Manakala kita sedang menghadiri undangan, baik undangan walimatul ‘urusy
atau undangan lainnya, biasanya dijamu dengan berbagai hidangan/suguhan. Kadang-kadang
sebagian kita pulangnya membawa makanan yang di sajikan, baik sedikit atau
banyak. Akan tetapi apakah jamuan yang disajikan tersebut boleh di bawa pulang ?
Berikut ini pandangan ulama mengenai masalah ini, yakni :
1. Imam al-Nawawi dalam
Raudhah al-Thalibin mengatakan :
الثانية: هل يملك الضيف ما يأكله؟ وجهان. قال القفال: لا بل هو
إتلاف بإذن المالك، وللمالك أن يرجع ما لم يأكل. وقال الجمهور: نعم. وبم يملك؟ فيه
أوجه. قيل: بالوضع بين يديه، وقيل: بالأخذ، وقيل: بوضعه في الفم، وقيل: بالازدراد
يتبين حصول الملك قبيله. وضعف المتولي ما سوى الوجه الأخير. وعلى الأوجه ينبني التمكن
من الرجوع قلت: قال صاحب البيان إذا قلنا: يملكه بالأخذ أو بالوضع في الفم،
فهل للآخذ إباحته لغيره والتصرف فيه بغير ذلك؟ وجهان. الصحيح وقول الجمهور لا يجوز
كما لا يعير المستعار. وقال الشيخ أبو حامد والقاضي أبو الطيب: يجوز أن يفعل ما
يشاء من البيع والهبة وغيرهما؛ لأنه ملكه. قال ابن الصباغ: هذا لا يجيء على
أصلهما. والله أعلم .الثالثة: ليس للضيف التصرف في الطعام بما سوى الأكل، فلا يجوز أن
يحمل معه منه شيئا، إلا إذا أخذ ما يعلم رضى المالك به، ويختلف ذلك بقدر المأخوذ
وجنسه، وبحال المضيف والدعوة. فإن شك في وقوعه في محل المسامحة، فالصحيح التحريم،
وليس للضيف إطعام السائل والهرة
Yang kedua, adakah tamu
memiliki apa yang akan dia makan ? Ini dua pendapat. Al-Qafal mengatakan tidak
memilikinya, akan tetapi penghilangan dengan izin pemiliknya dan pemiliknya
boleh ruju’ kembali selama belum dimakan. Jumhur ulama mengatakan, “Ya”
(memilikinya). Dengan apa memilikinya? Berdasarkan ini ada beberapa pendapat. Ada
yang mengatakan, dengan meletakkannya dihadapan tamu. Ada yang mengatakan
dengan sebab ambil. Ada yang mengatakan dengan sebab meletaknya dalam mulut. Ada
yang mengatakan dengan sebab menelan nyata hasil milik sedikit sebelumnya. Al-Mutawalli
telah mendha’ifkan selain pendapat yang terakhir. Berdasarkan pendapat yang
kuat didasarkan kemungkinan rujuk kembali. Aku mengatakan, pengarang al-Bayan mengatakan, apabila kita
berpendapat memilikinya dengan dengan mengambil atau dengan meletaknya dalam
mulut, maka apakah boleh bagi yang mengambilnya mempersilakan makan kepada orang
lain dan memanfatkan makanan tersebut selain demikian? Ini ada dua pendapat. Pendapat
shahih dan perkataan jumhur tidak boleh sebagaimana tidak boleh meminjam benda
yang dipinjam. Syeikh Abu Hamid dan al-Qadhi Abu al-Thaib mengatakan, boleh melakukan apa saja, baik
menjualnya, hibah dan lainnya, karena jamuan tersebut adalah miliknya. Ibnu
al-Shibagh mengatakan, ini tidak datang atas asal keduanya. Wallhua’lam.
Yang ketiga, tidak boleh bagi
tamu memanfaatkan pada makanan selain makan. Karena itu, tidak boleh membawa sertanya
sesuatupun darinya kecuali apabila mengambil sesuatu yang dimaklumi ridha si
pemiliknya dan berbeda yang demikian dengan ukuran yang diambil dan jenisnya, keadaan
yang menjamu dan para undangan. Maka jika ragu terjadinya pada keadaan ditoleransikannya,
maka pendapat yang shahih adalah haram dan tidak boleh bagi tamu memberikan
makanan untuk peminta-minta dan kucing.[1]
2. Zainuddin al-Malibari mengatakan :
وفي الانوار: لو قال أبحت لك ما في داري، أو ما في كرمي،
من العنب، فله أكله دون بيعه، وحمله، وإطعامه لغيره
Dalam kitab al-Anwar :
Seandainya seseorang mengatakan, “Aku perbolehkan bagimu apa yang ada dalam
rumahku atau buah anggur yang ada pada pohon anggurku, maka boleh baginya
memakannya, tidak boleh menjualnya, membawasertanya dan memberikan makan kepada
orang lain.[2]
3.
Ibrahim al-Bajuri mengatakan :
ولا يتصرف فيما قدم له بغير أكل, لأنه مأذون فيه عرفا, فلا يطعم
منه سائلا ولا هرة إلا بإذن صاحبه أو علم رضاه
Dan tidak dimanfaatkan makanan yang dihidangkan bagi seseorang selain memakannya.
Karena makanan tersebut dizinkan untuk makan pada ‘uruf. Karena itu, tidak boleh memberikan makanan
tersebut untuk peminta-minta dan kucing kecuali dengan izin pemiliknya atau
dimaklumi ridhanya.[3]
Kesimpulan
Membawa pulang makanan yang
dihidangkan, hukumnya dengan perincian sebagai berikut :
1.
Apabila apa yang disuguhkan oleh
pemilik acara memang dipersilahkan untuk dibawa pulang atau memang pada umumnya
suguhan itu diberikan untuk dibawa pulang, maka suguhan tersebut boleh dibawa
pulang, karena beramal dengan dhan.
2.
Apabila suguhan tersebut pada
umumnya memang hanya untuk dimakan ditempat acara, maka tamu tersebut hanya
boleh memakannya ditempat, dan tidak diperbolehkan untuk membawanya pulang,
kecuali pemiliknya menyuruh membawanya pulang atau ia meminta izin dahulu atau
memang yakin atau mempunyai dugaan bahwa
pemiliknya ridha suguhannya dibawa pulang.
3. Keyakinan atau dhan bahwa pemiliknya mengizinkan membawa pulang
suguhan tersebut, maka dalam hal ukuran dan jenis suguhan yang dibawa pulang
harus memperhatikan keadaannya, termasuk keadaan pemilik acara, perihal
undangan dan berapa kadar yang diambil.
Assalamualaikum
BalasHapuskenek tanyong, pakon dalam ayat nyo, bak kalimat amanu ngon hadu geba ngon sighat fi'il, sdgkan bak nasara ngon sabiin geba ngon sighat fi'il, pei faedah jih guree ... trimong genaseh
قال الله تعالى في القرآن :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ...
Assalamualaikum
BalasHapuskenek tanyong, pakon dalam ayat nyo, bak kalimat amanu ngon hadu geba ngon sighat fi'il, sdgkan bak nasara ngon sabiin geba ngon sighat fi'il, pei faedah jih guree ... trimong genaseh
قال الله تعالى في القرآن :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ...