Dalam
kitab al-Muhazzab, Syeikh al-Syairazi menjelaskan bahwa aqiqah dengan
menyembelih hewan untuk menyambut kelahiran anak, hukumnya adalah sunnah
berdasarkan hadits Nabi SAW dari Buraidah berbunyi :
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عن الحسن والحسين عليهما
السلام
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW telah melakukan aqiqah untuk Hasan
a.s. dan Husein a.s. (H.R. al-Nisa-i)
dan perintah aqiqah itu tidak wajib karena bersandarkan
kepada riwayat Abdurrahman bin Abi Sa’id dari bapaknya berkata, sesungguhnya
Nabi SAW ditanyai mengenai aqiqah, maka beliau bersabda :
ومن ولد له ولد فاحب أن ينسك له فليفعل
Artinya : Barangsiapa yang mempunyai anak, maka ia menyukai
melakukan ibadah untuk anaknya, maka lakukanlah. (H.R. Abu Daud dan Baihaqi)
Perintah melakukan
melakukan aqiqah dalam hadits di atas disangkutkan kepada menyukai/mencintai,
karena itu menunjukkan kepada tidak wajib. Alasan lain yang menunjukkan kepada
tidak wajib adalah karena aqiqah merupakan menumpah darah yang bukan karena
jinayat dan nazar, maka ia sama halnya dengan hukum qurban.
Adapun yang sunnah
disembelih adalah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk
anak perempuan. Sunnah ini berdasarkan hadits Nabi SAW riwayat Ummu Kurz
berbunyi :
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عن العقيقة فقال للغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة
Artinya : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang aqiqah, beliau sabda : untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama
keduanya dan untuk anak perempuan seekor kambing.(H.R Abu Daud, Turmidzi,
al-Nisa-i dan Ibnu Majah.)
Alasan lain kenapa anak laki-laki lebih banyak adalah karena
aqiqah disyari’atkan untuk menunjukkan kegembiraan lahir anak, sedangkan
kegembiraan dengan muncul anak laki-laki lebih besar. Karena itu, penyembelihan
untuk anak laki-laki lebih patut di lebih banyak. Adapun apabila disembelih
untuk anak laki hanya satu ekor kambing, maka itu diperbolehkan juga, karena
bersandar kepada hadits Nabi SAW riwayat dari Ibnu Abbas berkata :
عق
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الحسن والحسين عليهما
السلام كبشا كبشا
Artinya : Rasulullah SAW pernah melakukan aqiqah untuk Hasan
.a.s dan Husein a.s. masing-masing satu ekor kambing.(H.R. Abu Daud)
Demikian penjelasan Syeikh al-Syairazi dalam kitab al-Muhazzab.[1]
Imam
al-Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab menjelaskan bahwa hadits Buraidah di
atas diriwayat oleh al-Nisa-i dengan isnad shahih. Adapun hadits kedua, yaitu
hadits riwayat Abdurrahman bin Abi Sa’id dari
bapaknya telah diriwayat oleh Abu Daud dan Baihaqi dengan dua jalur sanad.
Kedua jalur tersebut dha’if, namun Baihaqi mengatakan hadits ini kuat karena
datang dari dua jalur. Adapun hadits Ummu Kurz telah diriwayat oleh Abu Daud,
Turmidzi, al-Nisa-i dan Ibnu Majah. Turmidzi mengatakan, hadits ini shahih.
Sedangkan hadits Ibnu Abbas di atas telah diriwayat oleh Abu Daud dengan isnad
shahih.[2]
Menurut mazhab Syafi’i dibolehkan juga aqiqah dengan unta dan
lembu/kerbau sebagaimana halnya aqiqah dengan kambing. Dalam Majmu’ Syarah
al-Muhazzab, Imam al-Nawawi mengatakan :
مَذْهَبُنَا جَوَازُ
الْعَقِيقَةِ بِمَا تَجُوزُ بِهِ الْأُضْحِيَّةُ مِنْ الابل والبقر والغنم وبه قال
أنس ابن مَالِكٍ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ
“Mazhab kita (mazhab
Syafi’i) boleh aqiqah dengan hewan-hewan yang dibolehkan pada qurban, yakni
unta, lembu dan kambing. Pendapat ini juga merupakan pendapat Anas bin Malik
dan Malik bin Anas.”[3]
Dalam
mengomentari perkataan pengarang al-Minhaj, Qalyubi mengatakan :
قَوْلُهُ: (بِشَاتَيْنِ) وَأَفْضَلُ
مِنْهُمَا ثَلَاثٌ وَمَا زَادَ إلَى سَبْعٍ ثُمَّ بَعِيرٌ ثُمَّ بَقَرَةٌ
وَكَالشَّاتَيْنِ سَبُعَانِ مِنْ نَحْوِ بَدَنَةِ فَأَكْثَرَ، وَتَجُوزُ مُشَارَكَةُ
جَمَاعَةٍ سَبْعَةٍ فَأَقَلَّ فِي بَدَنَةٍ أَوْ بَقَرَةٍ سَوَاءٌ كَانَ كُلُّهُمْ
عَنْ عَقِيقَةٍ أَوْ بَعْضُهُمْ عَنْ أُضْحِيَّةٍ أَوْ لَا، وَلَا كَمَا مَرَّ
“Perkataan
pengarang : (dengan dua ekor kambing), yang lebih utama dari itu adalah tiga
ekor atau lebih dari itu sampai tujuh ekor, kemudian unta, kemudian lembu. Sama
dengan dua ekor kambing sepertujuh dari seumpama seekor unta atau lebih.
Dibolehkan berkongsi jama’ah tujuh orang atau kurang pada seekor unta atau
lembu, baik semuanya untuk aqiqah atau sebagiannya untuk qurban ataupun
tidak semuanya untuk aqiqah dan tidak sebagiannya
untuk qurban sebagaimana yang telah lalu.”[4]
Berdasarkan dari
dhahir nash-nash kitab fiqh Syafi’i di atas, dapat dipahami bahwa kebolehan
aqiqah dengan unta dan lembu ini, karena diqiyaskan kepada hewan-hewan yang
disembelih pada qurban, karena sebagaimana dimaklumi bahwa hukum aqiqah banyak
disamakan dengan dengan qurban pada syara’.
[1] Al-Syairazi, al-Muhazzab,
(Dicetak dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab), Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. VIII, Hal. 406
[2] Al-Nawawi, Majmu’
Syarah al-Muhazzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. VIII, Hal. 407
[3] Al-Nawawi, Majmu’
Syarah al-Muhazzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. VIII, Hal. 431
[4] Qalyubi, Hasyiah
Qalyubi wa ‘Amirah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. IV,
Hal. 255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar