Berikut beberapa hadits yang
sering dikutip sebagai dalil berkenaan dengan kencing sambil berdiri, yakni :
1.
Dari Huzaifah berkata :
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَانْتَهَى إِلَى سُبَاطَةِ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
Artinya : Aku pernah berjalan bersama
Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau
buang air kecil sambil berdiri (H.R.Muslim)[1]
2.
Dari Aisyah r.a. berkata
:
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوهُ، مَا كَانَ يَبُولُ
إِلاَّ قَاعِدًا.
Artinya : Barangsiapa yang menceritakan kepada
kalian bahwa Nabi SAW kencing sambil berdiri maka janganlah kalian percayai,
karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk.(H.R. al-Turmidzi[2] dan al-Nasa-i[3])
3.
Hadits
ِAbu Hurairah beliau berkata :
أن النبي صلى الله عليه وسلم باَلَ قَائِماً مِن جَرَحٍ كَانَ بِمَأبِضهُ
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW
kencing berdiri karena ada luka pada ma'bizt-nya (H.R Baihaqi)[4]
4.
Dari Jabir r.a beliau berkata :
نَهَى رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قَائِمًا
Artinya : Rasulullah SAW
melarang seseorang kencing sambil berdiri. (H.R al-Baihaqi)[5]
Imam al-Nawawi telah menyebut beberapa sebab kenapa Nabi Muhammad SAW
kencing sambil berdiri berdasarkan hadits shahih riwayat Huzaifah di atas berdasarkan
yang dihikayah oleh al-Khuthabi, al-Baihaqi dan lainnya, yakni :
a.
Menjadi kebiasaan orang Arab melakukan kencing sambil berdiri untuk
menyembuhkan sakit tulang sulbi dan kemungkinan Nabi Muhammad SAW sakit tulang
sulbi ketika itu. Pendapat ini diriwayat dari Syafi’i.
b.
Nabi Muhammad SAW kencing sambil berdiri karena sakit ma’bizt (sakit
dalam tulang paha). Ini berdasarkan hadits riwayat al-Baihaqi dan lainnya berbunyi
:
أن النبي صلى الله عليه وسلم باَلَ قَائِماً مِن جَرَحٍ كَانَ بِمَأبِضهُ
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW
kencing berdiri karena ada luka pada ma'bizt-nya (H.R Baihaqi)
Namun hadits ini menurut al-Nawawi
dha’if.
c. Karena tidak didapati tempat duduk, maka
terpaksa berdiri. Hal ini karena ujung tempat pembuangan sampah tersebut
tinggi.
d. Al-Marizi dan Qadhi Iyadh menyebutkan
karena kencing sambil berdiri aman dari keluar hadats dari jalan lain menurut
kebiasaan, berbeda halnya kalau kencing sambil duduk. Karena itu umar
mengatakan, ” Kencing sambil berdiri lebih bagus bagus dubur.”
e. Imam al-Nawawi menambah sebab yang lain,
yaitu perbuatan Nabi Muhammad SAW ini hanya sekali, sedangkan adat beliau kencing
sambil duduk. Ini menunjukkan bahwa perbuatan ini hanya untuk menjelaskan
kepada ummat bahwa kencing sambil berdiri adalah mubah. Nabi Muhammad SAW
sering kencing sambil duduk didukung oleh dari Aisyah r.a. berkata :
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوهُ، مَا كَانَ يَبُولُ إِلاَّ قَاعِدًا.
Artinya : Barangsiapa yang menceritakan kepada
kalian bahwa Nabi SAW kencing sambil berdiri maka janganlah kalian percayai,
karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk.(H.R. al-Turmidzi[6] dan al-Nasa-i[7])
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadits
ini diriwayat oleh Ahmad bin Hanbal, al-Turmidzi, al-Nasa-i dan lainnya.
Isnadnya baik.
Kemudian Imam al-Nawawi menambahkan bahwa telah diriwayat beberapa hadits
yang melarang kencing sambil berdiri, namun hadits tersebut dha’if. Setelah itu
al-Nawawi mengatakan dan indikasinya beliau setuju dengan pernyataan tersebut, yaitu
:
قال العلماء يكره البول قائما إلا
لعذر وهي كراهة تنزيه لا تحريم
ِ"Para ulama mengatakan, makruh
kencing sambil berdiri kecuali ada uzur, yakni makruh tanzih, bukan tahrim”[8]
Menurut hemat kami, pendapat
yang menyatakan makruh kencing sambil berdiri merupakan pendapat yang lebih
rajih dari sisi pendaliliannya, sebagaimana sudah dijelaskan oleh al-Nawawi
pada point ”e” di atas.
Pendapat yang menyatakan makruh
kencing sambil berdiri ini merupakan mazhab Syafi’i sebagaimana telah
ditegaskan oleh al-Nawawi dalam Majmu’ Syarh al-Muhazzab sebagai
berikut :
فَقَالَ أَصْحَابُنَا
يُكْرَهُ الْبَوْلُ قَائِمًا بِلَا عُذْرٍ كَرَاهَةَ تَنْزِيهٍ وَلَا يُكْرَهُ
لِلْعُذْرِ وَهَذَا مَذْهَبُنَا
ِ"Sahabat kita (pengikut
Syafi’i) mengatakan makruh kencing sambil berdiri dengan tanpa uzur sebagai
makruh tanzih dan tidak makruh kalau uzur. Ini adalah mazhab kita.”[9]
Catatan
1. Hadits Aisyah r.a. yang mengatakan Nabi
Muhammad SAW tidak pernah buang air kecil kecuali
dengan duduk tidak bisa membatalkan riwayat dari Huzaifah yang menjelaskan
bahwa Nabi Muhammad SAW pernah kencing sambil
berdiri, karena Aisyah r.a. bisa saja mengatakan yang demikian itu, karena
beliau memang tidak pernah melihatnya. Hal ini mengingat Aisyah r.a. tidak
selamanya berada di samping Nabi SAW, yakni seperti ketika Nabi SAW dirumah
isteri beliau yang lain, ketika Nabi SAW berperang dan ketika di tempat-tempat
lain dimana Aisyah r.a tidak ada. Dan ini terbukti ada riwayat yang shahih yang
mengatakan Nabi Muhammad SAW pernah kencing sambil berdiri (hadits Huzaifah
di atas)
2. Namun
berdasarkan hadits Aisyah r.a patut dipahami bahwa Nabi Muhammad SAW sering dan malah menjadi
adat kencing sambil duduk dan tidak sambil berdiri. Karena itu, dipahami bahwa
kencing sambil berdiri hanya makruh, bukan haram.
3. Hadits
Aisyah di atas hanya merupakan khabar bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah kencing sambil berdiri, jadi bukan
melarangnya atau bahkan mengharamkannya.
4. Hadits-hadits
lain-lain yang mengandung larangan kencing sambil berdiri, seandainya hadits
tersebut shahih haruslah dipahami sebagai larangan makruh, karena Nabi SAW sendiri
pernah kencing sambil berdiri sebagaimana hadits shahih di atas.
5. Imam al-Nawawi telah mengutip apa yang
sudah dihikayah oleh Ibnu al-Munzir dalam kitab al-Isyraq bahwa telah terjadi
khilaf ulama tentang hukum kencing sambil berdiri sebagai berikut :
a.
Telah shahih dari Umar
bin Khatab, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar dan Sahal bin Sa’ad mereka pernah
kencing sambil berdiri. Ada diriwayat juga seperti itu pada Anas, Ali dan Abu
Hurairah. Pernah melakukan kencing
sambil berdiri Ibnu Siriin dan Urwah bin
Zubair.
b. Ibnu Mas’ud, al-Sya’bi dan Ibrahim bin Sa’ad memakruhnya
dan Ibrahim bin Sa’ad ini tidak membolehkan jadi saksi orang yang kencing
sambil berdiri.
c. Pendapat lain mengatakan kalau tempat kencing
tersebut dapat memercik percikan kencing atas orang itu karena kencing sambil
berdiri, maka hukum kencing sambil berdiri adalah makruh dan kalau tidak, maka tidak
mengapa. Ini merupakan pendapat Malik.
d. Pada ujung kalam Ibnu al-Munzir, beliau mengatakan, kencing
sambil duduk lebih aku sukai, sedang sambil berdiri adalah mubah.[10]
Yg jadi permasalahan sesungguhnya adalah jangan sampai najisnya memantul atau memercik, dan jaman dulu belum ada toilet kencing
BalasHapus