi hak sebagai furudh 1/6 maka hal ini juga berbenturan dengan prinsip sebagai ayah, kakek harus menerima banyak lebih dari ibu, sedangkan dalam kedudukan sebagai seoarang laki-laki tentu tidak mungkin ia menerima lebih kecil dari saudara perempuan. Dalam hal ini kakek berada dalam posisi yang serba tidak enak.
Zaid bin Tsabit memberikan penyelesaian yang jenius dan memberikan porsi yang lebih besar kepada kakek meskipun membentur beberapa prinsip lainnya. Metode yang dilakukannya adalah sebagai berikut: Setiap orang ditentukan furudhnya, yaitu: Suami ½ = 3/6,  Ibu 1/3 = 2/6, Saudara perempuan ½ = 3/6,  Kakek 1/6 = 1/6  Jumlah: 9/6.
Setelah dilakukan ‘aul hak masing-masing, maka pokok masalah menjadi 9, seterusnya menjadi : Suami menjadi 3/9,  Ibu menjadi 2/9,  Saudara perempuan menjadi 3/9, Kakek menjadi 1/9, sesudah itu, hak saudara perempuan dan kakek digabung  (mendapat warisan dengan jalan ashabah), sehingga menjadi 3/9 + 1/9 = 4/9. Jumlah ini dibagikan kepada kakek dan saudara perempuan dengan perbandingan 2:1. Dengan demikian, maka :   - hak kakek menjadi 2/3 x 4/9 = 8/27
-   bagian saudara perempuan seibu sebapak atau seibu : 1/3 x 4/9 = 4/27
Penghutungan seterusnya, asal masalah 9 diperbesar menjadi : 9 x 3 = 27, dengan demikian hasilnya adalah :
- Suami                                                                     = 9/27
- Ibu                                                                         =  6/27
- Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak    = 4/27
- Kakek                                                                   =  8/27

Dari penyelesaian tersebut memang telah terpenuhi keinginan untuk menjadikan hak kakek (8/27) lebih besar dari saudara perempuan (4/27) dan ibu (6/27). Namun saudara perempuan yang semestinya mendapatkan ½ atau setelah di’aulkan menjadi 3/9 atau 9/27, sekarang menjadi 4/27. Hal ini berarti menjadi korban dari kebijakan diatas.

2.      Jawaban untuk soal kedua :
Dengan mengikuti penjelasan di atas, maka dapat dijawab bahwa masalah yang menjadi pertanyaan di atas bukanlah masalah al-Akdariyah.Karena masalah akdariyah terdiri dari seorang saudara perempuan sibu sebapak atau sebapak, bukan dua orang.

3.      Jawaban untuk soal ketiga :
Kalau seorang meninggal dunia dan meninggalkan : 2 org saudara perempuan sebapak, suami, ibu, dan kakek dari pihak bapak, maka masing mereka mendapatkan sebagai berikut :

- Suami                                  = 1/2,
- Ibu                                      = 1/6 (karena dihijab oleh 2 Saudara perempuan sebapak dari 1/3 menjadi 1/6)
- Kakek                                  =  1/6
- 2 saudara perempuan sebapak = sisanya, 1/6
Pokok masalah adalah 6. Maka bagian masing-masing sebagai berikut :
- Suami                                    = 3/6
- Ibu                                          = 1/6
- Kakek                                     =  1/6
- 2 saudara perempuan sebapak = 1/6


Rujukan
-       Raudhah al-Thalibin, karya al-Nawawi
-       Syarah Mahalli, karangan Jalaluddin al-Mahalli
-       Tuhfah al-Muhtaj, karya Ibnu Hajar al-Haitamy
-   Hasyiah al-Jamal 'ala Fath Wahab


Kamis, 08 November 2012

MUNASABAH AL-QUR’AN (materi mata kuliah Pengantar Ilmu al-Qur'an di STAI Tapaktuan (pertemuan V II)


Salah satu cabang Ulumul Quran adalah apa yang dinamakan dengan Ilmu Munasabatul Quran. Ilmu munasabah ialah suatu kajian ulumul quran yang membahas korelasi-korelasi yang terdapat dalam Alquran sehingga dapat menjadikan hikmah tersendiri bagi orang yang mempelajarinya.

A. Pengertian Munasabah dan pembagiannya
Menurut al-Suyuthi kata munâsabah menurut bahasa adalah mendekati (muqârabah). Adapun apabila dihubungkan kepada munasabah pada ayat-ayat atau surat dalam al-Qur’an, maka munasabah dapat bermakna mengaitkan antara ayat-ayat, yang terkaid dengan sebab lafazh  umum dan khusus, aqli, hissi (kasat mata) dan khayali  atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya. Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa kegunaan ilmu ini adalah menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis.[1]
Manna’ al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an[2] menyebutkan pengertian munasabah dalam ulumul qur’an adalah mengubungkan satu rangkaian kalam dengan kalam lainnya dalam satu ayat atau satu ayat dengan ayat lainnya ataupun antara satu surat dengan surat lainnya. Selanjut beliau merincikan beberapa munasabah al-Qur’an antara lain :
1.    munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an
2.    Munasabah antara surat-surat dalam al-Qur’an
3.    Munasabah pembuka dan penutup surat.

B. Contoh-Contoh Munasabah
Diantara contoh munasabah al-Qur’an yang disebut Manna’ al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an adalah :
a.    Munasabah antara ayat dengan ayat lain, seperti firman Allah
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20) 
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan ? (Q.S. al-Ghasyiah : 17-20)

Dimana unta merupakan ciptaan yang dekat dengan kehidupan manusia. Disaat dimana unta memerlukan makanan berupa rumput, maka manusia menengadah kelangit berharap turunnya hujan yang dengannya tumbuh rumput-rumput, sementara itu, bumi dan gunung merupakan tempat menetap beristirahat dan mencari rezeki. Karena itu manakala mereka mendengar ayat-ayat di atas, maka akan menimbulkan kesan yang sangat mendalam bagi siapa yang mau merenunginya.

b.    Munasabah antara surat dengan surat lainnya, seperti firman Allah berbunyi :
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2) فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3) الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (4)
Artinya : Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Q.S. Quraisy : 1-4)

Surat Quraisy  di atas disebut setelah Surat al-Fiil, yakni berbunyi :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? dan Dia mengirimkan kapada mereka burung Ababil, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).(Q.S. al-Fill : 1-5)

Surat Quraisy di atas`mengandung perintah menyembah Allah yang telah memberi makanan kepada kaum Quraisy untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. Maksud ayat surat ini relevan dengan surat sebelumnya, yakni Surat al-Fiil, yang mengandung makna bahwa Allah telah menghancurkan pasukan Gajah yang ingin memerangi kaum Quraisy dengan menghancurkan Ka’bah. Artinya sebagai konsekwensi perlindungan Allah terhadap kaum Quraisy, maka mereka harus beriman kepada-Nya.

c.    Munasabah pembuka dan penutup surat, seperti firman Allah sebagai pembuka Surat al-Hadid berbunyi :
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya : Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al-Hadid : 1)

Ayat pembuka surat al-Hadid ini yang mengandung penjelasan semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah tentunya sangat bersesuaian dengan penutup surat sebelumnya, yaitu Surat al-Waqi’ah, ayat 96, yang mengandung arti perintah tasbih, yakni berbunyi :
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
Artinya : Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Besar. (Q.S. al-Waqi’ah : 96)


Dosen : Tgk Alizar Usman






[1] Al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, al-Haramain, Singapura, Juz. II, Hal. 108
[2] Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Maktabah Wahbah, Kairo, Hal. 93-94

Senin, 05 November 2012

Beberapa Pengertian Dasar dalam Ilmu Hukum (Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum di STAI Tapaktuan (pertemuan V )


1.    Norma Hukum/Kaidah Hukum
Yaitu : Pedoman yang mempunyai sanksi hukum, yang mengharuskan orang untuk bertindak di dalam masyarakat sesuai dengan hukum.

2.    Lembaga Hukum/Pranata Hukum (rechtinstituut)
Yaitu : Himpunan peraturan (norma) hukum yang mengandung beberapa persamaan unsur-unsur atau bertujuan mencapai sesuatu objek yang sama, sehingga peraturan-peraturan hukum itu saling terkaid satu sama lainnya. Misalnya lembaga hukum mengenai perkawinan (KUHAPerdata, Buku I, pasal 26-102 dan KUHPidana pasal 279), lembaga hukum sewa menyewa (KUHPerdata, Buku III, Bab tujuh, pasal 1548-600), dan lain-lain

3.    Sistim Hukum
Yaitu : Suatu rekonstruksi secara sistimatis dari keseluruhan norma-norma hukum, lembaga-lembaga dan lapangan-lapangan hukum. Dengan demikian dikenal adanya sistim hukum Islam, sistim hukum adat, sistim hukum nasional dan lain-lain

4.    Subjek Hukum
Yaitu : Setiap pihak yang menjadi pendukung hak dan kewajiban
Yang menjadi subjek hukum adalah :
a.     Manusia (pribadi kodrati, neturlijk person, personal moralis), sejak ia lahir sampai meninggal dunia
b.  Badan hukum (pribadi hukum, rechtsperson, personal juris), yakni setiap pendukung hak dan kewajiban yang merupakan personifikasi kelompok (Negara atau PT)  atau harta kekayaan (yayasan)

5.    Peristiwa Hukum
Yaitu : Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang diberi akibat hukum atau kejadian-kejadian yang menimbulkan atau menghapuskan hak dan kewajiban. Dengan demikian, peristiwa hukum merupakan peristiwa kemasyarakatan bersegi hukum.
Peristiwa hukum dibagi dua, yaitu :
a.     karena perbuatan subjek hukum ( manusia atau badan hukum )
b.  karena bukan perbuatan subjek hukum ( karena Undang-Undang, contoh : kelahiran , kematian,  daluwarsa

6.    Objek Hukum
Yaitu : segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum, dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum, misalnya benda (zaak), dalam hukum perdata. Benda dalam hukum perdata dibedakan kepada dua, yaitu :
a.      Benda yang berwujud (tanah, mobil, dan lain-lain) dan tidak berwujud (hak cipta, hak merk dll)
b.      Benda bergerak (sepeda, mobil dll) dan tidak bergerak (tanah, rumah dll)

7.    Hubungan Hukum
Yaitu : hubungan diantara subjek hukum yang diatur oleh hukum . Dalam setiap hubungan hukum selalu terdapat hak dan kewajiban . Hubungan hukum dapat dibagi :
1. Hubungan hukum bersegi satu = > timbul kewajiban saja (misalnya : hibah tanah)
2.Hubungan hukum bersegi dua  = > timbul hak dan kewajiban (misalnya : jual beli )


Dosen : Tgk Alizar Usman

Keutamaan Surat Yasin


Al-Qur’an meskipun semua ayatnya merupakan wahyu Allah yang mulia dan mempunyai kedudukan yang sama, karena sama-sama merupakan wahyu yang diturun Allah, namun masing-masing ayat itu mempunyai fadhilah-fadhilah tersendiri. Surat al-Fatihah mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu wajib dalam shalat yang tidak dipunyai oleh ayat atau surat yang lain, dimana hanya sunat hukumnya dalam shalat. Membaca      لااله الا اللهyang merupakan bagian dari al-Qur’an tentu lebih utama dari ayat yang lain, karena kalimat ini merupakan kalimat tauhid.
Contoh lain adalah pada waktu Subuh Jum’at lebih utama membaca surat A-lam Tanzil pada raka’at pertama dan Hal Ataa pada raka’at kedua berdasarkan hadits riwayat Bukhari, yakni :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي الْجُمُعَةِ فِي صَلاَةِ الْفَجْرِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ ، وَهَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Nabi SAW sering membaca A-lam Tanzil al-Sajadah dan Hal Ataa ‘ala al-Insan pada shalat Subuh hari Jum’at (H.R.Bukhari)[1]

                          Surat Yasin juga mempunyai keutamaan tersendiri berdasarkan hadits-hadits di bawah ini, antara lain :
1. Kami diberitahu Qutaibah dan Sufyan bin Waki’ , kami diberitahu Humaid bin Abdurrahman al-Rausy dari Hasan bin Shalih dari Harun bin Abu Muhammad dari Muqatil bin Hayyan dari dari Qatadah dari Anas :     
قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن لكل شيء قلبا وقلب القرآن يس ومن قرأ يس كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات
Artinya : Dari Anas, Bersabda Nabi SAW : Sesungguhnya bagi setiap sesuatu ada hatinya. Hati al-Qur’an adalah Yasin. Barangsiapa membaca Yasin, maka  dengan sebab membacanya, Allah mewajibkan untuknya pahala sepuluh kali membaca al-Qur’an (H.R. Turmidzi [2])

