Berikut pendapat ulama Syafi’iyah mengenai niat zikir pada takbir intiqalat (takbir untuk berpindah dari rukun shalat kepada rukun lain) secara jihar bagi imam shalat
1.Zainuddin al-Malibary mengatakan :
“Disunatkan jihar takbir intiqalat sama halnya dengan takbiratul-ihram bagi imam, demikian juga bagi muballigh jika membutuhkannya, tetapi jika ada niat zikir atau niat zikir dan memperdengarkannya. Dan jika tidak, maka batal shalatnya sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikhuna dalam syarah al-Minhaj.” 1
2.Batal shalat sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Zainuddin al-Malibari di atas, oleh al-Bakri al-Damyathi menyebut alasannya karena posisi seseorang sebagai imam mengeluarkan keadaan takbir itu dari posisi sebagai zikir kepada posisi berbicara dengan manusia. 2
3.Ibrahim al-Bajuri mengatakan
“Pada takbir intiqalat, Imam dan muballiqh mengqashad zikir saja atau zikir dan memberitahu, tidak memberitahu saja, karena itu mudharat. Demikian juga secara mutlaq pada haq orang alim berbeda halnya dengan orang awam. Untuk itu, tidak boleh tidak qashad zikir pada setiap takbir menurut al-Ramli dan memadai qashadnya pada takbir pertama menurut al-Khathib.” 3
Sebagaimana dikemukakan oleh al-Bakri al-Damyathi di atas, kewajiban niat zikir pada takbir intiqalat imam yang dilakukan secara jihar, karena posisi seseorang sebagai imam mengeluarkan keadaan takbir itu dari posisi sebagai zikir kepada posisi berbicara dengan manusia, sedangkan berbicara dalam shalat tidak dibolehkan dan dapat membatalkan shalat seseorang . Oleh karena itu, supaya tidak keluar takbir tersebut sebagai zikir, maka diharuskan niat zikir.
Berbicara dalam shalat dapat membatalkan shalat adalah berdasarkan hadits Nabi SAW :
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Artinya : Sesungguhnya shalat itu tidak pantas disertai dengan percakapan manusia. Yang layak dalam shalat adalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an (H.R. Muslim) 4
DAFTAR PUSTAKA
1.Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 154
2.Al-Bakri al-Damyathi, I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. I, Hal. 154
3.Ibrahim al-Bajuri, Hasyiah al-Bajuri, A-Haramain, Singapura, Juz. I, Hal. 170
4.Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. II, Hal. 70, No. Hadits : 1227
Tidak ada komentar:
Posting Komentar