Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat muslim yang
sudah masuk dalam kategori wajib berpuasa. Landasan kewajiban berpuasa
Ramadhan ini merujuk sejumlah dalil syara’, baik al-Quran, hadits atau ijma’. Allah
Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah : 183)
Puasa merupakan salah satu ibadah yang memiliki
syarat wajib dan syarat sah. Hukum puasa menjadi wajib jika dilakukan pada
bulan Ramadhan. Sedangkan jika tidak dalam bulan Ramadhan, misalnya puasa Hari
Senin dan Kamis, hukumnya tidak wajib kecuali ada sebab-sebab lain yang menjadikannya
wajib seperti nazar atau membayar puasa Ramadhan yang tertinggal.
Berdasarkan penelusuran literatur-literatur kitab
fiqh, diantaranya Hasyiah al-Bajuriy ‘ala Fathul Qarib, didapatkan syarat-syarat
wajib puasa sebagai berikut :
1.
Islam. Para ulama sepakat
salah satu syarat wajib puasa adalah beragama Islam. Karena perintah berpuasa
hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman sebagaimana tersebut dalam ayat
di atas. Orang kafir tidak wajib berpuasa, namun tidak ada kewajiban ini
sifatnya hanya berlaku di dunia. Adapun di akhirat kelak, mereka tetap disiksa
karena meninggalkan furu’ syariat seperti shalat dan puasa (Q.S al-Muddatsir : 42-43). Orang murtad, karena dia pernah
dalam Islam, tidak gugur kewajibannya. Karena itu apabila kembali dalam Islam, wajib
atasnya membayar puasa yang tertinggal selama masa murtadnya.
2.
Baligh. Yang belum sampai
usia baligh seperti anak kecil tidak ada kewajiban untuk berpuasa Ramadhan.
3.
Berakal. Orang gila, pingsan
dan mabuk tidak diwajibkan puasa. Cuma yang membedakan ketiga orang ini dalam
hal menggantikan puasa. Orang gila dan mabuk apabila gila dan mabuknya karena
sebab kesengajaan, maka wajib menggantinya. Berbeda dengan orang pingsan meskipun sebabnya bukan faktor
kesengajaan, tetap wajib menggantirnya.
4. Mampu melaksanakannya. Tidak mampu melaksanakan puasa karena sakit
harus menggantinya di hari lain saat sudah sembuh kembali. Adapun orang tua dan
orang sakit yang tidak memungkinkan berpuasa lagi dibolehkan meninggalkannya.
Namun wajib menggantinya dengan membayar fidyah. (Q.S al-Baqarah : 184.) Ibu hamil atau menyusui yang menguatirkan dirinya atau disamping
itu, juga mengkuatirkan bayinya bila berpuasa, maka boleh tidak berpuasa dengan
kewajiban mengqadhanya (tanpa fidyah). Adapun yang hanya menguatirkan bayinya
saja bila berpuasa, maka disamping berkewajiban mengqadhanya juga wajib
membayar fidyah.
5.
Tidak dalam perjalanan. Yang
sedang dalam perjalanan jauh boleh meninggalkan puasa tapi wajib baginya mengganti
di lain hari sejumlah puasa yang ditinggalkan. (Q.S al-Baqarah :184)
6.
Suci dari haid dan nifas. Ijma'
ulama, wanita yang sedang haid dan nifas tidak diwajibkan berpuasa. Bahkan
haram hukumnya apabila mereka menjalankan puasa. tapi wajib mengganti di lain
hari sejumlah puasa yang ditinggalkan.
Wallahua’lam
bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar