Fitnah lebih
kejam dari pembunuhan merupakan ungkapan yang tidak asing lagi di pendengaran
kita dalam pergaulan sehari-hari. Ungkapan ini sering digunakan untuk
menghentikan seseorang yang suka bergosip negatif dengan berita bohong.
Ungkapan ini akan lebih cepat diterima, mengingat ungkapan ini dianggap sebagai
terjemahan dari penggalan ayat al-Qur’an al-Baqarah : 191, berbunyi :
الفتنة
اشد من القتل
Tetapi apakah
penafsirannya ini sudah tepat? Sudah tepatkah penempatan ayat tersebut sebagai
dalil untuk menghentikan orang-orang yang suka bergosip negatif dengan berita
bohong ? Berikut ini kami mencoba menganalis menurut kemampuan ilmu yang kami punya,
tentunya dengan merujuk kepada ulama-ulama kita yang disepakati dapat menjadi
rujukan dalam menafsir al-Quran.
Dosa pembunuhan merupakan dosa tertinggi setelah
syirik.
1.
Apabila fitnah di sini diartikan dengan makna
perkataan bohong untuk memberikan stigma negatif seseorang
kepada pihak lain sebagaimana makna fitnah dalam Bahasa Indonesia (sebagaimana
artinya sesudah ini), maka akibat hukumnya adalah fitnah dengan pengertian ini
merupakan dosa yang berada di atas dosa membunuh.
2.
Apabila point pertama di atas diterima, maka ini
bertentangan dengan keterangan-keterangan yang mengatakan pembunuhan merupakan
dosa tertinggi setelah syirik.
Berikut
keterangan yang mengatakan pembunuhan merupakan dosa tertinggi setelah syirik,
yakni sebagai berikut :
1.
Ibnu Hajar al-Haitamy setelah menyebut dalil-dalil
besarnya dosa membunuh, beliau mengatakan :
وَاخْتَلَفُوا
فِي أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ بَعْدَ الشِّرْكِ، وَالصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ أَنَّ
أَكْبَرَهَا بَعْدَ الشِّرْكِ الْقَتْلُ. وَقِيلَ الزِّنَا.
Para ulama
berbeda pendapat dalam menentukan dosa yang sangat besar setelah syirik,
pendapat yang al-sahih al-manshus, sebesar-besar dosa setelah syirik adalah membunuh. Pendapat lain adalah zina.[1]
2.
Al-Ramli mengatakan :
وَالْقَتْلُ ظُلْمًا أَكْبَرُ
الْكَبَائِرِ بَعْدَ الْكُفْرِ
Pembunuhan adalah sebesar-besar dosa setelah
kufur.[2]
3.
Ibnu Abidin salah seorang ulama terpengaruh di
kalangan Mazhab Hanafi, mengatakan :
وَفِي
الْجَوْهَرَةِ: وَاعْلَمْ أَنَّ قَتْلَ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقٍّ مِنْ أَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ بَعْدَ الْكُفْرِ بِاَللَّهِ تَعَالَى
Dalam kitab
al-Jauharah disebutkan, ketahuilah sesungguhnya membunuh jiwa manusia tanpa hak
termasuk sebesar-besar dosa setelah kufur kepada Allah Ta’ala.[3]
Pengertian fitnah menurut bahasa.
Mengingat
perkataan “fitnah” juga merupakan kosa kata yang digunakan dalam Bahasa
Indonesia, maka sebelumnya perlu kita jelaskan di sini pengertian fitnah
menurut Bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan, supaya dalam menafsirkan kata fitnah
dalam al-Qur’an yang nota benenya berbahasa Arab tidak dipengaruhi oleh
pengertian fitnah dalam Bahasa Indonesia.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Fitnah merupakan komunikasi kepada satu orang atau
lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu
peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang
dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.[4]
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran
yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik dan
merugikan kehormatan orang): — adalah perbuatan yang tidak terpuji;. Contoh: Menuduh wanita baik telah berzina tanpa
bukti, padahal tidak pernah bersentuhan dengan pria. Alhasil fitnah dalam
Bahasa Indonesia adalah memberitakan berita bohong untuk memberikan stigma negatif seseorang
kepada pihak lain.
Adapun fitnah
menurut Bahasa Arab dapat kita telusuri dalam beberapa kamus Arab berikut ini :
1.
