Assalamu"alaikum,apkah
bnr yg nmnya pahala syahid(mninggal krna musibah,tsunami,kclkaan atau musibah
yg lainnya tp disaat lg jln bnr bukn lg dijln mksiat).mka dikubur TDK akan
disiksa.tapi klo mati syahid.baik kubur atau akhirat TDK dpt siksa sama skli,lgsung
surganya ALLAH.WALLAHU"ALAM
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
1. Imam al-Subki menjelaskan bahwa para
ulama membagi orang syahid itu dalam tiga kelompok, Pertama ; syahid
pada dunia dan akhirat, Kedua ; syahid pada dunia tidak pada akhirat, Ketiga
; sebaliknya (syahid pada akhirat tidak pada dunia). Selanjutnya beliau
mengatakan bahwa syahid pada dunia dan akhirat adalah orang yang terbunuh dalam
peperangan melawan kafir karena meninggikan kalimat Allah dengan kesabaran dan
ikhlas serta bukan berperang dengan khianat yang hanya karena harta rampasan. Sedangkan
syahid pada dunia, tidak pada akhirat adalah orang yang berperang melawan kafir
karena riya atau membelakangi peperangan (sedangkan peperangan sedang
berkecamuk) ataupun berperang dengan khianat yang hanya karena harta rampasan berperang
dengan khianat yang hanya karena harta rampasan Kelompok kedua ini adakala
tidak disebut syahid, meski dihukum syahid pada dunia ataupun disebut syahid,
tetapi tidak ada pahala baginya. Adapun syahid
pada akhirat, tidak pada dunia adalah seperti orang mati karena terkena penyakit
tha’un, mati karena sakit perut dan lain-lain. Kelompok ketiga ini di dunia
hukumnya sama dengan orang biasa lainnya mati, dishalati dan dimandikan. Tidak sama
hukumnya di dunia dengan orang syahid didunia, cuma mereka mendapatkan pahala syahid
di akhirat.[1]
2.
Contoh lain dari orang syahid akhirat adalah orang yang mati
karena tenggelam, mati karena penyakit lambung, mati karena sakit perut, mati
karena terbakar, mati
tertimpa reruntuhan dan perempuan mati karena melahirkan. Nabi SAW bersabda :
الشُّهَدَاءُ خمسة الْمَطْعُونُ، وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وصَاحِبُ
الْهَدْمِ وشَهِيدٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : Orang
syahid ada lima, yakni orang mati karena tha’un, mati karena sakit perut, mati
karena tenggelam, mati tertimpa rerentuhan dan syahid pada peperangan di jalan
Allah (H.R. al-Bukhari)[2]
Dalam Syarah Muslim disebut hadits riwayat
Malik dalam al-Muwatha’ dari hadits Jabir bin ‘Atiik sebagai berikut :
الشُّهَدَاءُ سَبْعَةٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ :فذكر
الْمَطْعُونُ ، وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقٌُ وصَاحِبُ الْهَدْمِ وصَاحِبُ ذَاتِ
الْجَنْبِ، وَالْحَرِقُ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ
Artinya : Syuhada’
(orang-orang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan Allah itu ada tujuh. Beliau
menyebutkan korban wabah tha’un, mati karena sakit perut, mati tenggelam, mati
karena tertimpa rerentuhan, penderita penyakit lambung, korban kebakaran dan seorang wanita yang
meninggal karena melahirkan (H. R.
Malik)
Al-Nawawi
mengatakan hadits riwayat Malik ini shahih tanpa khilaf.[3]
3.
Diantara hadits Nabi SAW yang menjelaskan fadhilah
jihad adalah sebagai berikut :
a.
Dari Dari
Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
القتل في سبيل
الله يكْفَرُ كُل شيئ إِلَّا الدَّيْنَ
Artinya : Seorang yang mati
terbunuh di jalan Allah akan diampuni segala dosa-dosanya kecuali hutang. (H.R. Muslim)[4]
b.
Dari Abdullah bin Abu Qatadah dari bapaknya, beliau berkata
:
فقام رَجُلٌ فَقَالَ : يَا رَسُولَ
اللَّهِ أرأيت إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَنِّي
خَطَايَايَ ؟ فقَالَ له رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَعَمْ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وانت صَابِر مُحْتَسِب مُقْبِل غَيْر مُدْبِرٍ ثم َقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ قُلْتَ ؟ فقال أرأيت إِنْ
قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ ُ عَنِّي خَطَايَايَ ؟ فقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَعَمْ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وانت صَابِر مُحْتَسِب مُقْبِل غَيْر مُدْبِرٍ الا الدين فان جِبْرِيلُ
قال لي ذالك
Artinya : ٍٍِSeorang
laki-laki menghadap Rasulullah SAW bertanya : “Ya Rasulullah bagaimana
pendapatmu seandainya aku terbunuh di jalan Allah, apakah akan mengampuni semua
dosaku?” Rasulullah menjawab : “Ya, jika kamu terbunuh di jalan Allah,
sedangkan kamu dalam keadaan sabar dan ikhlas serta menghadapi musuh tanpa
membelakanginya. Kemudian Rasulullah SAW mengatakan, “Bagaimana kamu mengatakan
tadi? Maka
laki-laki tersebut menjawab kembali : “Bagaimana pendapatmu seandainya aku
terbunuh di jalan Allah, apakah akan mengampuni semua dosaku? Rasulullah SAW
menjawab : “Ya, jika kamu terbunuh di jalan Allah, sedangkan kamu dalam keadaan
sabar dan ikhlas serta menghadapi musuh tanpa membelakanginya kecuali hutang. Demikian
Jibril mengatakan kepadaku.”(H.R. Muslim)[5]
4. Berdasarkan hadits riwayat Muslim di
atas, maka dapat dipahami bahwa Allah akan mengampuni semua dosa orang syahid
selain dosa karena tidak membayar hutang. Hal ini dikarenakan hutang merupakan
hak anak Adam dan demikian juga hak-hak anak Adam lainnya seperti berbuat
dhalim dan lain-lain. Dengan demikian, yang diampuni dosa hanya dosa karena hak
Allah, baik dosa besar maupun dosa kecil seperti meninggalkan shalat, puasa
atau lainnya. Al-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan :
“Adapun sabda Nabi SAW “kecuali
hutang” mengisyaratkan kepada semua hak-hak anak Adam. Sedangkan yang diampuni
itu hanyalah hak-hak Allah saja.”[6]
5. Berdasarkan hadits riwayat Muslim di
atas juga dapat dipahami bahwa syarat ampunan dosa jihad haruslah dengan sabar,
ikhlas berperang karena meninggikan kalimat Allah, tidak membelakang perang
yang sedang berkecamuk. Untuk mendapatkan pahala syahid, Imam al-Subki menyebut
beberapa syaratnya, yakni :
a. Peperangan yang dilakukan karena
meninggikan kalimat Allah
b. Tidak ghulul (berperang semata-mata untuk
bersiasat mendapat harta rampasan)
c. Sabar
d. Ikhlas
e. Tidak membelakang perang yang sedang
berkecamuk.[7]
6. Dengan mempedomani penjelasan di atas,
maka dapatlah kita simpulkan di sini bahwa orang yang dianggap syahid di
akhirat saja seperti mati karena tenggelam, contohnya mati karena tsunami di
Aceh, untuk mendapatkan pahala syahid haruslah memenuhi syarat sabar dalam
menghadapi musibah dan ikhlas karena Allah. Menurut hemat kami, ini meskipun
sebelumnya orang yang mendapat musibah ini dalam keadaan berbuat maksiat. Karena
yang dii’tibar adalah ketika dia mendapat musibah, bukan sebelumnya. Adapun syarat
“a”, “b” dan “e” hanya terdapat pada orang yang berperang di jalan Allah melawan
kafir.
[1] Al-Subki, Fatawa
al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 344
[2]
Al-Subki, Fatawa
al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 353
[3] Imam
al-Nawawi, Syarah Muslim, Muassisah Qurthubah, Juz. XIII, Hal. 92-93
[4] Mulla Ali al-Qary,
Mirqaat al-Mafatih, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. VII,
Hal. 340
[5]
Mulla Ali al-Qary,
Mirqaat al-Mafatih, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. VII,
Hal. 339-340
[6]
Al-Subki, Fatawa
al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 349
[7]
Al-Subki, Fatawa
al-Subki, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Juz. II, Hal. 343, 344, 346, dan 348
alhamdulillah dpt rujukan
BalasHapushttps://ngajimasbro.wordpress.com/
syukron pak artikelnya. ijin copas ya buat bahan ceramah
BalasHapusmudah2an bermanfaat.
Hapuswassalam