Hadits ini juga telah diriwayat  al-Darimy[3] dan al-Bazar dari jalur ini.[4]
Turmidzi mengatakan :
Hadits ini gharib, kami tidak mengenalnya kecuali dari hadits Humaid bin Abdurrahman. Dengan penelitian, mereka tidak mengenal hadits Qatadah kecuali dari jalan ini. Harun Abu Muhammad adalah syekh yang dikenal.”[5]

2. Hadits Hasan, mendengar Abu Hurairah berkata :

 قال رسول الله ـ صلى الله عليه و سلم من قرأ  يس  في ليلة أصبح مغفورا له
Artinya : Bersabda Nabi SAW : Barangsiapa membaca Yasin pada malam harinya, maka paginya dia diampuni dosanya (H.R. Abu Ya’la)[6]

3. Hadits :
وَ يس قَلْبُ الْقُرْآنِ، لا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيدُ اللَّهَ وَالدَّارَ الآخِرَةَ إِلا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ
Artinya : Yasin adalah hati al-Qur’an. Tidak membaca oleh seseorang yang menginginkan Allah dan negeri akhirat kecuali Allah mengampuninya (H.R. Thabrani)[7]

4. Hadits dari Abu Hurairah :       

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"مَنْ قَرَأَ يس فِي يَوْمٍ أَوْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ غُفِرَ لَهُ"،
Artinya : Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa membaca Yasin pada siang dan malamnya karena mencari keridhaan Allah, maka diampuni dosanya (Thabrany)[8]

Dalam sanad hadits ini ada Aghlab bin Tamim, sedang dia ini dhaif. Demikian pernyataan al-Haitsamy[9]

5. Dari Itha’ bin Abu Ribaah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :

عن عطاء بن أبي رباح قال بلغني ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : من قرأ يس في صدر النهار قضيت حوائجه
Artinya : Barangsiapa membaca Yasin pada awal hari, maka terpenuhi kebutuhannya(H.R. al-Darimy)[10]

6. Hadits :
من قرأ سورة يس وهو خائف أمن أو سقيم شفي أو جائع شبع
Artinya : Barangsiapa membaca Surat Yasin, sedangkan dia ketakutan, maka dia akan aman atau dia sakit, maka akan sembuh ataupun dia lapar, maka dia akan kenyang (H.R. al-Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya secara marfu’)[11]

7. Al-Manawi berkata :
وقد تواترت الآثار بجموم فضائل يس
Artinya : Atsar sahabat mengenai mutiara-mutiara keutamaan Yasin datang secara mutawatir[12]




[1] Bukhari, Shahih al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 5, No. hadits : 891
[2] Turmidzi, Sunan Turmidzi, Maktabah Syamilah, Juz. V, Hal. 162, no.2887
[3] Al-Darimy, Sunan al-Darimy, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 548
[4]Al-Bazar, Musnad al-Bazar, Maktabah Syamilah, Juz.. XIII, Hal 479
[5] Turmidzi, Sunan Turmidzi, Maktabah Syamilah, Juz. V, Hal. 162
[6] Abu Ya’la, Musnad Abu Ya’la, Maktabah Syamilah, Juz. XI, Hal. 93, No. Hadits 6224
[7] Thabrany, al-Mu,jam al-Kabir Thabrani,  Maktabah Syamilah, Juz. XV, Hal. 166
[8] Thabrany, al-Mu,jam al-Kabir Thabrani,  Maktabah Syamilah, Juz 19, Hal 62
[9] Al-Haitsamy, Majma’ al-Zawaid, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 477
[10] Al-Darimy, Sunan al-Darimy, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 549
[11] Al-Manawi, Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, Juz. II, hal. 650
[12] Al-Manawi, Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, Juz. II, hal. 650
Al-Manawi, Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, Juz. II, hal. 650