Mukhtar al-Shihah : ikhtibar, imtihan (mencoba,
menguji).[5]
2.
Kamus Arab-Indonesia Mahmud Yunus : menarik,
menta’jubkan, menggodanya, menyesatkan, membakar, cenderung, miring dari
agamanya, cobaan, bala, siksaan, gila, sesat.[6]
3.
Al-Munjid : harta, anak, sesat, kufur, keji,
menguji, membakar, perselisihan pendapat manusia dan terjadi peperangan antara
mereka. Menguji, fatana fitnah al-shaigh al-zahab, yakni apabila tukang emas
mencairkannya supaya terpisah yang baik dari buruk.[7]
Penafsiran fitnah dalam Q.S. al-Baqarah: 191 menurut ulama tafsir mu’tabar
Berikut ini kami kutip penafsiran para ulama ayat 191
Surat al-Baqarah, yakni sebagai berikut :1. Dalam menjelaskan pengertian fitnah dalam ayat di
atas, al-Khazin menyebutkan :
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ
مِنَ الْقَتْلِ يعني أن شركهم بالله أشد وأعظم من قتلكم إياهم في الحرم والإحرام
وإنما سمي الشرك بالله فتنة لأنه فساد في الأرض يؤدي إلى الظلم. وإنما جعل أعظم من
القتل لأن الشرك بالله ذنب يستحق صاحبه الخلود في النار وليس القتل كذلك، والكفر
يخرج صاحبه من الأمة وليس القتل كذلك فثبت أن الفتنة أشد من القتل
Fitnah lebih
berat dari pembunuhan, yakni syirik mereka kepada Allah lebih berat dan lebih
besar dari pada pembunuhan yang kalian
lakukan kepada mereka pada tanah haram dan waktu ihram. Dinamakan syirik kepada
Allah dengan fitnah, karena syirik merupakan tindakan merusak di bumi yang
mengakibatkan kedhaliman. Dijadikan syirik lebih besar dosanya dari pembunuhan,
karena syirik kepada Allah merupakan dosa yang menyebabkan pelakunya kekal
dalam neraka. Sedangkan pembunuhan tidak seperti itu. Kekafiran mengeluarkan
pelakunya dari ummat, sedangkan pembunuhan tidak seperti itu. Karena itu,
jelaslah fitnah lebih berat dari pembunuhan.[8]
2.
Al-Quthubi mengatakan :
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ أَيِ الْفِتْنَةُ
الَّتِي حَمَلُوكُمْ عَلَيْهَا وَرَامُوا رُجُوعُكُمْ بِهَا إِلَى الْكُفْرِ
أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ. قَالَ مُجَاهِدٌ: أَيْ مِنْ أَنْ يُقْتَلَ الْمُؤْمِنُ،
فَالْقَتْلُ أَخَفُّ عَلَيْهِ مِنَ الْفِتْنَةِ. وَقَالَ غَيْرُهُ: أَيْ
شِرْكِهِمْ بِاللَّهِ وَكُفْرِهِمْ بِهِ أَعْظَمُ جُرْمًا وَأَشَدُّ مِنَ
الْقَتْلِ الَّذِي عَيَّرُوكُمْ بِهِ. وَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْآيَةَ
نَزَلَتْ فِي شَأْنِ عَمْرِو بْنِ الْحَضْرَمِيِّ حِينَ قَتَلَهُ وَاقِدُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ التَّمِيمِيُّ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ رَجَبٍ الشَّهْرِ الْحَرَامِ،
حَسَبَ مَا هُوَ مَذْكُورٌ فِي سَرِيَّةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَحْشٍ، عَلَى مَا
يَأْتِي بَيَانُهُ ، قَالَهُ الطَّبَرِيُّ وَغَيْرُه
Fitnah
lebih berat dari pembunuhan, yakni fitnah dimana orang-orang kafir mengarahkan
kamu kepadanya dan menginginkan kamu kembali dengan sebabnya kepada kekafiran adalah
lebih berat dari pembunuhan. Mujahid mengatakan, yakni dari pada pembunuhan
atas orang mukmin. Karena itu, pembunuhan lebih ringan atas orang mukmin dari
pada fitnah. Ulama lain mengatakan, syirik dan kufur kamu kepada Allah lebih
besar dosanya dan lebih berat dari pembunuhan dimana orang-orang kafir
mengaibkan kamu dengan sebabnya. Ini merupakan dalil berdasarkan ayat ini
diturunkan pada kejadian Amr bin al-Hazhrami pada ketika dibunuh oleh Waqid bin
Abdullah al-Tamimy pada akhir Rajab bulan haram. Memadailah apa yang disebut
dalam kitab Sirriyah Abdullah bin Jahsyi berdasarkan penjelasannya nanti. Ini
juga telah dikatakan oleh al-Thabrani dan lainnya.[9]
3.
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan :
وَلَمَّا كَانَ الْجِهَادُ فِيهِ إِزْهَاقُ النُّفُوسِ وَقَتْلُ
الرِّجَالِ، نَبَّهَ تَعَالَى عَلَى أَنَّ مَا هُمْ مُشْتَمَلُونَ عَلَيْهِ مِنَ
الْكُفْرِ بِالْلَّهِ وَالشِّرْكِ بِهِ وَالصَّدِّ عَنْ سَبِيلِهِ، أَبْلَغُ
وَأَشَدُّ وَأَعْظَمُ وَأَطَمُّ مِنَ الْقَتْلِ، وَلِهَذَا قَالَ:وَالْفِتْنَةُ
أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ قَالَ أَبُو مَالِكٍ: أَيْ مَا أَنْتُمْ مُقِيمُونَ
عَلَيْهِ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ. ولهذا قال:وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ
الْقَتْلِ، يَقُولُ الشِّرْكُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ.
Manakala jihad dapat menghilangkan jiwa dan terbunuhnya
manusia, Allah Ta’ala berfirman bahwa kekafiran dan syirik kepada Allah Ta’ala serta berpaling
dari jalan-Nya yang menjadi sifat orang-orang kafir adalah lebih kuat, lebih berat,
lebih besar dan lebih berbahaya dari pada pemunuhan. Karena ini, Allah
berfirman : “Fitnah lebih berat dari pembunuhan”. Abu Malik berkata, apakah
yang keadaan kamu lebih besar dari pembunuhan ?, maka Allah berfirman : “Fitnah
lebih berat dari pada pembunuhan”, yakni syirik lebih berat dari pembunuhan. [10]
4.
Dalam menafsirkan perkataan fitnah pada ayat di atas, dalam tafsir
al-Jalalain disebutkan :
الشرك منهم
Syirik dari mereka.[11]
Al-Asfahany mengatakan, asal makna dari fitnah adalah memasukkan emas dalam
api agar
jelas bagusnya dari yang buruk. Kemudian beliau menyebut sejumlah ayat
al-Qur’an yang terdapat perkataan “fitnah” sekaligus menafsirkan maksudnya,
antara lain :
1. Q.S. al-Zurriyaat : 13, berbunyi :
يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ
Artinya : Pada hari dimana mereka difitnah dalam api
neraka.
Maksudnya, memasukkan dalam api neraka.(masuk dalam api
neraka merupakan akibat dari perbuatan mereka di dunia, yakni kehidupan di
dunia menjadi fitnah (ujian dan cobaan) apakah seseorang itu mempersiapkan
dirinya untuk amalan syurga atau neraka. Karena itu, memasukkan dalam api
neraka disebut difitnah.
2. Q.S. al-Zurriyaat : 14, berbunyi :
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ
تَسْتَعْجِلُونَ
Artinya : Rasakanlah fitnahmu itu,
inilah yang dulu kamu minta untuk disegerakan.
Arti fitnahmu adalah azabmu. (kewajiban tidak memperolok-olok
janji Allah menjadi ujian/cobaan yang menyebabkan azab atas mereka)
3. Q.S al-Taubah : 49, berbunyi :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ
ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا وَإِنَّ جَهَنَّمَ
لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ
Artinya : Sebagian dari
mereka berkata, berikanlah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah
kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah. Ketahuilah bahwa mereka telah
terjerumus dalam fitnah dan sesungguhnya jahannam itu meliputi orang-orang
kafir.
Fitnah di sini bermakna penyebab azab (kewajiban
berperang menjadi ujian/cobaan, sehingga menjadi penyebab azab atas mereka.
4.
Q.S. Thaha : 40, berbunyi :
وَفَتَنَّاكَ
فُتُونًا
Artinya :
Dan Kami telah mencobamu hai Musa dengan beberapa fitnah.
Arti
fitnah di sini adalah cobaan atau ujian
(ini merupakan makna asal)
5.
Q.S. al-Anbiya: 35
وَ نَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَ
الخَيْر فِتْنَةً
Artinya : Kami akan menguji kamu dengan keburukan
dan kebaikan sebagai fitnah.
Fitnah di sini bermakna kesusahan dan kesenangan
(kesusahan dan kesenangan menjadi ujian dan cobaan bagi setiap manusia)
6.
Q.S al-Taghabun : 15, berbunyi :
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
Artinya : Harta dan
anak-anakmu hanyalah fitnah.
Fitnah di sini
bermakna cobaan atau ujian (merupakan makna asal)
Banyak lagi
contoh-contoh dalam al-Quran yang terdapat perkataan fitnah yang disebut oleh
al-Ashfahany.[12]
Apabila kita
perhatikan ke-enam ayat di atas, maka makna semuanya berujung kepada ujian atau
cobaan. Sehingga tidak heran kalau al-Ashfahany sebagaimana di atas menyebutkan
bahwa makna asal perkataan fitnah adalah memasukkan emas dalam
api agar
jelas bagusnya dari yang buruk, yakni menguji dan mencoba kualitas emas
dengan memasukkannya dalam api.
Tafsir yang benar firman
Allah :”Fitnah lebih berat dari pembunuhan.”
1.
Tidak boleh ditafsirkan pengertian fitnah di sini
bermakna komunikasi kepada satu orang atau
lebih dengan berita bohong, bertujuan untuk memberikan stigma negatif kepada
seseorang sebagaimana pengertian fitnah dalam Bahasa Indonesia , karena ini
bertentangan dengan keterangan di atas, yang menyebutkan pembunuhan merupakan
sebesar-besar dosa setelah syirik.
2.
Asbabun nuzul ayat ini sebagaimana dijelaskan
al-Qurthubi dan Ibnu Katsir di atas adalah kritikan sebagian manusia atas kejadian
Amr bin al-Hazhrami dibunuh oleh Waqid bin Abdullah al-Tamimy pada akhir Rajab
bulan haram. Sedangkan bulan haram merupakan bulan yang haram saling membunuh. Menjawab
kritikan ini, maka Allah menurunkan ayat yang menjelaskan bahwa syirik yang ada
pada kaum jahiliyah lebih buruk dari pembunuhan yang terjadi pada bulan haram.
3.
Karena
itu, firnah di sini dimaknai dengan syirik. Syirik diungkapkan Allah dengan
sebutan fitnah, karena syirik menjadi fitnah (ujian dan cobaan) bagi
orang-orang yang lemah imannya.
Orang-orang musyrik dengan sifat syiriknya itu pasti berusaha secara terus
menerus mempengaruhi orang-orang mukmin melepaskan keimanannya.
4.
Penafsiran
ini juga sesuai dengan penafsiran dari kitab-kitab tafsir di atas dan sesuai
juga dengan asal makna fitnah dalam bahasa Arab serta didukung dengan pengertian
fitnah dalam ayat-ayat lain sebagaimana telah kami sebut di atas,
[2] Al-Ramli, Nihayah
al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. VII, Hal. 245
[3] Ibnu Abidin, Radd
al-Mukhtar ‘ala Dar al-Mukhtar, Maktabah Syamilah, Juz. VI, Hal. 529
[5] Al-Razi, Mukhtar al-Shihah,
Darul Fikri, Beirut, Hal. 449
[7] Lois Ma’luf, al-Munjid,
Hal. 568
[8] Al-Khazin, Tafsir
al-Khazin, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 122
[9] Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi,
(Versi Maktabah Syamilah), Juz. II, Hal. 351
[10] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 388
[11] Al-Jalaluddin
al-Mahalli dan al-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain, (dicetak bersama
Tafsir al-Shawi), Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 88
[12]Abu al-Qasim al-Ashfaani, al-Mufradaat fi Gharib al-Qur’an,
(versi Maktabah Syamilah), Hal. 623-624
Coba dijelaskan lagi masalah 2 orang iman yang disiksa di alam kubur yang pertamaa sebab tidak menjaga najis dan yang kedua suka adu domba, terimakasih
BalasHapus