Deskripsi :
Sepasang suami istri tidak mempunyai
keturunan, mereka ingin mengadopsi anak angkat yang masih balita, dan mereka
membuat cara dengan meminum obat khusus untuk si istri agar mengeluarkan ASI
dari payudaranya agar si anak balita yang diadopsi ini ada hubungan darah
dengan pasangan suami istri ini. Pertanyaannya, Bagaimana hukum ASI buatan
untuk status anak angkat? Dan bagaimana hukum riza' si anak angkat dan orang
tua angkat?
Jawaban :
Sebagaimana dimaklumi bahwa persusuan (razha’ah) dapat mengakibatkan adanya hubungan mahram antara anak yang disusui dan ibu yang menyusui. Dasar hukumnya antara lain :
1.
Ijmak ulama
2.
Hadits dari Aisyah
r.a, Rasulullah SAW bersabda :
الرَّضَاعَةُ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ
الوِلاَدَةُ
Persusuan itu menyebabkan terjadinya hubungan mahram, sama seperti
mahram karena nasab. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hubungan persusuan ini dapat menjadi
mahram apabila terdapat minimal lima kali menyusui dan anak yang disusui tidak
melebihi umur dua tahun sebagaimana hadits ‘Aisyah r.a. berikut ini :
كَانَ
فِيمَا أُنْزِلَ مِنَ الْقُرْآنِ: عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ،
ثُمَّ نُسِخْنَ، بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ
Yang pernah
diturunkan dalam Al-Quran adalah bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan
adanya hubungan mahram, kemudian hal itu dihapus menjadi lima kali persusuan.(H.R.
Muslim)
dan firman Allah Ta’ala
:
وَٱلۡوَٰلِدَٰتُ
يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ
Ibu-ibu hendaklah
menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan (Q.S. al-Baqarah : 233)
serta riwayat Ibnu
Abbas yang mengatakan :
لَا
رضَاعَ إِلَّا فِي الْحَوْلَيْنِ.
Tidak ada persusuan
kecuali dalam dua tahun (H.R. Darulquthniy dan Ibnu ‘Adiy)
Adapun rukun-rukun persusuan sebagaimana
disebut dalam kitab-kitab fiqh adalah : anak yang disusui, ASi dan ibu yang
menyusuinya. (Tuhfah al-Muhtaj VIII/285).
Kemudian dalam Kitab Kifayatul Akhyar
disebut kan :
الشَّرْط
الثَّالِث كَونهَا مُحْتَملَة للولادة فَلَو ظهر لصغيرة دون تسع سِنِين لبن لم
يحرم وَإِن كَانَت بنت تسع سِنِين حرم وَإِن لم يحكم بِالْبُلُوغِ لِأَن احْتِمَال
الْبلُوغ قَائِم وَالرّضَاع كالنسب فَيَكْفِي فِيهِ الِاحْتِمَال وَلَا فرق فِي
الْمُرضعَة بَين كَونهَا مُزَوّجَة أم لَا وَلَا بَين كَونهَا بكرا أم لَا
Syarat ketiga : keadaan si perempuan ada
potensi melahirkan. Karena itu, jika muncul susu pada anak perempuan kecil yang
umurnya di bawah sembilan tahun maka tidak menjadi mahram dan jika anak
perempuan berumur sembilan tahun maka menjadi mahram, meskipun dia belum
dihukum baligh. Karena kemungkinan baligh sudah ada, sedangkan persusuan
hukumnya sama dengan nasab, maka memadai ada kemungkinan saja. Tidak dibedakan
antara keadaan si perempuan yang menyusui tersebut bersuami atau tidak dan
tidak bedakan juga antara perempuan tersebut perawan atau tidak. (Kifayatul
Akhyar : 435)
Dari nash ini dipahami bahwa perempuan
yang menyusui disyaratkan ada potensi melahirkan, meskipun dalam kenyataannya
tidak dalam keadaan baru melahirkan sebagaimana biasanya perempuan menyusui.
Ini terlihat dari penggalan nash di atas :
“Keadaan si perempuan ada potensi melahirkan” dan penggalan nash “Tidak dibedakan antara keadaan si perempuan
yang menyusui tersebut bersuami atau tidak bersuami dan tidak bedakan juga
antara perawan atau tidak perawan.”
Senada dengan nash di atas, juga telah dikemukakan
oleh Khathib Syarbaini dalam al-Iqna’ berikut ini :
(وَإِذا أرضعت الْمَرْأَة)
أَي الْآدَمِيَّة خلية كَانَت أَو مُزَوّجَة………. (ولدا صَار الرَّضِيع
وَلَدهَا) من الرَّضَاع
Apabila seorang perempuan menyusui
seorang anak, yakni perempuan dari bangsa manusia, baik tanpa bersuami maupun bersuami,……..…
maka anak yang disusui tersebut menjadi anak persusuannya.(Al-Iqna’ II/477)
Berdasarkan uraian di atas, memberi ASI
buatan sebagaimana yang dideskripsi dalam pertanyaan di atas sama hukumnya
dengan memberi ASI yang sifatnya normal dari
si ibu. Karena itu, tindakan tersebut menjadikan ibu angkat menjadi mahram bagi
si anak yang disusuinya. Demikian juga suami ibu angkat menjadi mahram bagi si
anak sebagaimana dimaklumi.
Wallahua’lam bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar